24. Jevan Jealous

4 4 0
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Dahnia masih diam di halte depan sekolah dengan wajah lesu.

Dahlia sudah pulang bersama Aldina. Christy juga sudah dijemput oleh abangnya. Tinggal dirinya sendiri yang masih menunggu di halte itu. Entah menunggu siapa, karena setelah keluar dari gerbang sekolah, saat Dahnia hendak memesan ojek online melalui ponselnya, dia baru menyadari bahwa paket kuotanya sudah habis tadi malam. Sekarang, gadis itu bingung bagaimana caranya pulang.

"Woy, ngapain lo masih di sini? Belum dijemput?" tiba-tiba suara seseorang menginterupsinya. Membuat Dahnia yang tadi tengah menunduk langsung mengangkat kepalanya.

"Jevan?"

Ya, itu suara Jevan. Cowok itu baru keluar dari gerbang sekolah dengan sepedanya yang ia tuntun.

"Kenapa sepedanya gak dinaikin?" tanya Dahnia.

Jevan membuang napas kasar sambil menatap malang ban sepedanya yang kempes. "Dikempesin bannya. Gak tau sama siapa," jawabnya dengan wajah kesal yang begitu kentara.

Dahnia membelalak. "Wah jail banget sih. Kelakuan siapa nih?" Dahnia ikut kesal mendengarnya. Dia memang paling tidak suka dengan murid-murid jail seperti itu. Kurang kerjaan sekali, menyusahkan orang lain pula. Benar-benar menjengkelkan.

Jevan mengangkat pundaknya. Dari tadi ia sudah mengumpat di parkiran entah berapa kali. Dan sekarang ia hanya pasrah saja membawa sepedanya yang kempes itu. Lagipula, sebelumnya Jevan juga sudah pernah dijaili seperti ini.

"Kelakuan anak-anak yang kerjaannya nyusahin orang. Sialan banget. Tuh tangan dipakai buat hal yang bermanfaat aja gak bisa apa? Malah kempesin ban sepeda orang. Kalau sampai ketemu orang yang kempesin, gue kempesin balik tuh kepalanya," oceh Jevan dengan emosi yang menggebu-gebu.

Dahnia yang tadinya ikut emosi, sekarang malah tertawa mendengar ocehan Jevan. Ada-ada saja pacarnya itu. Jevan kalau sedang kesal begitu jadi terlihat menggemaskan.

"Lo belum jawab pertanyaan gue. Kenapa lo masih di sini?" ulang Jevan.

"Oh itu, gue gak dijemput, soalnya mobilnya lagi di bengkel. Dahlia udah pulang bareng Aldina. Terus tadi gue mau pesen ojol, eh lupa ternyata kuota gue habis. Jadi kebingungan gue di sini dari tadi," jelas Dahnia yang setelah selesai dengan kalimatnya langsung dijawab anggukan oleh Jevan.

Lalu tiba-tiba saja matanya berbinar sambil menatap Jevan. Dahnia bangkit dari duduknya dan mendekat pada cowok itu.

"Kita jalan bareng yuk sampai depan sana! Gue dari tadi mau jalan, cuma malu aja kalau sendirian," ajaknya antusias.

"Ayo. Nanti gue kompa sepeda dulu di bengkel depan, terus gue antar lo pulang," ujar Jevan yang sudah kembali berjalan, diikuti oleh Dahnia yang ikut berjalan di sampingnya.

"Ih gak usah. Rumah lo sama rumah gue jauh, lo nanti capek," tolak Dahnia. Merasa tidak enak jika Jevan harus mengantarnya sampai rumah, apalagi memakai sepeda, pasti akan membuat cowok itu kelelahan.

"Gak papa. Nanti gue sambil mau mampir ke rumah kak Jessi," ujar Jevan.

Dahnia terkadang masih belum percaya bahwa Jevan itu sepupuan dengan tetangganya yang bernama Jessi. Karena sejak kecil Dahnia mengenal Jessi, tidak pernah tahu bahwa Jessi punya sepupu bernama Jevan.

"Oh yaudah kalau gitu. Makasih ya," kata Dahnia sambil tersenyum manis.

Jevan juga membalasnya dengan senyuman. "Iya sama-sama."

Keduanya berjalan sambil berbincang-bincang. Jevan dan Dahnia itu sama-sama banyak bicara. Meskipun jarak antara halte tadi dengan bengkel yang Jevan tuju lumayan jauh, jadi tidak terasa membosankan karena mereka sibuk mengobrol. Apa saja mereka bahas. Mulai dari kejadian-kejadian lucu di kelas, tentang adik-adik kelas yang semakin hari semakin terlihat tidak sopan pada kakak kelas, dan terkadang mereka juga membahas tentang guru-guru yang memiliki karakter yang unik. Pokoknya pembahasan mereka tidak ada habis-habisnya. Selalu ada saja bahan obrolan.

RIVAL Onde histórias criam vida. Descubra agora