46. Sagara dan Nara

412 50 4
                                    

Selamat membaca dan semoga suka 🦋

.


Plak!

"Gue udah bilang kan sama lo. Gak usah kecentilan sama Sagara. Susah banget sih kalau dibilangin!"

Gadis yang mendapat perundungan berkali-kali itu hanya bisa diam. Padahal ia tidak melakukan apa-apa. Bukan kesalahannya ketika Sagara mengulurkan bantuan sekedar mengantar buku ke ruang guru. Bukan kesalahannya juga ketika Sagara mengajaknya mengobrol, dan bukan kesalahannya juga ketika Sagara tersenyum padanya.

"Gue gak salah, Rena. Lo tahu Sagara baik, dia cuma berbuat itu kok. Gue sama sekali gak kecentilan. Sumpah Rena," ujar Nara tergagap. Tidak ada yang menolongnya, Alifa sudah pulang lebih dulu. Bahkan yang melihat pun pada akhirnya hanya sekedar ingin tahu kemudian pergi. Sakit yang dirasakan Nara tidak hanya di fisik, tetapi juga hati.

"Alah alasan!"

Rena Callista. Ratunya SMA Bina Bangsa yang sudah dikenal seantero sekolah. Dan semua orang pun sudah tahu, bahwa Rena sudah mengklaim Sagara sebagai miliknya sejak kisah ini dimulai. Tak peduli pemuda itu tahu atau tidak, tetapi Rena tidak suka jika ada siapapun yang berani mendekati Sagara. Apapun itu alasannya.

Bukan hanya fisik, mental korban yang ia rundung pun tak pelak ia habisi. Namun, anehnya banyak para siswi dari sekolah ini maupun sekolah lain terinspirasi karena kecantikannya. Karena bagaimanapun, Rena cukup aktif di media sosial, cukup terkenal dengan sikap manisnya di hadapan layar. Tanpa tahu bahwa di hadapan orang yang berada di tingkat bawah, kucing layar itu bisa berubah menjadi macan.

"Beneran Ren, gue gak bohong. Sumpah!" Nara sudah lelah, ingin segera pulang. Karena itu sekali lagi meski tak ingin, ia tetap memohon.

"Udahlah, Rena. Gak usah dikasih ampun. Paling-paling juga besok dia kecentilan lagi. Cewek murahan gak akan pernah kapok!" ujar teman Rena. Yang juga sangat membenci Nara.

Murahan? Nara ingin tertawa rasanya. Siapa yang murahan di sini. Hanya demi seorang laki-laki yang bahkan tak meliriknya, Rena tega-teganya melukai orang yang tak bersalah. Bukan hanya murahan, tetapi juga kejam.

"Gue tahu, kok. Makanya ..."

Sunyi dan sumpeknya gudang di belakang sekolah, semakin membuat Nara ketakutan. Apalagi raut wajah Rena seolah menunjukkan bahwa kali ini dia tidak akan segan-segan.

Hingga ketika tangan Rena kembali diangkat hendak menampar pipinya yang kesekian kali, Nara menutup matanya. Ia sudah pasrah, sepertinya semesta memang tak pernah berpihak padanya.

Namun, beberapa detik berlalu, tamparan itu tak lekas mendarat di pipinya. Perlahan Nara membuka mata, betapa terkejut ketika yang mengahalangi tangan itu ternyata Sagara.

"Gara?"

Laki-laki itu, yang tak pernah membuka mata untuk mengetahui nasib seorang Nara yang dibully hanya karena berbincang dengannya. Hari ini untuk pertama kali, dia menjelma bak sosok pahlawan yang terlambat mengusung pedangnya.

"Jadi ini yang sering lo lakuin ke Nara cuma gara-gara gue baik sama dia?" geram Sagara, tatapannya dingin. Menyiratkan ketidaksukaan.

Rena terpojok, baru kali ini aksinya ketahuan. Tidak mengira Sagara akan datang menolong Nara. Habis sudah nama baiknya.

"Kok, lo bi-bisa ada di sini, Gara?" tanya Rena tergagap. Bahu yang biasa ramah padanya telah hilang, membuat Rena waswas andai mimpinya memiliki Sagara pun lenyap.

Menghela napas sejenak, Sagara berkacak pinggang. Sungguh tak habis pikir ada orang yang mengklaim dirinya seperti itu. Dan berani melukai orang lain hanya karena Sagara bersikap baik?

My Five Brother'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang