22. Percaya

5 5 0
                                    

Sehabis diceramahi Ragil gara-gara dirinya genit pada siswi yang tidak sengaja ia tabrak, Jevan mengalihkan obrolan karena sudah malas mendengarkan ocehan Ragil lebih panjang. Jevan ceritakan soal omongan Yura yang bilang pada Dahnia dan kawan-kawannya bahwa Eric berniat mengajak Dahnia balikan.

Sekarang Jevan terlihat seperti anak kecil yang tengah mengadu pada kakaknya.

"Masa waktu dengar si Eric mau ngajak balikan, si Dahnianya malah kelihatan biasa aja, kan ngeselin," jelas Jevan dengan raut wajahnya yang terlihat kesal saat mengingat kejadian di kelasnya tadi.

"Dahnia sengaja kali kayak gitu, biar lo kesal. Kan dia masih marah sama lo gara-gara wallpaper lo itu," ucap Ragil.

Jevan berdecak kesal. Harusnya Dahnia percaya pada penjelasannya, agar masalahnya tidak semakin rumit. Tapi gadis itu malah seperti mengabaikan penjelasan Jevan.

"Udahlah, menurut gue, lo tunggu si Arin masuk aja, terus tanyain ke dia," usul Ragil.

"Gimana kalau dia gak mau jawab pertanyaan gue? Kemarin gue udah coba chat dia, dan cuma dia read doang sama dia. Gimana kalau dia juga gak mau ngasih kejelasan apa-apa ke gue? Makin lama dong gue marahannya sama Dahnia," resah Jevan yang membuat Ragil ikut bingung memikirkannya.

"Lucu lo Je," kata Ragil random.

"Iya gue tau. Selain ganteng, gue juga lucu dan menggemaskan," balas Jevan yang malah memuji dirinya sendiri, membuat Ragil berdecak kesal.

"Bukan lucu begitu maksud gue! Lo lucu, dulu kayak yang musuhan banget sama Dahnia, sekarang malah bucin begini," jelas Ragil sambil tertawa meledek.

Jevan terdiam mendengar penuturan Ragil. Dia baru sadar, mengapa ia jadi sebucin ini sama Dahnia sekarang?

Benar juga. Kenapa gue segininya ya mikirin si Dahnia? Batin Jevan.

Jevan berdehem pelan. "Gak bucin kok. Gue cuma merasa bersalah aja," elaknya.

"Terserah. Yang jelas sekarang lo gak mau Dahnia marah sama lo, padahal dulu bikin Dahnia marah udah jadi kebiasaan lo setiap hari, dan dulu lo senang kalau berhasil bikin dia marah, tapi lihat sekarang, lo bikin dia marah dan malah uring-uringan begini," ujar Ragil.

"Ya kan beda Gil. Marahnya beda. Dan lo tau sekarang gue pacar Dahnia. Mana mungkin gue happy saat pacar gue marah sama gue. Kecuali kalau gue bercanda terus sengaja bikin dia marah, baru gue senang kalau berhasil."

Ragil terlihat menghela napas kasar sesaat sebelum ia kembali membuka suara.

"Gue yang mungkin bisa disebut sebagai sahabat yang paling dekat sama lo aja gak pernah sadar kapan lo jatuh cinta ke Dahnia, gue cuma sedikit gak percaya kalau kalian bisa saling suka dengan waktu sesingkat itu. Bahkan lo gak pernah cerita apapun ke gue tentang ketertarikan lo ke Dahnia."

"Tapi yaudah lah, mungkin lo gengsi buat cerita sama gue kalau lo suka sama Dahnia," lanjut Ragil lantas berjalan lebih dulu meninggalkan Jevan.

Jevan tertegun mendengar ucapan Ragil. Takut kalau-kalau sahabatnya itu sadar bahwa Jevan dan Dahnia memang tidak pernah jadian atas dasar cinta. Hanya karena terpaksa, baik dari pihak Jevan maupun Dahnia.

Namun setelahnya ia memilih berlari menyusul Ragil yang sudah hampir sampai ke kelas, meskipun dalam hati ia sedikit tidak tenang, takut kalau Ragil bisa mengerti awal dan alasan mengapa Jevan bisa berpacaran dengan Dahnia.

•••

Dua jam pelajaran sebelum waktu istirahat, kelas sembilan B mendapat jam kosong, karena bu Arini--guru prakarya mereka berhalangan untuk hadir hari ini.

RIVAL Where stories live. Discover now