7. Es Gula Batu

955 151 1
                                    

Tatkala matahari sedang terik-teriknya bersinar, awan bergerak dengan baiknya menghalangi matahari memberi sedikit sejuk pada udara Jakarta.

Sudah dua minggu agaknya setelah Biru menjadi murid baru SMA Dermaga. Perihal masalahnya dengan Dafa perlahan luntur dari permukaan topik pembicaraan ketika Dafa telah memberi penjelasan yang sebenarnya dan sejak itu foto postingan dengannya di akun Instagram SMA Dermaga sudah di hapus permanen. Mereka melupakannya, dan Biru juga sama halnya

Seperti biasa sepulang sekolah, Biru menjejaki trotoar menuju komplek rumah yang sepi. Namun kini sembari mendekap kumpulan lembaran-lembaran kertas tugas dalam plastik bening hasil ia print di fotokopian tadi.

"Kalau aja Sam dibolehin Papa bawa motor, pasti tiap pulang sekolah gue di anter-jemput. 'Kan enak, hemat ongkos," gerutunya kecil, sepatunya menendang kerikil. Angin yang mendera sekilas membuat Biru meminta lebih. Biru ingin cepat-cepat pulang dan menanggalkan rompi sekolah yang membuatnya lebih gerah, ia yakin jika kemeja putihnya sudah banjir keringat.

Menghela napas kasar, kakinya mengayun pelan memijak. Motor ninja hitam melintas di jalan sebelahnya. Kembaran Samudra itu seketika mengerutkan dahi ketika tiba-tiba si pengendara menghentikan motornya di tengah jalan depan sana.

Laju kakinya kian memelan saat tak jauh menyaksikan si pengendara jaket kulit melepas helm full face dari kepala. Dia meraih kucing oranye yang ternyata menghalangi lintasan pengendara ke dalam dekapan. Pemuda itu mengulum senyum sembari mengusap punggung kucing. Senyumannya, seketika entah kenapa membuat gadis itu tertegun. Manis, Biru suka.

Ia terus memandangi pemuda itu, hingga matanya membulat saat pergelangan kaki kanannya menyandung betis kiri. Badannya jadi tak seimbang, dan ...

Brukk

Biru memekik sebelum mengeluarkan ringisan saat merasakan pecahan kaca hijau di tanah merobek kulit lututnya, darah mulai mengalir keluar seketika. Perih. Biru menumpu badannya dengan tangan kanan dan membiarkan tangan kirinya mendekap lembaran kertas putih.

"Ini siapa sih yang buang beling botol minuman sembarangan?!" Alisnya menukik kesal.

Pemuda di depan yang melihat bagaimana awal Biru jatuh lantas menurunkan pelan kucing dari dekapan ke jalanan aman pejalan kaki. Melangkah menghampirinya, tiba-tiba mengangkat kecil badan gadis itu ke tempat yang lebih bersih dari pecahan kaca membahayakan.

Biru terkejut, memandangnya tanya. Sementara dia tanpa banyak basa-basi mengeluarkan tisu basah dan obat merah dari tas.

Dengan perlahan, pemuda itu membersihkan lututnya yang membuat Biru harus menahan ringisannya dalam-dalam.

"Sakit bilang aja."

Sontak Biru memandang wajah tampan yang tengah fokus pada lututnya. "Aa!" pekiknya saat tangan dia menekan lukanya dengan tisu basah. "Jangan kasar-kasar bisa, nggak?"

"Hm ... "

Setelah selesai, dia meneteskan sedikit obat merah dan menutupnya dengan plester motif dari saku.

"Makasih," ucap Biru ketika pemuda itu sedang memasukkan bungkusan tisu basah dan obat merahnya kembali ke dalam tas. Anggukan membalasnya. Tak lama, dia beranjak berniat langsung pergi.

"Tunggu!"

Langkahnya terhenti dan berbalik memandang Biru yang masih duduk di trotoar dengan senyuman.

"Boleh minta nomor handphone-nya, nggak?"

Lantas pemuda itu memandangnya datar. "Nggak!" Dia berbalik melenggang pergi begitu saja menuju motornya tanpa mengindahkan Biru yang memajukan bibirnya sebal.

LautanWhere stories live. Discover now