Kesakitan Hernandez

2.1K 128 4
                                    

Di vote dulu we. Abis itu follow aku ya, bila perlu dishare. Maaf, ngelunjak dikit.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Zevana masih berteduh di ruko yang sudah tutup itu. Karena hujan yang tadinya gerimis malah semakin deras, dia hanya bisa berteduh di sana. Ada beberapa orang juga yang ikut berteduh, terutama yang menggunakan motor. Mereka berteduh untuk memakai jas hujan terlebih dahulu.

Orang-orang yang melihat Zevana duduk dengan memeluk lututnya seperti itu, merasa sedih. Terlihat jelas tatapan terluka itu. Mungkin anak itu sedang banyak masalah pikir mereka.

"Abang, Ze rinduu. Kenapa Bang Vano gak ngajak Ze jugak," gumam Zevana. Ia menatap hujan deras itu, dan menikmati suaranya. Menurut Zevana, suara hujan cukup menenangkan.

"Ze pengen ikut Abang." Zevana menggosok-gosok lengannya karena rasanya cukup dingin. Mungkin setelah ini Zevana ingin membeli hodie dan beberapa stel pakaian. Zevana benar-benar ingin menghindari orang-orang itu.

Mata Zevana melebar ketika 10 orang memakai pakaian serba hitam terlihat seperti mencari seseorang. Dia yakin itu pasti suruhan Ayahnya. Sontak Zevana berjalan mundur dan menorobos orang-orang yang sedang meneduh.

"Eh Dek, masih hujan. Nanti aja," tegur salah satu ibu-ibu yang ikut meneduh.

"Gak Buk, Saya buru-buru," balas Zevana sopan. Dia semakin was-was melihat bodyguard-bodyguard ayahnya.

Zevana berlari meninggalkan ruko itu menjauh, dia mencari tempat yang lebih aman lagi untuk bersembunyi. Jantungnya berdetak kencang karena ketakutan, takut tertangkap. Bisa habis dia kalau tertangkap.

Sedangkan di sisi lain. Bodyguard-bodyguard Hernandez masih sibuk mencari. Mereka memutuskan bertanya pada orang-orang yang sedang berteduh.

"Permisi. Kami mau nanya, tadi apakah kalian melihat anak perempuan pakai baju kaos putih tangan panjang, terus celana hitam selutut. Rambutnya digerai. Lihat tidak?" Salah satu bodyguard menjelaskan ciri-ciri Zevana.

"Ini fotonya." Temannya menunjukkan foto Zevana.

"Oh, tadi saya lihat anak itu lari kesana," ucap salah satu pria menunjuk ke arah kanan.

"Anak itu bilang dia buru-buru," tukas lagi salah satu ibu-ibu yang tadi sempat berbicara kepada Zevana.

"Kalau begitu, terimakasih." Mereka langsung berlari mengikuti arah yang ditunjuk pria tadi. Semoga saja Zevana belum jauh, pikir mereka.

Zevana terus berlari menjauh dari kejaran para bodyguard itu. Akhirnya dia berhenti di depan toko baju. Pas sekali, Zevana ingin membeli baju. Dia sudah basah kuyup.

Zevana membeli beberapa hodie oversize untuknya. Lalu beberapa sweater dan celana. Tak lupa dia membeli pakaian dalam. Dia langsung mengganti bajunya dan membungkus baju yang basah itu ke dalam plastik.

Untung saja hujan sudah reda, Zevana menutuskan untuk mencari kost-kostsan sementara. Dia tidak yakin kalau persembunyiannya bisa bertahan lama. Tapi semoga saja begitu, Zevana tidak ingin kembali ke mansion biadab itu. Dan untuk masalah sekolahnya, dia belum memikirkannya. Zevana akan memikirkannya nanti.
.
.
.

PRANG.

Kekacauan kembali terjadi di mansion Hernandez. Para lelaki Hernandez mengamuk. Alfeno berkali-kali memukul dinding untuk melampiaskan emosinya. Faris dan Alano memecahkan kaca di dalam kamar mereka masing-masing. Sedangkan Damarion membanting semua apa yang ada di hadapannya.

Mereka semua terlihat kacau. Tidak ada yang bisa dikatakan baik-baik saja di sini. Untuk pertama kalinya Damarion menangis setelah sekian lama hanya karena anak perempuannya.

