32. Putih Biru 2 (Flashback)

519 52 66
                                    

Tuk!

Flo merasakan dingin di kulit pipinya. Saat ini, ia sedang duduk di kursi depan kelasnya. Matanya kosong lurus ke depan, sedang kedua tangannya menyangga tubuh di sisi kanan dan kiri. Sejumput rambutnya jatuh dari ikatan. Menghiasi kedua sisi wajahnya yang manis.

"Kalau ada apa-apa kenapa kamu gak langsung telepon aku, Put? Aku dan Mama sudah bilang, bahkan ayah juga. Kalau terjadi sesuatu sama bunda kamu jangan dibiarin. Langsung hubungi kami saja." Juna duduk di sebelah Flo. Tangannya masih setia mengulurkan kotak susu pada Flo.

"Malu Juna, Bunda bilang kita gak bisa selalu repotin keluarga kamu. Lagi pula, Bunda udah mendingan, kok. Jadi kamu jangan khawatir," ujar Flo berusaha tersenyum meyakinkan.

Juna menghela, ditusuknya kotak susu itu dengan sedotan. Lalu didekatkan pada Flo dengan kedua alis terangkat. Flo melirik sebentar lalu mengambil dan meminumnya.

"Makasih."

"Nggak ada yang direpotin, justru kami senang. Lain kali jangan gitu, ya. Kalau saja tadi pagi aku gak ke rumah kamu, mana mungkin aku tahu keadaan Bunda kamu?"

"Iya, Juna."

Flo merunduk, kedua tangannya masih memegang kotak susu. Seolah minuman itu menjadi satu-satunya kekuatan di saat ia sedang rapuh dan tidak bisa berkata pada siapapun. Dituntut untuk terlihat baik-baik saja disaat ia terluka adalah hal tersulit yang seringkali Flo lakukan. Untung saja ada Juna, meskipun Flo selalu berusaha tidak membutuhkanya bahkan bersikeras supaya cowok itu jauh darinya, Juna selalu saja berjalan ke arahnya.

Meski hal itu memunculkan resiko, di mana Flo jadi tidak terlalu banyak teman. Hanya karena mereka iri Flo bisa sedekat itu dengan cowok yang mereka suka. Aneh, kenapa di usia itu mereka memikirkan cowok, sih? Masih anak-anak. Bocah kencur.

Flo mencibir dalam hati, suasana hatinya tiba-tiba berubah. Apalagi ketika ia melihat sosok Anglista yang menatap nyalang ke arahnya dan Flo membalasnya dengan tersenyum lebar.

Flo menyenggol-nyenggol lengan Juna. "Juna, itu Kak Angelista. Ayo bicara sama dia."

Kontan Juna menggeser posisi duduknya. "Ngapain, gak mau. Gak ada urusan aku sama dia," tolak Juna mentah-mentah.

"Gak apa-apa, Juna. Biar kita bicara dulu sama dia, kita selesain urusan kamu sama Angelista. Bilang aja kalau kamu risi diperlakukan seperti itu. Lagipun kamu masih kecil dan belum mau pacaran. Mau fokus sekolah terus dapat nilai terbaik. Gitu aja."

Juna menggeleng keras. Usul Flo itu memang tidak ada gunanya. Mana bisa hanya sekedar dibicarakan begitu semua langsung selesai. Mana mau orang seperti Angelista mengerti. Juna tahu betul, kehidupan gadis manja itu yang selalu mendapatkan apa yang dia mau, maka melepaskan  dirinya adalah hal paling mustahil. Juna mengtahui itu, karena Aldan--sepupunya--bercerita padanya. Rupanya Angelista cukup dekat dengan Aldan, sehingga bebas menceritakan apapun pada kakak sepupunya itu termasuk tentang dirinya. Ya, tentu saja. Karena orangtua mereka juga dekat karena bisnis.

"Kamu pelupa ya, Put?" Juna menjitak pelan kening Flo sampai gadis itu mengaduh. "Aku sudah bilang, jangan urusin urusan gak penting ini. Aku juga udah gak peduli" Juna mengedikkan bahu.

"Nanti kalau dia capek juga bakal jauhin. Jangan terlalu diambil pusing, aku bisa jaga diri dari kakak kelas itu, kok. Jadi jangan khawatir, ya." Juna tersenyum, senyuma manis yang selalu cowok itu berikan untuk Flo. Tangannya terulur mengusap kepala gadis itu.

Sampai kemudian bel sekolah berbunyi, pertanda pelajaran pertama dimulai.

Flo menepis tangan Juna dan berdiri. "Sampai nanti, Juna." Lalu memasuki kelas tanpa menengok lagi ke belakang.

My Five Brother'sWhere stories live. Discover now