37. Behind Of Cover

574 66 86
                                    

Selamat membaca dan semoga suka❤
Vote komen jangan lupa ygy. Hwhw

***

"Permisi, Pak Arga. Ada beberapa hal yang ingin saya laporkan perihal jajaran manajemen dari divisi Produksi yang tidak lagi kondusif setelah sebagian dari mereka mengundurkan diri." Yang diajak bicara tidak merespons, masih sibuk dengan laptop di atas meja. Serta kening yang tak henti berkerut-kerut. Seolah pikirannya sudah penuh dengan persoalan yang seperti bom waktu yang terus meledak tak henti-henti.

Ketua dari divisi produksi itu sedikit protes di dalam hati. Kebiasaan atasannya, yang seringkali mengabaikan keberadaan seseorang ketika pikirannya sedang merajalela.

"Pak?"

"Lanjutkan saja omonganmu, tidak perlu memedulikan saya. Saya mendengarkan!" sentaknya kemudian.

Seketika wajah si ketua divisi produksi itu pucat. "Maaf, Pak. Baik." Pemuda itu pun menghela napas sejenak. 

"Pencetus produk baru yang akan segera dikembangkan juga telah mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Sehingga semua riset serta proses pengelolaan produk tersebut tertunda. Kami sedikit kewalahan, terlebih lagi banyak posisi kosong yang membuat kami harus mengerjakan semua tanpa pandang bulu. Jadi, kami meminta bapak untuk setidaknya merekrut karyawan baru untuk mengisi posisi kosong tersebut."

"Heh, apa kamu mau yang menggaji mereka kalau semisal saya merekrut karyawan baru?" interupsi Arga kembali. Pria itu sedang dalam kondisi kacau. Kabar isu dari menurunnya harga saham telah menyebar.

Selain karena putranya yang tidak bisa diandalkan dan selalu saja membuat masalah. Sekarang keuangan perusahaannya sedang tidak kondusif. Diturunkannya gaji para karyawan. Berdampak dari mereka yang memilih untuk mengundurkan diri, bukannya membantu untuk ikut kembali menaikkan saham perusahaan ini.

Itu semua berawal dari bagaimana Dirgantara telah mencabut banyak saham dari perusahaannya. Yang berdampak pada proyek-proyek besar dari pihak yang begitu mengagungkan Dirgantara akhirnya membatalkan secara mendadak.

"Sial!" Arga menggebrak meja. Sekarang ia sudah hancur. Dalam satu tindakan, Dirgantara telah berhasil meluluhlantahkan kerja kerasnya. Hanya karena si nomor satu--Abraham Dirgantara--mampu mempengaruhi dunia bisnis tersebut.

"Dengar, kerjakan saja semua semampu kalian! Dan jangan meminta tambahan karyawan sebelum keuangan kita stabil. Cobalah untuk mengerti, Rizal." Arga menekan satu nama itu dalam-dalam. Saking sudah geram dan lelah dengan keadaannya. Lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan sebelum si ketua divisi itu mengangkat kembali kepalanya.

Arga berjalan melewati lobi. Salah seorang utusannya datang setelah memata-matai keluarga Abraham dengan menjadi salah satu anggota rahasia yang dibentuk oleh Abraham.

Setelah mendapat laporan dari bisikan utusannya itu, Arga menghentikan langkah.

"Jadi, itu alasannya kenapa dia tanpa ragu menjatuhkanku? Padahal aku sudah cukup berbuat baik padanya?"

"Benar, Tuan. Gadis yang dua tahun lalu terlibat dengan Tuan Aldan, yang menjadi alasan Tuan Aldan harus dipindahkan ke Amerika selama satu tahun itu, adalah cucu dari Pak Abraham."

Arga tersenyum sinis. Satu hentakan ia menarik kerah kemeja utusannya lalu meninju wajah pria tinggi besar itu, sekedar untuk mengeluarkan segala kamarahannya yang tertahan.

Diambilnya ponsel di dalam saku. Lalu menelpon si pembuat onar yaitu putra satu-satunya, Aldan.

***

Anggap saja kemarin dan hari ini adalah keberuntungan sekaligus kesialannya. Aldan sudah tertangkap basah, itulah maksudnya.

Laki-laki dengan satu anting di telinga kiri itu menyambar ponsel di atas meja. Nama sang papa tertera di layar. Otomatis tangannya dengan sigap mengangkat.

My Five Brother'sOnde as histórias ganham vida. Descobre agora