35. A Justice

598 61 53
                                    

Flo meronta sekuat tenaga, ia bahkan memukul kuat punggung orang yang menggendongnya di bahu. Tiba-tiba, di sepinya waktu jingga yang muncul di kaki langit. Flo dibawa masuk ke tempat yang berdebu dan kotor. Ia dihempaskan begitu saja ke atas kursi reot.

Sampai kemudian salah satu dari lima orang itu menutup pintu gudang dan menguncinya.

"LEPAS! LEPASIN SAYA. KALIAN MAU APA?!"

Seperti bayang-bayang kejahatan dari terpaan suara tawa itu, Flo semakin merinding. Ia memeluk tubuhnya dengan kedua tangan. Suasana yang dingin menusuk sampai ke tulang, Flo tidak berani membuka mata. Ia sudah cukup takut mendengar setiap pergerakan dari ke lima laki-laki itu.

"Lepasin, saya mohon. Jangan sakiti saya." Flo menunduk, memeluk tubuhnya semakin kuat seolah itu adalah satunya-satunya perlindungan. Flo kecewa, karena Cici mengkhianatinya. Dan Flo juga sedih, karena Juna tidak ada di sampingnya saat Flo sangat membutuhkannya.

Air matanya deras berjatuhan, salah satu dari mereka yang berbadan tinggi serta rambut ikal sedikit gondrong itu mencondongkan tubuhnya mendekati Flo. Kedua tangannya meremat sisi kursi, matanya yang gelap dan senyum iblis saat memandangi wajah Flo. Sudah cukup membuat Flo merasa dilecehkan. 

"Cantik, pantes Juna betah sama lo. Sayang banget." Cowok dengan penampilan urakan itu mengangkat dagu Flo dengan telunjuk.

"Meskipun gue cukup akrab sama dia, tapi gue gak bisa nolak kalau disuguhin cewek cantik kaya lo. 'Kan mubazir," katanya dengan dua sudut bibir melengkung ke bawah. Tatapannya penuh arti, seolah Flo adalah serangga yang harus ia habisi tanpa alasan dan kejam.

Sedang teman-temannya di belakang menertawakan.

Cowok bermata gelap itu semakin mendekatkan wajahnya pada gadis SMP tersebut. Deru napasnya menerpa daun telinga Flo. Lantas cowok itu berbisik, "Kalau gue dapet, kira-kira Juna bakal jijik, gak, ya sama lo?"

Aldan tertawa kencang seiring tubuhnya kembali menjauh. Sementara targetnya diam membeku, berulang kali meneguk ludah. Matanya yang cokelat terang menatap Aldan tajam. Flo tidak tahu apa urusan cowok brengsek itu sehingga menyebut-nyebut nama Juna. Flo juga tidak tahu apa kesalahannya sampai diseret ke tempat ini. Dan Flo pun tidak tahu sebenarnya apa rencana Angelista sampai ingin melukainya.

Namun, Flo berharap di sela-sela matahari yang akan terbenam itu. Di ruangan sunyi berdebu dan terkunci. Di antara manusia jahat yang tidak mempunyai hati. Masih ada keajaiban yang akan datang untuk menyelamatkannya meski hanya satu titik.

Saat ketika tubuhnya bergetar takut, lalu ditarik paksa dari kursi dan di dihempaskan tepat di sudut gudang beralaskan kardus-kardus kotor. Hingga satu persatu dari ke lima pemuda SMA itu tertawa, seolah apa yang ada di depan mereka adalah permainan yang sangat lucu.

Flo seakan ditarik dari dunia nyata, matanya kosong tak bergerak, buram. Telinganya berdenging seiring mendengar perkataan-perkataan sampah dari mulut-mulut keji itu yang dilontarkan kepadanya.

Sedetik saja sebelum tiba-tiba pintu gudang didobrak, mungkin Flo sudah kehilangan kehormatannya. Masa depannya akan hancur karena dilecehkan, lalu dibuang ke sudut bumi paling menyedihkan. Flo merasakan tubuhnya ditarik oleh seseorang, dan dipeluk sangat erat.

Lalu tubuhnya diselimuti oleh jaket, supaya apa yang dibuka secara paksa tadi oleh mereka, kembali tertutup rapat.

Sungguh, Flo tidak akan pernah melupakan hari itu. Enam punggung tegap yang berada di sekelilingnya saat ini seolah kembali memutar memori yang sama. Perlahan Flo memeluk tubuh. Ia menggigit bibirnya dengan bergetar di sela-sela melangkah. Flo benci perasaan takut ini, ingin hilang tetapi Flo tidak bisa mencegahnya ketika trauma itu kembali datang.

My Five Brother'sWhere stories live. Discover now