14. Sakit

76 18 5
                                    

Selasa pagi SMP Tunas Harapan mulai dipenuhi kembali siswa-siswi yang mulai berdatangan. Setelah libur di hari Sabtu, Minggu, disambung tanggal merah di hari Seninnya, hari ini mereka harus sudah kembali masuk sekolah seperti biasa.

Hari ini Dahnia datang tidak terlalu pagi, gadis itu santai saja berjalan di koridor menuju kelasnya.

Ketika sampai di ruangan kelasnya, dilihatnya banyak teman-temannya yang sudah berangkat. Salah satunya ada yang bermain ponsel di belakang kelas, mengobrol, dan ada pula teman-temannya yang mendapat bagian piket hari ini sedang membersihkan kelas.

Dahnia masuk lalu duduk di bangkunya. Christy sudah lebih dulu berangkat, buktinya tas milik teman sebangkunya itu sudah tersimpan di kursi sebelah Dahnia, namun ntah sedang ke mana gadis itu, hanya tasnya saja yang ada di dalam kelas.

Dahnia menyenderkan punggungnya dengan bosan, ia menopang dagu dengan wajah tak bersemangat. Namun tak sengaja, matanya itu melirik Jevan yang terlihat lemas dengan wajah pucat di bangkunya.

Dahnia berdiri dan menghampiri bangku lelaki itu, lalu duduk di bangku sebelahnya, atau lebih tepatnya bangku milik Ragil yang kini pemiliknya tengah nongkrong di luar kelas.

"Je, muka lo pucat, lo sakit ya?" tanya Dahnia setelah mendudukan tubuhnya di sebelah Jevan. Tak ada balasan dari lelaki itu, dia malah menenggelamkan wajahnya di atas lipatan tangannya.

"Je ish! Gue tanyain juga," geram Dahnia lalu menarik lengan lelaki itu agar tak lagi menenggelamkan wajahnya. Bukan kerena apa-apa Dahnia terlihat sepeduli itu pada Jevan, tapi Dahnia itu seorang ketua PMR yang akan sangat peduli ketika melihat orang yang sedang sakit. Kalau Jevan tidak terlihat sakit begini, Dahnia juga tidak akan peduli walaupun dia pacarnya.

"Gue gak kenapa-napa kok," jawab Jevan lirih.

Dahnia tentu tidak akan percaya, dengan wajah yang sangat pucat begitu, Jevan masih bilang kalau dirinya tidak kenapa-napa? Dahnia tidak sebodoh itu untuk mempercayainya.

Dahnia berdecak, lalu matanya yang sedari tadi memperhatikan wajah pucat Jevan itu kini turun ke tangan Jevan yang tengah memegang perutnya seperti menahan sakit.

"Lo belum sarapan? Atau sakit perut?" tanya Dahnia, dan lagi-lagi tidak dibalas apapun oleh Jevan.

Dahnia membulatkan mata, teringat sesuatu yang berkaitan dengan Jevan. Ya! Kemarin kan Jevan memakan bakso pedas miliknya. Dahnia yakin, pasti Jevan sakit perut karena memakan makanan super pedas itu. Dahnia sangat merasa bersalah sekarang.

Dahnia meringkuh bahu Jevan, membuat lelaki itu sedikit terkejut.

"Lo ke UKS sekarang ya? Gue temani," ujar Dahnia, namun Jevan malah menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Gue mau di kelas aja, jam pertama pelajaran bahasa Indonesia, mau ulangan harian kan? Gue gak mau susulan," tolak Jevan yang langsung membuat Dahnia geleng-geleng kepala. Cowok itu sedang sakit saja masih memikirkan pelajaran.

"Gak ada penolakan! Lo sakit, dan itu gara-gara gue. Ayo ke UKS, wajah lo udah pucat banget Je," ujar Dahnia yang semakin khawatir.

"Gara-gara lo gimana? Ini gak ada hubungannya sama lo," ujar Jevan mengerutkan dahinya bingung. Namun Dahnia yang sudah keburu khawatir menarik Jevan paksa untuk pergi ke UKS dengannya. Akhirnya Jevan pun hanya bisa pasrah dan mengikuti langkah gadis itu. Untuk sekarang dia tidak bisa melawan, tubuhnya tidak cukup energi untuk melawan Dahnia.

RIVAL Where stories live. Discover now