"Lu ngancem gue? Ouhhh.... Takut.." Ujar Bianca berpura-pura takut dengan ancaman Aurel.

"Gue ga main-main ya, kak"

"Kenapa? Lu takut sama gue?" Bianca mengikis jarak antara ia dan Aurel.

Aurel meneguk salivanya susah payah. Demi apapun ia benar-benar takut sekarang. Jika satu lawan satu, mungkin Aurel berani melawan. Tapi masalahnya, Bianca mainnya keroyokan. Bukan apa-apa, Aurel hanya takut jika Bianca nekat mencelakai dirinya.

"Lu ada masalah apa sama gue? Perasaan gue ga pernah nyenggol lu, kak. Gue juga ga pernah ngusik kehidupan lu. Terus kenapa, lu malah gangguin gue?" Dengan sisa keberanian yang ada, Aurel pun bertanya pada Bianca.

"Lu masih tanya salah lu apa? Lu ga sadar kalau lu udah melakukan kesalahan yang sangat fatal, hah? Ga sadar? Atau emang lu yang gatau diri?" Bianca menatap Aurel sinis.

Aurel menggelengkan kepalanya. "Gue ga ngerti, maksud lu apa? Gue salah apa, kak?"

Bianca melirik ke arah Vanya, seolah berkata "Jelasin". Vanya yang peka dengan isyarat gadis itupun mengangguk dan membuka suaranya.

"Lu emang ga pernah ngusik Bianca, tapi lu udah buat masalah besar dengan cara ngerebut Vano dari dia!" Teriak Vanya yang membuat telinga Aurel berdengung.

"Apa? Ngerebut? Gue ga salah dengerkan?" Tanya Aurel yang terkesan mengejek. "Ngerebut dari mananya? Gue ga pernah ngerebut kak Vano dari siapapun! Dia sendiri yang datang ke gue dan minta gue untuk jadi pacarnya. Terus salah gue dimana?"

Amora menarik kuat rambut Aurel, yang mampu membuat gadis itu mendongak dan merintih kesakitan. "Salah lu karena lu mau nerima Vano sebagai pacarnya!"

"Lu tau, gue udah lama suka sama Vano. Harusnya gue yang jadi cewenya, Vano. Bukan lu. Cewe gatau diri yang dengan seenaknya rebut Vano dari gue." Bianca mencengkram kuat dagu Aurel, yang membuatnya kesulitan bernafas.

Merasa terancam, Aurel pun menginjak kaki Bianca agar cengkraman nya terlepas. Setelah Bianca melepas cengkraman pada dagunya. Aurel pun menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Aurel mencoba mengatur nafasnya agar lebih tenang. Ia menatap angkuh pada sosok di hadapannya. "Gue yang ngerebut atau lu yang ga bisa dapetin kak, Vano?"

"Sialan, lu berani sama gue?" Teriak Bianca tersulut emosi. Tanpa babibu, gadis itu menyiram seragam Aurel dengan kuah cabai yang dibawanya. Hal itu sontak membuat Aurel tertegun, untung saja kuah itu tidak mengenai matanya.

Aurel menatap Bianca tajam. "Maksud lu apa siram-siram baju gue pake kuah cabai? Lu kira ga panas apa?"

"Itu ga seberapa sama apa yang udah lu lakuin ke gue. Lu udah rebut orang yang gue sayang. Dan lu pantas dapetin ini semua." Bianca menjambak rambut dan membuka paksa mulut Aurel.

"Masukin ke mulut dia!" Bianca menyuruh Amora untuk menyuapkan sesendok sambal pada mulut Aurel. Setelah itu ia memaksa Aurel untuk meminum jus cabai yang juga sudah disiapkannya.

Aurel sampai tersedak hingga mengeluarkan air mata. Lidahnya terasa terbakar. Telinganya panas seperti mengeluarkan api. Ia sangat tersiksa akibat ulah bar-bar Bianca.

Melihat Aurel yang tersiksa membuat Bianca dan antek-anteknya tertawa puas. Mereka sangat puas membully Aurel.

Amora dan Vanya melepas cengkraman mereka dari lengan Aurel.  Melihat badan Aurel yang sedikit oleng membuat Bianca dengan sengaja mendorong tubuh Aurel hingga menghantam tembok.

Strong Girl Michella (END) Where stories live. Discover now