Tidak tidak. Mereka semua menangis untuk pertama kalinya setelah sekian lama, kecuali Alfeno. Hernandez benar-benar terlihat lemah kali ini, bukan Hernandez seperti biasanya.

Yang biasanya hanya menampilkan ekspresi dingin dan datar. Tapi kali ini mereka menangis. Para pekerja rumah sampai terkejut, mereka benar-benar tidak percaya. Apakah itu tuan mereka? Sepertinya kiamat sudah dekat, pikir mereka.

Al Queenzee dan Zara hanya terdiam. Tapi mereka menitikkan air mata, rasanya sangat sesak. Bagaimana cara menghilangkan rasa sesak itu?

"Bisa-bisanya dia berpikiran seperti itu!" Damarion berteriak. "Kenapa dia tidak mengerti? Aku hanya ingin melindunginnya! HARUSNYA DIA MENGERTI!"

BUGH.

Alfeno yang geram, lantas memukul wajah Damarion. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan ayahnya ini. Kenapa dia mempunyai ayah tolol seperti Damarion.

"BODOH! Daddy adalah Ayah terbodoh yang aku punya! Bukan begitu cara melindungi! kau malah semakin menyakitinya BODOH!" Maki Alfeno yang sudah sangat emosi.

"Kau tidak mengerti Alfeno. Kau mungkin akan melakukan hal yang sama seperti yang Daddy lakukan. Daddy juga terluka, selama bertahun-tahun." Damarion berucap dengan suara parau. Tatapan itu jelas tatapan terluka, tatapan yang tidak pernah dia perlihatkan ke siapapun.

"Dengan berpura-pura tidak menyayanginya? Mengabaikannya? Dan sekarang kau selalu menghukumnya. BEGITU MAKSUDMU? IYA?! JAWAB DADDY!" Alfeno mendekati Damarion dan mencengkram kerah baju Damarion dengan kedua tangannya. Persetan dengan dengan kata hormat. Alfeno berusaha membuang rasa hormatnya kepada orang tuanya untuk saat ini.

"Sejak kapan Daddy jadi sebodoh ini? Daddy yang aku kenal tidak BODOH seperti ini!" Alfeno menghempaskan Damarion.

"Bertahun-tahun Dad. Kau mengabaikannya selama bertahun-tahun. Oh ralat, kalian mengabaikannya selama bertahun-tahun. Selama itu tidak ada yang memberitau kami berdua? Keterlaluan!" Zara ikut bersuara, emosinya juga sama seperti Alfeno.

"Kalau kau sayang padanya, bukan seperti itu caranya Daddy ...." Zara meluruh kelantai.

"Itu sama saja dengan membunuhnya secara perlahan," lanjut Zara lirih.

"Kami tidak memberitahu kalian karena kami hanya tidak ingin kalian ikut terluka Zara, Feno. Tolong mengertilah."

Itu untuk pertama kalinya Al Queenzee berucap lirih. Kemana nada bicara dingin itu?

"APA YANG HARUS KAMI MENGERTI KAK?!"

"GARA-GARA KALIAN! GARA-GARA KALIAN AKU JUGA IKUT MENGABAIKAN ADIKKU. Kau kira aku tidak merasakan sakit? Disini sakit Kak, tapi egoku terlalu tinggi." Zara memegang dadanya terasa sesak. Al Queenzee memalingkan wajahnya.

"Kami lebih merasakan sakit Zara! Bahkan kami merasakan ketakutan setiap harinya. Kau tidak mengerti dengan apa yang kami rasakan!" ucap Faris.

"Terkadang Daddy, Mommy, serta Alano hilang kendali. Itu karena kami takut dia kenapa-napa. Ketakutan itu semakin hari semakin bertambah, sampai kami berakhir menyakitinya." Faris berucap lirih di akhir kalimatnya.

"Kalian tidak tau rasanya ketika dia pulang telat sedikit saja. Itu sebabnya aku menghukumnya, agar dia tidak mengulangi kesalahan yang sama." Nada bicara Alano tidak jauh beda dengan Faris.

Saat ini mereka semua merasakan hal yang sama. Ketakutan yang sama setelah Damarion memberitahu kebenarannya. Bagaimana kalau sesuatu hal terjadi kepada Zevana? Mereka tidak akan memaafkan diri mereka sendiri.

"Sekarang dia kabur. Lalu kita harus bagaimana?"

Bersambung........

This About Zevana | EndTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon