21. Benang Merah

672 64 67
                                    

Vote, komen dan bantu share, ya😘

Aroma sabun mandi pilihan sang ibu menguar ke udara seiring pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan seorang laki-laki dengan perawakan tinggi, sedang satu tangannya sibuk mengusap rambut basah menggunakan handuk. Kaos putih polos yang dipakai otomatis tertarik ke atas memperlihatkan otot perutnya.

Kemudian tangannya bergerak menekan tombol audio yang sempat berhenti sebelum ia berangkat sekolah tadi. Lanjut memainkan nada dari sebuah lagu yang akhir-akhir ini sering ia dengarkan.

Someone needs to come and pinch me now.

I just can't believe what I have found, standing here by me.

Juna menyimpan handuk yang sempat digunakan tadi ke dalam ranjang cucian. Kamar rapi tempatnya belajar dan tidur, selalu menjadi saksi ketika setiap malam, kadang-kadang Juna mengambil sebuah pensil yang sudah diraut sampai pendek. Di sebuah laci untuk menyapa seseorang dalam ingatan.

Malam kembali menyapa, anak tunggal dari keluarga Nugraha itu membaringkan tubuhnya di atas kasur. Memperlihatkan memori kecil ketika ia masih berusia delapan tahun. Duduk dengan buku di tangan, sedang seorang anak seumurannya merengek, karena kesal Juna terus saja belajar padahal ia ingin segera bermain.

Tuk, tuk, tuk!

Sampai dengan sengaja, ia memainkan pensil sambil mengetuk-ngetuknya pada meja.

Tuk, tuk, tuk. Lagi, tidak akan menyerah sampai Juna mau berbicara padanya. Dan mengalihkan atensinya dari buku.

"Putri, bisa gak kamu gak berisik?"

Putri, nama panggilannya di sekolah. Mengerutkan bibir sambil sedikit menunduk. "Iya."

"Kamu tahu nggak sih apa pentingnya belajar?"

Sampai ketika ditanya seperti itu, Flo kecil memilih mengedikkan bahu. "Karena belajar ngebosenin."

"Emang apa yang menurut Putri gak bikin bosen?"

"Main, petak umpet, yuk?" wajah Flo berbinar, tetapi kembali redup saat Juna menyahut dingin.

"Juna baru belajar satu jam, kata Ibu, jangan menyia-nyiakan waktu sebelum malam semakin larut."

"Tapi sebentar aja, Junya, cuma ..." netranya menangkap waktu pada jam dinding. "Sepuluh menit aja." Bahkan ke dua tangannya sampai ia angkat tinggi-tinggi ke hadapan Juna.

"Main nggak berguna."

"Tapi nggak bikin bosen, malah menyenangkan. Iya, 'kan?"

"Nggak, Juna mau belajar!"

Kekehan kecil lolos ketika Juna kembali pada saat ini. Saat itu, entah kenapa ..., sudah, tidak ada yang perlu untuk dijelaskan. Sebab siapapun juga mengerti, bahwa yang dirasakan belum tentu yang sebenarnya. Kembali menyimpan pensil tadi ke dalam laci, ia lantas mematikan lampu kamar untuk memejamkan mata, menyelami mimpi sekedar bertemu suasana baru di dalam sana. Sebelum tiba-tiba ....

"Juna?"

"Iya, Bu?" Juna langsung menyibak selimut kemudian turun dari tempat tidur. Berusaha menghilangkan lesu ketika hendak menemui sang ibu di luar pintu.

Ibu tersenyum. "Ibu masih ada kerjaan, bisa tolong suapin nenek kamu?"

☁☁

Derit kursi terdengar ketika gadis dengan piyama kartun kucing itu hendak duduk. Mengambil sebuah buku gambar, untuk kembali menceritakan sesuatu yang ia pikir adalah satu-satunya cara untuknya melangkah ke hari baru. Percakapan dalam gambar, adalah sesuatu lebih mudah, ketika Flo sulit merangkai kalimat dalam kumpulan kata-kata.

My Five Brother'sWhere stories live. Discover now