25. Si Kelas Sepuluh

624 69 70
                                    

Vote, komen dan bantu share, ya. 😘

Sedikit banyak part ini aku perbaiki, plus sub judulnya aku ganti. Maaf gak konfirmasi dulu yang mungkin saja buat kalian gak nyaman. Tapi isinya masih sama. Boleh dibaca ulang kalau mau tapi aku saranin dibaca lagi karena ada bagian yang penting hihi. Terus sekarang lebih enak aja dibacanya.

Dan jangan lupa tinggalkan jejak berupa, ⭐

.
.
.
.
My Five Brother's

Entah sudah selama apa Flo menggigiti kuku jari tangannya. Padahal itu bukan kebiasaan Flo. Namun, entah kenapa memikirkan nasib Juna sekarang di tangan para abangnya menjadikan sesuatu yang tidak pernah Flo lakukan seakan berubah menjadi habit.

"Flo, wajah lu kenapa kayak keresek kerupuk begitu? Kusut," tanya Lisa. Teman baru satu bangku.

Seorang gadis SMA, lahir di Jakarta, anak kesayangan bapak. Maka dari itu, lahirlah sebuah nama legenda. Lisana Putri Aba. Sedangkan Aba yang dimaksud itu adalah bapak.

"Gak tau, hati aku lagi gak enak."

Lisa mengangguk. Ia mengambil satu roll chocolathis di dalam wadah. "Mau coklat?" tawarnya.

Flo menggeleng. "Terlalu banyak makan cokelat nanti sakit gigi."

"Deng-deng belut pedes?" Lisa tidak menyerah, gadis paling hobi makan itu lantas menawarkan makanan kesukaan yang wajib dibeli setiap ke kantin di standnya Ceu Odah.

"Boleh, di Bandung aku sering beli." Dari situ, wajah Flo berubah. Mendung di langit sana tiba-tiba pudar saat matahari menerobos. Lisa bahkan sampai terheran-heran karenanya.

"Terus kalau ke Cianjur pasti bawa banyak belutnya buat oleh-oleh. Tahu, gak? Aku sampai turun ke sawah buat nangkap belut."

"Serius? Emangnya lo asal mana? Kok bisa sampai di kota mana? Cina-"

"Cianjur, Lisa."

"Iya itu."

"Asal tinggalku dari Bandung, cuma aku sering ikut pulang kampung ke rumah Bu RT di Cianjur, makanya sering ke sana. Kalau jalan-jalan ke sawah, pasti nangkap belut. Terus paling gak pernah ketinggalan, ya, nangkep tutut."

"Tutut?"

"Iya, kayak keong tapi kecil-kecil. Hidupnya cuma dia air, makanya halal buat dimakan. Bu RT biasanya jelasin gitu."

"Emang enak?"

"Enak, dimasaknya pakai bumbu kuning. Paling nikmat kalau makannya di saung, sambil lihat hamparan sawah, semilir angin, lihat kerbau membajak sawah, para capung terbang, di bawah langit biru. Terus sambil disuguhin jambu biji putih diulek jadi rujak. Beuh, enak banget!"

Sadar atau tidak, papar Flo perihal suasana yang belum pernah Lisa lihat bahkan merasakannya membuat Lisa ngiler. Dia sampai kepikiran, apa perlu nanti pulang sekolah minta Bapak buat ngajak ia jalan-jalan ke Cianjur?

"Gimana caranya makan tutut?" Kali ini Indra bersuara. Memang, entah dimulai sejak kapan mereka jadi sering ke mana-mana bertiga. Lisa hanya ingin berteman, karena bosen sejak SMP teman akrabnya hanya Indra.

Sedangkan Indra berteman sambil menjalankan tugas. Mengawasi sesuatu yang disuruh ke lima orang famous di sekolah ini.

"Mm, biasanya aku pakai peniti dicongkel. Tapi kalau Bu RT sama keluarganya diseruput. Sruuuuut, gitu."

"Sama tai-tainya dong?" celetuk Lisa. Saking terkejut sampai matanya membola dengan suara cukup lantang.

Menjadikan mereka pusat perhatian sambil dilihat tajam. Indra membenarkan kacamata saat kembali ke posisi setelah menengok ke belakang. "Makanya Lisa, yang sensitif didenger sama yang lagi makan itu, mending nanyanya pelan-pelan aja. Malu-malu in."

My Five Brother'sWhere stories live. Discover now