28. No One's Perfect •

92 7 0
                                    

Tak Ada yang Sempurna

“Ah, leganya. Sangatttt legaa!!!" Rio  menghembuskan napasnya pelan. Sementara Genda, ia seperti diabaikan oleh Rio, buktinya kini Rio seperti menghindar darinya.

“Gak usah lebay bisa?” ketus Dion dan
menyenggol Rio kesal.

“Kau kok sering keluar sih, Bang? Apa kau kencan buta saat kau tak ada di apartemen?" Rio menaikkan alisnya beberapa kali seolah menggodanya.

“Kencan buta matamu!” pekik Dion sambil
menjitak kepala Rio.

“Kalau aku lebih tua darimu, sudah ku gampar kau pakai panci, Bang!” kesal Rio sambil melirik Dion tajam.

"Dasar tak sopan!" Dion pun menyentil telinga Rio dengan jemarinya.

“Hey! Semuanya kumpul. Hari ini kita bersiap ke universitas. Ingat, kalian di sini semuanya bekerja! Dan jaga sikap ya, kita di negeri orang soalnya,” instruksi Revan tegas kepada semua pegawainya di sana.

Untuk pertama, Revan lah yang menjabarkan dari materi seminar itu dan kemudian dilanjutkan oleh Diandra. Ya, fokus utama dalam seminar ini adalah English Specific for Purposes. Jadi, selain nanti siswa bisa belajar bagaimana mengaplikasikan bahasa Inggris di ranah chef. Untuk partisipan yang ikut adalah para mahasiswa Jurusan Tata Boga dan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.

Semua peserta di sana lantas duduk dengan hikmat menikmati kegiatan tersebut. Hingga di sesi QnA salah satu dari peserta bertanya yang mana membuat Revan sedikit mencelos. Ia pun mencoba bersikap tidak reaktif, karena nanti kharisma dalam dirinya bisa luput.

"Pak Revan, apakah benar restoran Bapak terbakar belum lama ini?” tanya salah satu mahasiswa.

Ini semacam pertanyaan yang meng-trigger seisi ruangan untuk mengumpat kepada Revan. Tapi tidak, Revan sudah kebal dengan berbagai macam fitnah dan makian tak jelas seperti itu.

"Seharusnya pikir dua kali sih kalau mengundang siapa narasumbernya.”

"Kurasa dia sedang memungut."

Begitulah bisik-bisik yang terdengar oleh telinga Revan.

Rio, Dion, Friska, da Genda pun lantas menatap Revan khawatir. Menunggu sepatah kata yang akan diucapkan oleh bosnya itu. Mereka tentunya paham, Revan adalah orang yang terpandang dan bukti sampai dia diundang di sini karena sikap professional nya itu. Sekalipun seperti sekarang yang mana muncul oknum tak bertanggung jawab mencoba menjatuhkan harga diri pemuda itu.

“Ekhem, baik. Saya akan menjawabnya, jadi memang tempat kami mengalami kendala dan salah satunya karena restoran kami yang terbakar. Tapi, hal itu tak menyurutkan kami untuk berusaha memperbaikinya. Bahkan, karena terbakar menjadikan restoran kami semakin terkenal. Terima kasih," ramah Revan mencoba tenang.

“Apa ia sedang memungut dengan kampus kita untuk renovasi restorannya itu?” bisik salah satu mahasiswa lagi di sana dan membuat Revan mencoba menahan emosinya. Revan tidak mendengarnya dengan jelas, tapi ia tahu apa yang ada di kepala mereka.

“Satu lagi, kami diundang karena kampus tahu mengapa mengundang orang-orang seperti kami.” Telak Revan sudah dan lagi-lagi tersenyum simpul demi keutuhan harga dirinya itu.

Acara itu pun berlangsung dari jam 08.00-15.00. Terbilang lama karena memang ada beberapa demonstrasi memasak yang tentunya tadi dilakukan oleh Friska dan karyawan lain.

"Ah, meskipun tak jadi kuliah, tapi beruntung sekali sih aku bisa berdiri di sini sekarang," gumam Rio lesu tapi seketika menyunggingkan senyuman simpul.

Fall on Deaf Ears [COMPLETED]Where stories live. Discover now