Sehan Finanda.

2.1K 144 0
                                    


Di sebuah ruangan dengan cahaya remang-remang. Seorang pria melihat layar handphonennya dengan seringaian kecil di bibirnya.

Terlihat di layar kaca, seorang gadis kecil yang memeluk seorang pria dengan erat. Gadis di layar itu adalah Zevana yang sedang memeluk heru. Video itu direkam oleh suruhannya yang menyamar sebagai maid di mansion Hernandez.

"Zevana ya?"

Dia menyeringai semakin lebar. "Tunggu kehancuranmu Damarion Hernandez."

Setelah menutup layar handphonennya, dia menelpon seseorang. "Daftarkan aku ke SMK Medan Team, besok aku akan bersekolah di sana."

"Baik tuan."

Tuuut tuut.

Setelah menelphone bawahannya, dia menjatuhkan tubuhnya ke kasur.

"Cantik."
.
.
.

Pagi ini Zevana berangkat bersama Sabiru. Mereka sudah janjian sejak malam. Zevana senang karena Sabiru menjemputnya pagi ini, senyumannya pun tidak luntur.

Sesampainya di SMK Medan Team, Zevana turun lalu memberikan helm kepada Sabiru. Sabiru menerimannya dengan senyuman manis.

"Belajar yang bener. Nanti kalau Aria rangking satu, Abang bawa jalan-jalan ya," ucap Sabiru.

"Siap boss."

Zevana bergaya hormat. "Abang jugak, belajar yang bener. Biar calon suami Ze nanti pinter. Ups." Zevana keceplosan. Seketika wajahnya memerah menahan malu. Dia pun menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Sabiru sedikit membungkuk guna menyamakan tingginya dengan Zevana. "Hahaha, iya iya calon istri Abi yang imut," ucap Sabiru sambil mengacak-ngacak rambut Zevana.

"Iiih, Abang jangan ketawa. Ze deg degan tau." Wajah Zevana semakin memerah. "Dah ya, Ze masuk dulu. Dada Abang Biru." Zevana dengan cepat memasuki gerbang sekolah sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah Sabiru.

Sabiru yang melihat itu semakin tergelak. "Uh, kenapa dia sangat menggemaskan? Aku jadi semakin jatuh cinta," ucapnya.

Sabiru lalu menaiki motornya dan melaju menuju gedung sekolahnya yang ada di sebelah gedung sekolah Zevana.
.
.
.

Brugh.

Karena terlampau senang akibat perlakuan Sabiru pada Zevana. Dia tak sengaja menabrak seorang pria gara-gara tidak memperhatikan jalan. Bukannya pria itu yang terjatuh tapi malah Zevana yang terjatuh.

Zevana mendongak dan tanpa sadar bersitatap dengan netra coklat milik pria itu. Tatapannya begitu tajam.

"Aduh. Maaf Bang. Ze gak sengaja, Ze benar-benar minta maaf." Zevana langsung bangkit lalu meminta maaf kepada pria itu.

"Maafmu tidak saya terima," ucap pria itu datar.

"Loh kok gitu," ucap Zevana cemberut.

Lalu dia mendekat ke arah Zevana dan berbisik di telinga kanan Zevana. "Kecuali kalau kau menjadi pacarku," bisiknya membuat bulu kuduk Zevana merinding.

"Pacar? Gak lah, Ze mana mau. Gila ya," ucap Zevana tidak terima. Seenaknya saja pria di depannya ini menyuruh Zevana untuk menjadi pacarnya. Bahkan Zevana saja tidak tahu nama pria ini.

"Tidak ada penolakan sayang. Kau akan tetap menjadi pacarku, dengan atau tanpa persetujuanmu," perintah pria itu dengan seenaknya.

"Ingat namaku ini, Sehan Finanda Bramasta. Sekarang kau milikku, you are mine." bisik pria itu lagi di telinga Zevana.

"Pokoknya Ze gak mau! Titik gak pakek koma."

Setelah mengucapkan itu, Zevana pergi meninggalkan pria itu begitu saja. Sehan tersenyum smirk kearah Zevana.

"Kau semakin membuatku tertarik. Hingga membuatku bingung harus melanjutkan balas dendam, atau membuatmu menjadi milikku," gumam Sehan.

