"Gen, terima kasih waktu itu sudah menemukan ukuleleku."

"Ahh, kau ini bisa saja. Santai aja sama aku."

"Eh, kau ingat cewek yang waktu itu ngomel sama aku. Yang kakak kelas itu? anyway, dia kelas 11 apa ya?"

"Tak tahu, mungkin saja sama si bedebah tadi pagi itu. Kenapa Ri?"

"Tak apa."

1 minggu kemudian,

Aku lantas berjalan riang sembari membawa sebatang cokelat dan rencananya akan aku berikan pada Rio. Entah kenapa, aku merasa nyaman saja sama itu cowok. Saat melewati madding kelas yang lokasinya di lobi sekolah, sekelebat ekor mataku seperti melihat papan SNMPTN. Kulihat di sana wajah bedebah Kayla itu dan ... siapa namanya? Revan Agif Adhyaksa?

Aku pun terdiam sejenak, dan kemudian melanjutkan pergi ke kelas dengan perasaan aneh di dadaku.

Aku hanya ingin bertemu. Ah, senyuman itu.

"Ini untukmu. Sebentar, apa kau sudah makan? Kau nampak lemas, Ri?" tanyaku pada Rio dan ia hanya menggeleng bodoh.

"Kau berbohong padaku."

"Gen ...."

"Kenapa?" jawabku tanpa menoleh ke Rio padahal dia dari tadi mengetuk-ngetuk pundakku dengan telunjuknya.

"Ada apa, Ri? Tak mungkin lah." Aku pun meracau tak jelas.

"Kau sudah lihat di grup Facebook kelas?"

"Sial, aku juga tak tahu apa aku masuk di sana atau tidak."

"Kau jadian sama John?" Rio bertanya dengan nada sedikit kecewa.

"Ah, itu ... apa? tidak mungkin! Bagaimana bisa aku suka dengan berandal itu? Aku juga tak merasa menerima cinta dari siapapun, Ri!"

"Nih lihat!" Rio lantas menyodorkan status John di grup itu dan ada fotoku yang ada di perpus tapi dengan kondisi tertidur. Kulihat juga caption-nya yang membuatku ingin menjotos anak gila itu.

"Ah, pacar baru. Awas saja kalau kamu berpaling dari aku."

"Ri! Ini tidak benar, aku juga sama sekali tak menyukainya!"

Agak kecewa karena seharian ini Rio menghindariku. Bahkan biasanya ke kantin bareng pun Rio malah pergi sendiri. Sumpah, diabaikan oleh orang yang kita ... maksudnya seperti yang aku anggap dekat itu memang menyesakkan.

Grepp,

Seseorang pun menggandeng tanganku tiba-tiba dan menarikku ke bilik kantin sebelah. Agak tercengang karena siapa lagi jika bukan kakak kelas tengil bernama John itu?

"Lepas, sialan!" kataku geram.

"Kau milikku!" katanya kemudian tersenyum miring. Beberapa siswa lain pun menatap kami dengan tatapan kesal. "Aku tak suka membuat keributan!"

"Duduk dahulu." Ia pun menarik kursi dan menyuruhku duduk di sana. Siswa lain yang mungkin sudah melihat rumor di akun Facebook itu pun menatap kami dengan geli, kesal, dan jijik. Sial, aku malas sekali menjadi pusat perhatian. Gila, aku lantas menjatuhkan rahangku setelah Rio membawakanku banyak sekali makanan ada mie, soto, gorengan, bakso, es teh, es campur dan makanan manis lainnya.

"Aku tak akan memakan ini!" gertakku dan semua siswa lain juga menatapku heran.

"Kau percaya cinta pandangan pertama?" katanya sambil menyomot gorengan di depannya. Aku pun terdiam sejenak.

"Ya, itu lah aku. Ingat, sekarang kau menjadi milikku. Kau jangan lagi dekat dengan Rio. Cih, tidak ada persahabatan cewek dengan cowok di dunia ini."

"Tidak, aku pergi. Aku tidak kenal denganmu!"

"Genda! kalau kau suka Rio, kau harus bersamaku supaya aku tak semakin menyakitinya."

"Aku tidak menyukainya, tapi aku nyaman dengannya, paham!"

"Terus, siapa yang kau suka?" imbuhnya dan membuatku semakin tak peduli kemudian meninggalkan dia di kantin sendirian.

Hari pun lantas berlalu, aku merasa lelah. Memang benar, seharusnya saat belajar itu jangan sampai melibatkan yang namanya cinta. Aku pun mencoba kembali fokus setelah beberapa hari ini aku seperti dihujam oleh hal konyol. Hari pun kembali dimulai, aku merasa tak punya teman di kelas ini. Buktinya, semua cewek seperti tak ada yang mau denganku dengan alasan aku ini selalu menjadi saingan mereka. Aku benci itu, padahal sudah dari awal niatku ke sekolah hanya untuk belajar.

Rio pun menghindariku terus dan ini membuatku semakin sedih. Hari itu saat istirahat kedua, aku pun ke kantin sendirian, beruntung si John itu tidak mengangguku. Aku lantas berjalan sendiri menuju kelas, aku agak kaget sebenarnya, karena di belakang kelas 11 kudengar suara seseorang dan aku pun mulai mengenalnya.

"Oh, jadi ... kau! kau anak pembunuh!"

"Apa? kau mau menyebarkan hal ini?"

"Iya!"

"Ya, sudah, aku akan mengatakan kalau kau itu sangat mencintai Rio, si cowok dekil dan culun itu."

"Gila kau!"

"Heh, lagian sebentar lagi aku akan jadian dengan cewek yang sedang aku kejar sekarang. Sana gih, kau rebut Rio saja darinya. Harga diri atau kehilangan orang yang kau sayang? Aku sih berani ambil resiko, walaupun suatu saat harus kehilangannya, ya setidaknya aku berani mengutarakannya."

"Ck, dasar tak tahu malu."

Flashback off.

TBC

Fall on Deaf Ears [COMPLETED]Where stories live. Discover now