29. Hidden •

66 7 0
                                    

Tersembunyi

Tidak terasa kegiatan touring di Bali menghabiskan waktu hampir lima hari. Di akhir kunjungan, mereka pun melanjutkan perjalanan ke pantai Kuta. Suasana pantai yang hangat dengan nyiur yang melambai-lambai pun tak lekas menjadi pengiring suasana indah di sana. Revan bersamaan dengan karyawan dan murid kursusnya pun tak khayal mengabadikan momentum dengan berfoto bersama.

Rio yang sedari tadi melihat Genda ngobrol bareng si Ria dan Diandra pun seketika menengahinya setelah beberapa hari yang lalu ia bersikap acuh.

"Sini kau." Sambil menarik pelan tangan gadis itu.

"Kau sudah tak marah denganku?" Rio tak menjawab dan malah merangkul bahu Genda kemudian berpose dengan kedua jarinya yang membentuk huruf V tak lupa senyum rupawan yang tercetak jelas di wajahnya. Sementara Revan yang ada di bagian paling ujung hanya bisa mendengus pelan. Baginya, persahabatan antara Rio dan Genda membuat dirinya terbakar oleh api cemburu. Ia merasa ingin dekat tanpa rasa canggung bersama gadis itu, tapi nyatanya malah tak seperti demikian. Di balik dadanya seolah sedang mendobrak sisi pencundang dalam dirinya, tapi lagi-lagi baginya itu bukan lah waktu yang bagus.

"Siapa tadi?" gumam Revan merasa jika ekor matanya yang sebelah kanan seperti menangkap seseorang.

"Kalian lanjutkan, aku mau ke toilet." Revan lantas berlari kecil menuju ke toilet umum. Tujuannya tak lain tak bukan adalah mencari seseorang yang sepertinya mengawasinya sedari tadi.

Srettttt...

“Memangnya aku tidak tahu apa? Berhentilah menguntit seperti itu!” sungut Revan kesal pada orang yang ia tarik tas nya itu.

“Mau kau apakan foto-fotoku itu! mau menyebar hoax?” geram Revan dengan wajahnya yang memerah. Orang itu pun hanya diam sambil menundukkan wajahnya tak mau melihat sisi murkanya Revan.

“Jangan sembarangan meliput orang lain. Ini privasi. Aku sudah memaafkanmu kemarin walaupun kau sudah berulah tak pantas dan mencoba merugikanku. Kau pun sebenarnya tak perlu susah payah lah ke Bali. Memangnya aku tak tahu apa kau ini disuruh siapa?” lanjutnya.

“Sa-saya disuruh ….”

“Sssttt, tak perlu kau lanjutkan! Aku sudah tahu siapa orangnya. Awas saja kalau kau kembali!” Dengan cepat Revan melenggang ke arah pintu toilet yang utama dan meninggalkan suruhan orang itu di dalam sana.

“Sial!”

Tuttt

“Kenapa?”

“Dia mengetahuiku.”

“Apa?! Kau ini tak becus!”

Waktu semakin senja, dan untuk menuju hotel semuanya lantas pergi ke tempat makan terlebih dahulu. Semua siswa di sana juga sudah duduk dengan posisinya masing-masing.

“Kau tadi dari mana saja, Bang?” tanya Rio.

“Hmm, aku barusan mengurus orang yang usil, yang kemarin itu. Aku tidak menyangka kalau akan ada paparazzi bodoh seperti ini. Astaga, padahal aku merasa bukan artis atau semacamnya tetapi kenapa hidupku serasa tak tenang dan diawasi terus,” dumel Revan kemudian menenggak jus jeruk di depannya. Semuanya pun lantas terdiam, sementara Genda menoleh ke samping dan mendapati Dion yang sepertinya menelan ludahnya kewalahan.

“Sudah, besok kita harus pulang. Ayo, dimakan,” suruh Revan karena melihat semuanya menatapnya dengan wajah yang sulit diartikan.

"Kalian ini." Revan yang masa bodoh pun segera menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.

Fall on Deaf Ears [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang