25. Angin Rooftop

636 106 3
                                    

Malam itu, Biru benar-benar menginap di rumah Nebula, meski ada rasa tak enak dan canggung. Ia pikir, dirinya akan di cap perempuan tak benar oleh orang tua Nebula karena menginap di rumah laki-laki. Namun semua pemikiran tentang orang tua Nebula tak jadi kenyataan tatkala di rumah itu hanya ada Nebula, wanita paruh baya dan anak laki-lakinya yang masih SD.

Nebula bilang, ia tinggal sendiri dengan satu pembantu yang sudah mengasuhnya dari TK. Dari situ, Biru jelas bingung, tapi tak berani menanyakan sesuatu yang mungkin bersifat privasi tentang di mana orang tua Nebula. Biru sadar, tak pantas orang luar seperti dirinya terlalu ingin tahu keadaan seseorang. Lagipula, apa manfaat untuknya menanyakan hal tersebut?

Sampai di rumahnya, Nebula segera mengobati kaki Biru yang tak terlalu parah. Biru tidur di salah satu bilik kamar yang tersisa, meminjam baju bu Rita sebagai baju tidur sebab tak mungkin ia memakai baju seragam yang penuh keringat sepanjang malam. Subuhnya, Biru numpang mandi sambil menahan perih luka yang belum mengering sempurna. Biru rasa, ia tak akan bisa pakai sepatu ke sekolah dan nanti ia akan coba menjelaskannya pada Bu Sarah.

Menjelang pagi itu membuatnya sedikit malu pada Nebula dan bu Rita. Berkali-kali Biru meruntuki dirinya yang seharusnya memilih pulang dan bukan merepotkan mereka. Biru benar-benar malu dan ingin melenyapkan diri dari hadapan Nebula, sebab teringat malam itu ia menangis seperti anak kecil hingga air matanya membuat baju Nebula basah.

Setelah mandi dan menggunakan kembali seragamnya, Biru berpamitan pada bu Rita yang sedang memasak dan tak sempat mengucapkan terimakasih juga pada Nebula yang masih terlelap di kamarnya. Biru menyiapkan mental untuk pulang ke rumahnya pada pukul enam pagi, yang Biru yakini jika Papanya sudah ada di meja makan bersama Samudra.

Begitu membuka pintu utama rumah, gadis itu melihat dugaannya benar, namun matanya jadi gatal saat melihat si tante girang sedang menuangkan air ke gelas Andri. Tempat meja makan berada tak bersekat apapun yang membuat Biru juga mereka bisa saling tatap. Sayatan di hati Biru kembali basah. Ia memalingkan wajah saat mereka menatapnya, mengambil tas serta hoodie-nya yang masih ada di sofa sebelum pergi ke kamar dengan cepat. Samudra memandang Biru khawatir, sebab melihat wajah sang kembaran yang pucat entah habis dari mana.

Tanpa membutuhkan waktu lama untuk mengganti seragam utama SMA Dermaga menjadi batik bebas dengan bawahan rok hitam, dan menyiapkan buku pelajaran hari ini, Biru turun dari kamar. Mengintrupsi mereka lagi untuk menatap ke arahnya.

"Sabiru! Kemari, sarapan."

Biru menulikan pendengarannya saat Andri memanggil.

"SABIRU ALMADA!" Papa mengejar Biru di ruang tamu dan menyentak tangannya untuk berhenti. Berkali-kali Biru menahan perih di hatinya.

"Apa?" jawab serak gadis pucat itu lirih. Samudra yang melihat itu lantas tersayat. Samudra menyimpulkan bahwa sesuatu telah terjadi saat dirinya tak ada.

Wajah Andri melunak. "Kemarin kamu ke mana? Papa khawatir."

Biru sedikit mundur menjauhi Andri. "Papa kira aku nggak sakit? Papa kira aku harus seneng liat Papa zina sama wanita jahat itu?" tanyanya dengan suara bergetar. Samudra sudah tidak terkejut lagi, sebab pada suatu malam, ia pernah menyaksikan Mila menggoda Papanya di dapur. Samudra tak bisa berbuat apa-apa selain pergi dan berusaha melupakan lalu kembali tidur dengan tak tenang.

"Biru ... nggak gitu ... " sangkal Andri berusaha selembut mungkin seraya berusaha menggapai pergelangan tangan anaknya. "Papa bisa jelasin."

"Jelasin apa? Apa yang harus aku denger? Papa mau nikahin dia? Iya?" Netranya yang kini sedang susah payah menekan air mata untuk tidak jatuh itu terlihat sebuah pancaran kekecewaan.

"Aku nggak tau kalau Papa bisa sejahat itu. Papa udah janji kalau bakal setia sama mama, aku denger, aku masih inget. Tapi Papa langgar." Lingkaran matanya memanas. Sorot matanya yang sendu menatap benci pada Mila, wanita itu hanya diam seakan tak berdosa.

LautanWhere stories live. Discover now