"Mungkin aku bisa menggunakanmu untuk balas dendam dan sekaligus memilimu. Haha, itu ide yang bagus." Sehan berbicara pada dirinya sendiri.

Tanpa sadar dia sudah menjadi pusat perhatian. Terutama di kalangan para siswi, karena ketampanannya yang tidak manusiawi.

Sehan yang sadar sudah menjadi pusat perhatian. Segera meninggalkan koridor dan menuju ruang kepala sekolah untuk bertanya di mana letak kelasnya.

10 RPL 2.

Zevana sampai di kelasnya. Keadaan kelas seperti biasanya, ramai walaupun muridnya sedikit. Akhir-akhir ini teman-teman Zevana jarang telat, entah apa alasannya. Suatu keajaiban sebelum bel masuk kelas mereka sudah lengkap.

"Kenapa Ze? Mukakmu kusut amat, kek baju aku yang belum digosok." Amanda tiba-tiba duduk di depan Zevana.

"Njir, jujur sekali kamoh," ucap Elfasa yang ada di sebelah Zevana.

"Pantes aku lihat kau kayak berantakan aja gitu hari ini," ucap Devani yang menghampiri tempat duduk Zevana.

Lalu Devani dengan santainya menyerobot tempat duduk yang masih tersisa di sebelah Zevana. Berakhirlah Zevana yang duduk di tengah, untung saja badannya kecil.

"Hehe, namanya aku buru-buru tadi. Gasempet gosok baju. Jadi, aku ambil dari jemuran langsung aku pakek," Jelas Amanda sambil nyengir.

"Mandi gak?" tanya Zevana.

"Mandi kok. Tapi mandi bebek, cuman dua gayung udah." Jelas Amanda dengan santainya.

"Hahaha. Ngapain cobak buru-buru, orang masuknya agak lama jugak," ucap Devani.

"Yakan biasanya Apel. Udah itu hari ini aku disuruh jadi pembawa bendera sama pak Ziko," jelas Amanda cemberut.

"Emang gak ada otaknya Pak Ziko itu. Marahin Nda marahin." Elfasa mengompor ngomporin.

Cowok-cowok 10 RPL? Jangan ditanya, mereka sedang sibuk dengan dunia mereka. Yaitu mabar ML. Kalau sudah mabar ML, sudah tak ingat dunia.

Yang lainnya sedang menyontek PR Matematika ke Dea. Ya, menyontek itu memang sudah menjadi tradisi turun temurun.

BRAAK.

"HAYO LAGI NGOMONGIN BAPAK YA?"

Tiba-tiba Pak Ziko mengejutkan mereka semua dengan menggebrak meja dan berteriak.

"Astaghfirullah Pak. Bapak kapan masuk?" Zahra mengelus dada karena terkejut, tulisannya saja sampai tercoret.

"Ya lah kami gosipin Bapak. Saya di suruh dateng cepet tapi gak jadi Apel."

"Udah itu malah ngancem nilai di kurangin. Nye nye nye."

Amanda malah merepet tidak jelas karena kesal dengan wali kelasnya itu.

"Nye nye nye. Udah gausah banyak bacot ya kamu Anandhi, kita ke lab sekarang. Saya mau ngajarin kalian cara buat laporan PKL." Pak Ziko membalas ucapan Amanda dengan meniru gaya Amanda tadi.

"Amanda Pak BTW. Anandhi teh saha," Alvin membenarkan perkataan pak Ziko.

"Itu yang yang ada di film India. Tah apa apun nama filmnya," Pak Ziko tampak berpikir.

"Kebanyakan nonton India nih bapak," ucap Reza.

"Bukan saya, tapi istri saya yang nonton. Udah ah kok malah ngomongin India. Udah ayok ke lab." Pak Ziko segera tersadar atas pembahasan ngawur mereka.

"Gak doa dulu nih Pak?" ucap Zian.

"Di lab aja nanti. Oh iya, jangan lupa bawak buku catatannya. Nanti bapak tokok kalian kalo gak bawak."

Setelah mendengar perintah Pak Ziko, mereka bergegas mengambil buku tulis dan pulpen. Lalu mereka mengikuti Pak Ziko ke dalam lab komputer.

This About Zevana | EndOnde histórias criam vida. Descubra agora