12. Rencana

62 16 0
                                    

Setelah aksi kejar-kejaran tadi, Dahnia yang sudah puas memukuli Jevan akhirnya memilih rebahan di atas rumput hijau di taman itu, sementara Jevan kini duduk di samping Dahnia sambil mengusap-usap lengannya yang masih terasa nyeri karena pukulan Dahnia.

"Sakit woy! Lo mukulnya kenceng banget sih," gerutu Jevan dengan kesal, bagaimana tidak kesal, Dahnia memukulinya sangat-sangat tidak berperasaan, seakan orang yang sedang melampiaskan kemarahannya.

Dahnia terkikik pelan di tempatnya, lantas ia duduk dan menarik lengan Jevan. "Hehehe, maaf ya Je, habisnya lo nyebelin sih, jadi sekalian gue aja gue lampiasin keselnya gue selama ini ke lo," ujar Dahnia sambil mengelus pelan lengan Jevan. Kasihan juga Jevan, gara-gara dipukuli Dahnia, lengannya itu jadi merah-merah.

"Memangnya selama ini gue nyebelin banget ya?" tanya Jevan.

"Ya iya lah! Lo tuh nyebelin, pakai banget. Lo satu-satunya orang yang paling nyebelin bagi gue di kelas," ujar Dahnia dengan wajah yang mengekspresikan kekesalannya pada anak lelaki di sampingnya ini.

Jevan malah tertawa pelan. "Kalau nggak nyebelin nggak seru, apalagi nyebelinnya ke lo, sehari aja gue gak jailin lo rasanya tuh kayak ada yang kurang gitu," ujar Jevan yang membuat Dahnia cemberut kesal.

"Pengen banget lo gue pukulin lagi Je, tapi gue masih punya perasaan sih. Kalau aja nggak, ni badan lo udah gue bikin babak belur kali."

"Kalau guenya ngelawan, lo lebih babak belur dari gue," timpal Jevan yang langsung membuat Dahnia terdiam.

"Yaudah ini jadi belajar nggak?" tanya Dahnia mengalihkan pembicaraan.

"Jadi lah," jawab Jevan, ia membuka tas ransel yang dibawanya lalu mengeluarkan dua buku materi dari dalam tas tersebut, serta menyerahkan salah satu buku yang ia keluarkan itu pada Dahnia.

"Nih, kalau ada yang nggak paham, tanya gue aja," ujar Jevan seraya menyerahkan buku itu pada gadis di sampingnya.

Dahnia berdecih mendengar ucapan Jevan barusan, apa tadi katanya? Tanyakan saja jika ada yang tidak paham? Dahnia mana mau, dia bahkan lebih baik tidak paham atau mencari penjelasan lain dari pada harus bertanya pada Jevan.

Sambil menerima buku yang diserahkan Jevan, Dahnia menatap lelaki itu dengan tatapan malas.

"Dih, lo pikir gue bego? Gue bisa paham kali, jangan remehin gue!" ujar Dahnia.

Jevan hanya memutar bola matanya. "Ya kan siapa tahu aja, kalau paham yaudah," ujar cowok itu dan memilih melanjutkan kegiatan membacanya dari pada terus berdebat dengan Dahnia, yang ada nanti tidak jadi pula belajarnya.

•••

Seusai pulang dari taman sekitar jam 12 siang, Dahnia merebahkan tubuhnya di atas kasur kamar, menatap langit-langit kamarnya, namun pikirannya itu tertuju pada lelaki bernama Jevan yang menemaninya hari ini.

Setelah mengantar dirinya pulang tadi, Jevan pun langsung pamitan pulang. Entah akan pulang ke rumah atau ke mana, intinya Jevan setelah mengantar dari Dahnia langsung pamit pergi.

Dahnia jadi kepikiran, dari kemarin lelaki itu bilang kalau dia malas pulang ke rumah, kira-kira ada masalah apakah Jevan dengan keluarganya sampai lelaki itu tidak betah berada di rumahnya sendiri? Namun setelah pusing memikirkan, Dahnia menghela napas panjang, dan menggelengkan kepalanya berkali-kali.

"Gue ngapain anjir mikirin si Jeje, gak ada kerjaan banget," ujar Dahnia yang tersadar telah terlalu berlebihan memikirkan masalah Jevan. Setelah itu ia memilih meraih ponselnya di saku celana, namun ketika hendak memainkan ponselnya, seruan seseorang mengalihkan atensinya.

RIVAL Where stories live. Discover now