16. Bom Waktu yang Meledak

4.3K 284 6
                                    

Judulnya kayak udah menceritakan segalanya ya. Siapin hati sebelum baca ya...

Jangan lupa like dulu ya, Friends.
.
.
.
.

Rokok menjadi teman setia bagi Rasya akhir-akhir ini. Sebagai seorang pria, ia termasuk jarang mengonsumsi batang nikotin itu terutama semenjak ia menikah dengan Davina.

Davina sendiri tidak pernah melarang Rasya untuk merokok. Namun, yang pasti Davina tidak tahan dengan asap rokok dan langsung menjauhi Rasya ketika pria itu sedang merokok.

Hari ini, sudah batang ke tiga yang ia bakar. Dari mulai taman kantor hingga di teras samping rumah.

Hampir satu bulan sejak Rasya sakit waktu itu. Ia tidak tau pasti berapa umur kandungan Davina. Perut Davina memang belum kentara jika dilihat dari luar baju. Tapi, sebagai seorang suami Rasya menyadari jika perut istrinya mulai menyembul dan menandakan bayi itu berkembang dengan baik di rahim Davina.

Rasya tidak bisa bahagia mengenai hal itu, tapi ia akan membenci dirinya sendiri bila dirinya sampai marah dan tidak menerima kehadiran makhluk mungil itu. Karena bagaimanapun dirinyalah yang menghadirkan bayi itu.

Dion, rekan kerja sekaligus teman satu almamaternya menepuk bahu Rasya dan membuat pria yang tengah menyulut rokok itu menoleh.

"Tumben habis makan nyebat," celoteh Dion yang juga mulai menyulut rokoknya.

"Lagi mau aja."

"Lagi ada pikiran aja." Dion mengartikan ucapan Rasya dengan seringan kecil di mulutnya.

Kepulan asap dari mulut keduanya mengudara terkena semilir angin di taman kantornya yang memang menjadi tempat para karyawan untuk merokok sembari mencari angin.

"Istri apa kabar?" Pertanyaan Dion memecah keheningan di antara keduanya.

Riuh jalan raya di jam makan siang ini menjadi tujuan mata mereka memandang. Sekali lagi, Rasya menghembuskan asap putih dari mulut dan hidungnya ketika mendengar pertanyaan Dion.

"Ngapain tanya kabar istri gue?"

"Santai, Bos. Cuma, kalo lo punya masalah ya pasti seputar istri tercinta lo itu." Dion mengetuk batang rokoknya dengan  jari telunjuknya hingga abu dari ujung rokoknya berguguran.

"Kerjaan lo mulus, utang enggak ada, orang tua sama mertua nggak ngusik kehidupan rumah tangga lo. Ya, jadi menurut gue, lo mikirin Vina," terang Dion.

"Istri lo apa kabar?" tanya Rasya dengan tiba-tiba. Sontak Dion terbatuk karena asap rokok yang ia hirup tidak ia keluarkan dengan lancar. Pertanyaan tidak terduga itu membuat muka pria yang sudah memiliki satu anak berumur satu tahun itu memerah akibat batuk.

"Sialan lo, ngapain nanyain istri gue tiba-tiba? Bikin kaget aja," sergah Dion.

"Daripada gue nanyain anak lo, kagetan mana?" tanya Rasya dengan tenang.

"Lo kenapa sih?! Ya, gini ya, maksud gue tuh bukan mau sok tau apalagi ikut campur, tapi gue sebagai teman risih gitu liatnya. Lo sekarang setiap hari nggak pernah absen buat nyebat. Padahal gue tau banget kalo lo udah nggak secandu dulu sama rokok," Dion mengomel panjang lebar dan diakhiri dengan menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Davina hamil," kata Rasya dengan datar.

"Woehh, Bro! Selamat! Akhirnya setel---HEH!" Dion itu pintar, tapi di dalam otaknya ada salah satu code yang salah sehingga pencernaan informasi yang diterima kadang sedikit terlambat.

"Kok bisa?! Siapa bapaknya? Dia selingkuh?" tanya Dion dengan beruntun.

"Sembarangan. Gue yang hamilin." Rasya mematikan puntung rokoknya yang telah habis dan beranjak masuk ke gedung lima lantai tempatnya mengais rezeki untuk istri tercintanya, dan mungkin juga untuk calon bayi itu. Entahlah.

WANGSA [selesai | terbit]Where stories live. Discover now