13. The Funeral •

627 155 243
                                    

Pemakaman Itu

"Aku tidak peduli mengetahuimu berapa lama, asalkan engkau benar-benar memahamiku."__ Revan Agif Adhyaksa.

Gabrukk!!

"Akh, sakit," ringis Genda pelan menyadari lututnya yang tergores karena terjatuh di trotoar sana.

Ponselnya juga terasa berdering sedari tadi, dan dengan tangannya yang bergetar diangkatnya benda persegi panjang itu.

Deg!

"A-apa?"

"Koma?"

"Ah, di sana ternyata! Gen!" teriak Revan dari kejauhan mencoba mengejar Genda. Sial, Revan ternyata kalah cepat dari gadis itu dan mendapati Genda yang sudah naik ke dalam bus.

"Hufthhh," hembus Revan mencoba bersabar.

"Bagaimana bisa ...." lanjutnya. Revan pun kini melintir keningnya yang terasa berdenyut. Dadanya terasa sesak, ia takut Genda tidak akan memaafkannya kemudian ... meninggalkannya.

Rumah Sakit Emerald

Genda lantas berlari ke koridor rumah sakit itu sambil tersedu-sedu. Dicarinya sebuah ruang operasi yang mana membuat kakinya seolah semakin layu.

"Seharusnya aku tidak setuju dengan perkataan pak Ilham kala itu hiks," gumamnya sambil menatap kosong pintu kamar operasi itu.

Flashback on

Genda pun duduk bersimpuh di pinggiran dipan kasur Ilham. Ia juga menatap pria itu dengan wajah yang sendu. Sungguh, putaran memori di mana hanya Ilham yang selama ini yang membelanya pun kembali ditampilkan.

"Kmhoon jngn ber-hhnti k-kkerja," lirih Ilham namun begitu kewalahan karena keadaan dirinya yang stroke. Singkatnya, Genda secara bersamaan merasa senang karena Ilham ternyata masih bisa bicara meskipun tertatih, dan di sisi lain ia juga merasa sedih karena belum bisa berbalas budi dengannya.

"Tapi ... saya ingin merawat Bapak di sini, hiks." Genda pun menghentikan kegiatannya sembari menatap sendu Ilham.

Pilu. Bahkan, Ilham pun kini menolak tawarannya itu. Pria itu pun hanya bisa menggelang dengan sedikit kesulitan.

"Mengapa? Hiks."

Air mata di pelupuk mata Genda sekarang sudah tumpah. Ia sungguh tak sanggup menerima kata 'kehilangan'. Ya, hidupnya selama ini sudah dihinggapi kesepian yang tak berujung, lantas mengapa kini ia dihadapkan takdir di mana Ilham seolah akan meninggalkannya?

Flashback off

Terbukalah pintu kamar operasi tersebut. Genda yang sedari tadi tidak sabar menunggu langsung menatap penuh harap pada dokter yang baru saja mengoperasi Ilham itu.

"Apa Anda dari keluarga pasien?" tanya si dokter.

"Iya, Dok," angguk Genda cepat.

"Mari ke ruangan saya," perintah orang bergelar Sp.A(K). itu pada Genda untuk ke ruangannya.

__

"Maaf, saya harus mengatakan ini. Stroke yang diderita pak Ilham sudah parah, ada pendarahan bagian otaknya juga. Sehingga ia sulit untuk bicara bahkan, lumpuh. Saya selaku dokter akan mengklarifikasi, kesempatan hidup beliau hanya 3%. Jadi, non Genda cukup merapalkan do'a, supaya hal baik selalu ada buat beliau," terang dokter tersebut.

Fall on Deaf Ears [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang