39. Informasi

516 53 73
                                    

Selamat membaca dan semoga suka. 🦋

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen. Trims yeorubun. ❤

"Pak Matt, tolong ambilkan mobil saya. Sepuluh menit lagi saya turun!" Arun berteriak dari lantai dua, ketika tidak sengaja melihat Pak Matt--salah seorang satpam rumah ini hendak keluar--seraya menenteng sebuah kantung besar di tangannya.

"Siap Tuan Arun." Lalu menangkap kunci yang Arun lempar.

Pemuda itu pun segera masuk ke dalam kamar. Bersiap-siap untuk pergi menyusul para saudaranya. Ia tidak terlalu khawatir tentang Flo sekarang. Sebab gadis itu sudah aman bersama para ibunya serta beberapa bodyguard yang menunggu di setiap sisi halaman luar.

"Karena Kakek memberitahu Arun lebih dulu, dan tentu Kakek tahu seperti apa Arun ketika ingin tahu. Maka Arun harap, Kakek jawab semua pertanyaan Arun. Apa bisa?"

"With my pleasure, Arundaya."

Kembali ia mengingat perbincangannya dengan sang kakek. Arun menghentikan aktivitasnya. Mengambil gantungan kaos polo berwarna hijau army, lalu mantel berwarna cokelat. Menghela napas sejenak, Arun duduk di pinggir kasur. Sesekali mengusap rambutnya ke belakang.

Flashback on.

"Apa pernah Kakek bertanya pada diri Kakek sendiri. Apakah tindakan yang Kakek ambil selama ini sudah sepenuhnya benar?" tanya Arun. "Atau resiko apa yang akan terjadi seandainya Kakek gagal?"

Sedangkan yang ditanya diam seribu bahasa. Pria yang selalu terlihat gagah meski sudah lanjut usia itu mengerjap. Memang, Abraham seharusnya tidak mengabaikan akibat dari setiap tindakannya. Jika ditanya apakah Abraham tulus? Tentu yang tahu sepenuhnya hanya Tuhan.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Abraham mengintimidasi, bagaimana pun hasil yang terlihat. Abraham mencoba untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri. "Kamu meragukan apa yang selama ini Kakek usahakan?"

"Bukan, hanya aku rasa langkah yang kakek ambil gak sepenuhnya benar. Seharusnya Kakek gak perlu menyembunyikan Tante Anggia dan Flo sendiri. Kakek bisa andalkan kami juga, bukan justru sibuk menekan hidup kami supaya melakukan apa yang Kakek perintah.  Apa Kakek tahu karena perbuatan Kakek justru kami merasa muak?" terang Arun.

Mungkin ini adalah saat, di mana ia mengeluhkan segala tekanan yang diterima olehnya dan para saudaranya. Ia hanya mewakili perasaan yang tidak bisa diungkapkan secara terang-terangan kerana tidak adanya kuasa untuk menyangkal. Sebab adanya Flo yang selalu menjadi bahan ancaman.

"Meskipun mungkin Kakek sedang berusaha untuk memperbaiki keluarga ini, menjahit kembali ikatan yang retak dengan memaksa kami masuk ke keluarga ini dengan membawa Flo sebagai alasan. Apa Kakek pikir kami akan membuka hati kami? Dengan menerima ketidakadilan Kakek dalam membeda-bedakan kami begitu saja?"

Seperti ribuan belati yang menusuknya satu per satu, ucapan Arun berhasil membuat Abraham merasakan kesakitan itu. Abraham hanya terpaksa menyembunyikan kedua orang yang dicintainya dari dunia Dirgantara--mungkin itu adalah alasan. Karena bisa saja yang dilakukannya selama ini atas dasar kerakusan.

Rakus akan kekuasaan, memilah mana yang terbaik dari para cucunya yang pantas meneruskan perusahaan besarnya. Mengajari bagaimana mereka harus bisa menjaga nama baik keluarga, supaya apa yang terjadi di masa lalu tak pernah terulang.

Agar tak ada noda dalam nama Dirgantara, yang bisa menjadi sasaran empuk para pesaingnya untuk menjatuhkan. Menggeser Dirgantara dari nomor satu, lalu perjuangannya sia-sia. Karena itu ia menyembunyikan sumber masalah, supaya tokoh-tokoh penerusnya mampu berjalan dengan penuh keseriusan. Agar mereka belajar, bahwa setiap perjuangan butuh keberhasilan.

My Five Brother'sWhere stories live. Discover now