22. Rubah dan Koala

594 110 2
                                    

"Lingkaran merupakan tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap suatu titik tertentu dalam bidang datar," papar Nebula sambil memandang dalam netra cokelat gelap milik Biru yang sedang gugup memperhatikannya. "Ada dua hal penting yang harus lo pahami di persamaan lingkaran, yakni jari-jari dan pusat lingkaran." Tatapannya kemudian teralih pada buku yang ada di meja ruang tamu rumah Biru.

"Jika pusatnya (0,0) dan jari-jari itu r, maka bentuk persamaannya x² + y² = r²," tulis pemuda itu pada kertas kosong. "Jika pusatnya (a,b) dan jari-jari itu r, maka bentuk persamaannya (x - a)² + (y - b)² = r². Dan bla ... bla ... bla."

Biru kehilangan fokus untuk menyeimbangi penjelasan Nebula yang menurutnya membosankan. Gadis itu menahan diri untuk tidak menenggelamkan wajahnya ke lipatan tangan di meja ruang tamu. Melihat sisi wajah Nebula yang masih ada lebam, membuat Biru teringat pada kejadian sepulang sekolah tadi.

Rencananya, ia akan secepat mungkin kabur dari jangkauan Nebula begitu bel berbunyi. Namun keberuntungan agaknya sedang tak lagi berpihak padanya, insting Nebula jauh lebih baik. Pemuda itu langsung menyeret ujung tasnya, macam mengangkat pundak anak kucing yang baru saja terjebur got di depan murid SMA Dermaga. Membuat Biru ingin sekali melenyapkan eksistensinya dari dunia. Lalu mereka pergi ke rumah Biru dengan mobil Nebula.

Ketika sampai rumah, Biru rasanya ingin sekali mengadukan Nebula dan menangis pada Samudra. Namun sialnya, Samudra akan pulang terlambat karena kerja kelompok di rumah temannya sampai malam.

Brakk

Dengan sangat tiba-tiba, Nebula menggebrak meja ruang tamu yang beruntung terbuat dari kayu, jika itu kaca, sudah dipastikan akan retak. Tentu Biru tersentak kecil dan mengerjapkan matanya sejenak. Melihat tatapan tajam Nebula, gadis itu menelan saliva dengan jantung yang berpacu.

"ULANGIN PENJELASAN GUE TADI!"

Biru meringis kecil sambil menggigit bibir bawah. Sumpah demi apapun itu, Nebula terlihat lebih galak dan menyeramkan. "Li-Lingkaran it-tu, eee ... " Jari jemari gadis itu mulai mendingin. "adalah ... bulat! Ya ... bulat, hehe," lanjutnya di akhiri dengan kekehan kaku yang tampak konyol. Biru tahu dirinya salah dan nampak bodoh, ia hanya bisa menggigit bibir bawahnya menyalurkan segala rasa malu juga takut di saat bersamaan.

Tanpa di duga, Nebula mencondongkan badannya ke arah Biru, membuat wajahnya hanya beberapa senti dari wajah gadis itu yang mulai sedikit mundur kaku. Tatapan mengintimidasi miliknya membuat Biru sangat tertekan dengan jantung berdebar takut, kedekatan mereka hampir membuatnya tak bisa bernapas dengan benar.

"Lo ngerti nggak sih? Gimana rasanya seorang guru capek-capek ngejelasin ilmu ke muridnya, tapi muridnya ini nggak paham karena NGGAK MERHATIIN dengan baik?" ucap pemuda itu dengan suara beratnya dan tatapan tajam yang masih bertahan. "Lo bukan anak SD lagi, Sabiru! Lo harus belajar dewasa!"

Pemikirannya terbuka, raut wajah gadis itu melunak. Ia menurunkan pandangan, menunduk seraya bergerak mundur dengan kaku, menjauh dari kukungan Nebula yang dingin. "Ma-Maaf ... " lirihnya. Plis jangan nangis, plis jangan cengeng, batinnya saat merasa lingkaran matanya terasa memanas.

Pemuda yang kini tak sedang memakai bandana itu kembali menegakkan badan sambil menutup kelopak mata, mengusap kasar wajahnya dengan gusar, lalu menghela napas kasar.

"Perhatiin penjelasan gue bener-bener dan kerjain soal latihan yang gue kasih nanti. Kalau satu soal bener, gue kasih permen, tapi kalau salah, gue bakal kasih satu coretan di muka lo."

Mendengar hal itu, mendadak air matanya tak jadi keluar dan kembali tertarik masuk. Biru mengangkat kepala, menatap sisi wajah Nebula yang suram tak percaya. "Gue bukan anak kecil," bantah Biru dengan suara pelan ditengah keheningan.

LautanWhere stories live. Discover now