4. Different •

1K 245 320
                                    

Berbeda

Silakan menikmati 🌸🌸🌸

"Jangan panggil aku seperti itu, John! Aku bukan kekasihmu lagi!" Genda pun dengan segera memalingkan wajahnya, malas menghadap orang di depannya itu.

"Gen." Tak mau kalah, John lantas mencekal lengan gadis itu.

"Apa kau tidak puas?! Kau sudah membuatku terluka! Lepas!" Genda kini menatap tajam wajah John yang juga menatapnya namun penuh harap.

"Maafkan aku," lirih John. Ia pun menarik tubuh Genda dan memeluknya.

"Mengapa kau mencariku? Lepas!" tanya Genda sambil mencoba mendorong dada bidang John.

"Aku merindukanmu," balasnya dengan tulus.

"Tidak, aku tak punya urusan lagi denganmu, John."

"Setidaknya, mari membaca komik bersamaku," pinta John memelas.

"Bagaimana dengan calon isterimu?" tanya Genda mencoba menahan matanya yang berkaca-kaca.

"Aku tidak peduli, aku ingin melihatmu." John menarik dagu Genda.

"Tidak, kau harus berusaha mencintainya." Genda memalingkan wajahnya ke samping.

"Hufth, 15 menit lagi perpustaan ini tutup. Jika mau pinjam komiknya, langsung saja ke sini." Pak Ilham yang melihat interaksi dua sejoli itu hanya mendesah pelan.

"Iya, Pak" jawab mereka serempak.

Apartemen_

"Kenapa Genda tidak kunjung pulang sih?"

Revan pun lantas melirik sekilas arloji-nya. Mencari batang hidung si Genda. Hingga, mata tajamnya kini memicing ke beberapa gang sempit di samping apartemen miliknya.

"Dari mana dia? berani-beraninya keluyuran seperti ini?" Gumam Revan.

"Maaf sebelumnya. Ini kamarku ... Ya ya aku tahu ini apartemen kau yang beli, tetapi ini privasiku," heran Genda sedikit tak nyaman dengan Revan yang masuk ke kamarnya tanpa izin darinya. Gadis yang menyamar itu pun menghampiri Revan yang sedang di balkon kamarnya. Ia pun berjalan perlahan, takut jika pria itu menemukan kejanggalan di sana.

"Tidak ada, aku sedang menikmati suasana malam yang dingin saja. Aku menyukai ini," jelasnya.

"Kau menyukai hujan?" tanya Genda.

"Ya, rintikannya cukup membuatku tenang ," jawab Revan sambil tersenyum ke arah Genda.

"Hmm, kalau aku sih ... agak gak suka hujan. Hujan itu sering membatalkan niat baikku," jawab Genda yang membuat Revan bingung.

"Haha, jangan begitu, hujan juga anugerah dari Tuhan," bela Revan.

"Ya, juga sih. Cuma ya .... " ucap Genda menggantung. Genda pun lantas menengadahkan tangan mungilnya sembari memejamkan matanya. Menikmati tetesan air hujan lewat jendela sana. Sementara Revan yang di sampingnya hanya bisa menatap teduh gadis itu dari samping. Mengamati tiap detail wajah gadis itu. Mulai dari hidungnya yang mancung, bibir plum-nya, alis matanya yang tebal, tidak lupa bulu matanya yang lentik.

"Cuma apa?" penasaran si Revan.

"Gakpapa, kau benar, hujan memang menenangkan dan ia tidak jatuh sendirian ke bumi. Meskipun ia terjatuh, ia memberikan sejuta manfaat yang ada di bawahnya. Hufth, aku hanya ingin seperti hujan. Beda sekali denganku, selain payah, aku juga sangat kesepian."

"Cih, bisa hentikan kata-katamu? Kau ini terlalu berlebihan."

"Hei! Kau yang berlebihan.

"Ya, sudah. Sana tidur. Aku mau ke kamarku," ujar Revan meninggalkan Genda yang mematung di sana.
___

Fall on Deaf Ears [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang