1. Istri yang Bahagia

18K 496 4
                                    

"Mas!" Davina berteriak dari dapur untuk memanggil suaminya yang masih bersiap untuk berangkat kerja.

"Iya, sayang! Bentar, kaos kaki aku dimana ya?" Balasnya.

Davina yang mendengar itu lantas berkacak pinggang, bersiap mengomel kepada suaminya yang telah mempersunting dirinya sejak 2 tahun lalu. Davina menggeleng pelan, meletakkan centong nasi yang ia pegang dan berjalan menuju kamar.

"Astaga, Mas. Kan udah aku bilangin kalo printilan macem dasi, kaos kaki, itu bareng sama celana dalem kamu. Itu loh di laci nomer dua yang deket kasur!" celotehnya sepanjang perjalanan.

Begitu Davina sampai di depan pintu kamar ia semakin dibuat gemas karena handuk milik suaminya masih terongok di kasur lantas kancing teratas kemeja slim fit Rasya masih terbuka dan menyajikan dada bidang suaminya yang tampak malu-malu untuk muncul di setiap gerakan Rasya dan dasi merahnya masih menggantung dengan asal di leher.

Rasya yang menyadari kehadiran istrinya lantas menoleh dengan tatapan memelas. "Sayang, nggak ketemu," keluhnya manja. Tidak ada yang tahu jika Rasya, pria mandiri dan cerdas itu begitu manja dihadapan istrinya.

Davina menghela napas pelan sebelum akhirnya mendekat ke arah lemari pakaian.

"Kamu cari apa sih, Mas?"

"Kaos kaki hitam itu loh."

Davina membuka laci lemari dimana seluruh kaos kaki bersih milik suaminya tertata rapi di sana.

"Merah, coklat, biru, biru, coklat," absen Davina pada kaos kaki Rasya.

"Yang hitam kamu taruh di keranjang pakaian kapan?" Rasya menggeleng tidak ingat.

"Suamiku sayang, kan istri bawelmu ini udah berulang kali ngingetin, pakaian atau apapun yang udah kotor, atau mau segera dipakai langsung di taruh di keranjang kotor, kalo perlu langsung masuk mesin cuci biar cepat ke cuci. Sekarang siapa yang salah, Mas Rasya?" Omel Davina dengan tenang namun penuh penekanan. Bersamaan dengan itu, Davina mengancingkan kemeja Rasya dan mengikat dasinya dengan benar.

"Sayang, maaf," Rasya merengkuh tubuh istrinya. Ia menumpukan dagunya pada bahu Davina. Pria berbalut kemeja hitam yang tampak gagah itu, kini berpura-pura manja agar istrinya cepat luluh padanya.

"Terus sekarang aku pakai apa?" tanya pria itu.

"Yang lain, Mas. Kaos kakimu ada banyak. Toh orang-orang nanti nggak bakal komen tentang warna kaos kakimu."

Davina melepas pelukan mereka dan mengambil kaos kaki warna coklat. "Pakai ini aja. Ini bisa cocok sama semua warna."

Rasya mengambil benda itu dan mencium tangan istrinya yang terulur itu. "Makasih, sayang. Maaf ya."

Davina yang gemas dengan tingkah suaminya di setiap pagi itu lantas mencubit pinggang suaminya. Pinggang yang sebelum menikah dengan dirinya masih terasa keras. Namun, setelah menikah dengannya kini sudah mulai kendor.

"Kok di cubit!" protesnya.

"Kamu setiap hari minta maaf, tapi setiap hari juga teriak teriak cari printilan kamu." Rasya meringis, itu memang benar.

"Maaf," ulang Rasya. Kali ini penuh dengan penyesalan karena merasa bila istrinya mungkin suatu saat nanti bisa bosan meladeni dirinya.

Davina hanya mengangguk, ia pantas menyambar handuk milik suaminya dan pergi ke kamar mandi untuk menyimpan handuk itu.

"Sayang! Marah ya?" tanya Rasya.

"Enggak." balas Davina.

"Ayo keluar, sarapan dulu!" ajak Davina.

WANGSA [selesai | terbit]Where stories live. Discover now