3. Moved Out •

1.2K 248 310
                                    

Pindah

"Sebentar, Genda belum masuk kan, ya?" tanya Revan pada Rio.

"Belum," jawab Rio singkat sambil menyilangkan lengannya.

....

"Bukan gimana-gimana. Tapi ya Ri ... kayaknya, kau itu seumuran deh sama si Genda," kata Revan sembari mengecek arlojinya.

"Kalau seumuran memangnya kenapa, Bang? Ini nih, masuk kerja pakai jalur rasa iba. Jadinya, gak perlu data yang aneh-aneh haha. Tuh, dia datang! Gen! Genda!" sahut Rio sambil melambaikan tangannya.

"Untungnya kau sudah kuanggap adik, kalau tidak sudah kulempar kau pakai spatula-nya Friska," dengus Revan kesal. Sungguh, Revan hanya ingin memastikan saja, tidak lebih dari itu.

"Kau kenapa, Bang. Gerah apa gimana? Haha," ejek Rio sambil cekikikan. Rio tahu, ia sangat suka menjahili Revan karena hidup bosnya itu jauh dari kata bercanda. Sekali bercanda malah pada tidak percaya.

"Ah, maaf, kalau aku terlambat." Itu Genda yang barusan sampai di Vanrevco.

"Gakppa, kita langsung ke atas saja," timpal Rio pelan seraya merangkul pundak gadis itu. Revan yang melihat secara secara sekelebat pun mencoba tak menunjukkan emosi apapun. Ya, emosi. Entah apa namanya, namun cenderung tak suka saat melihat adegan itu.

Lanjut, mereka bertiga pun menuju ke lantai atas, tepatnya di bagian dapur. Rio sama Genda pun nampak mengekori Revan.

"Ia tak mungkin menolak," smirk Revan pelan sembari menarik kemejanya sampai siku.

"Baiklah, karena Genda sudah datang. Tolong semuanya ke sini," titah Revan pada pekerjanya di restorannya itu. Sekarang, mereka pun nampak berbaris rapi di salah satu sisi dapur. Wajah mereka juga sudah nampak serius, penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Revan.

"Jadi begini, aku sudah membelikan apartemen baru khusus si Rio, Dion, Friska, dan juga ... Genda-"

"Hah!" potong si Dion karena kaget. Semuanya pun menatap Dion dengan tak percaya karena menyergah ucapan Revan. Sementara Rio, ia tak segan langsung mencubit pinggang Dion dengan keras.

"Ah, maaf" gumam Dion.

"Revan pasti punya sesuatu," batin Dion penasaran.

"Tenang saja, aku juga akan menyempatkan bermalam juga di sana untuk hari-hari tertentu. Sementara karyawan lain, kalian tidak akan di apartemen. Tetapi, gaji kalian akan aku tambah. Tenang saja," lanjut Revan tak menghiraukan hal barusan.

"Terima kasih banyak, Bos Revan." Mereka serempak merunduk, tanda terima kasih pada Revan.

"Nanti, Dion sama Rio bareng, Friska sendiri karena ia perempuan ...."
Genda yang menunggu ucapan Revan hanya bisa menelan ludahnya kasar. Entah apa yang akan dikatakan Revan. Semoga, nyawanya tidak berakhir saat ini juga.

"Genda sendiri juga, karena ia anak baru," putus Revan.

"Hufthh," Genda hanya menghembuskan nafasnya lega.

"Mengerti semuanya?" lanjutnya.

"Iya, Bos!" jawab mereka serempak.

Malam harinya tepat pukul 2: 13 AM di apartemen yang baru dibeli Revan.

Grrr... grrr... grrr...

"Ini kenapa bang Dion mendengkur terus, sih!" Rio menggoyang-goyangkan tubuh Dion yang sudah terkapar di sampingnya.

"Bang! Kau tidur apa sedang nyanyi? Berisik sekali kau, Bang! Woi!" Rio yang merasa kesal pun lantas menepuk-nepuk bahu Dion beberapa kali. Tapi, sayangnya itu tidak membuat Dion meresponnya dan masih saja mendengkur dengan keras. Tanpa kehabisan akal, Rio yang kesal pun langsung berniat ke kamar Genda.

Fall on Deaf Ears [COMPLETED]Where stories live. Discover now