Capek.

2.2K 181 0
                                    


Yeaayy sudah update lagi. Jangan lupa votmen ya gan. Selamat membaca ><

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Zevana pulang dari sekolahnya dengan keadaan lesu. Kegiatannya sangat banyak hari ini, sampai dia sangat lelah. Ingin rasanya dia langsung tidur di kasurnya yang empuk.

Bagaimana tidak. Hari ini anak kelas 10 RPL ada banyak mapel yang harus mereka pelajari, dan itu hampir semua mapel yang berhubungan dengan praktek, hanya matematika pelajaran umum. Jadi mereka berjam-jam berada di lab komputer melihat panjangnya codingan yang harus di ketik. Banyaknya error pada codingan yang harus dicari, itu sukses membuat kepala Zevana panas.

Belum sampai disitu, mereka juga harus mengikuti kegiatan pengajian di sekolahnya untuk anak pagi, dan Zevana ditunjuk sebagai pembawa acara. Setelah selesai pengajian, dia harus menghadiri pertemuan ekskull bela dirinya yang kesekian. Berakhirlah Zevana pulang jam 4 sore.

Grep.

Tiba-tiba seseorang menariknya ke ruang keluarga dengan kasar. Zevana kaget, melihat siapa yang menariknya dengan kasar, ternyata ibunya sendiri.

Di ruang keluarga seluruh keluarganya(-Alfeno) berkumpul termasuk ayahnya. Ibunya si pelaku penarikan terlihat menahan amarah, dan anggota keluarga yang lain hanya memandang Zevana datar.

"KENAPA JAM SEGINI BARU PULANG! HA?!" bentak Safira tepat di depan wajah Zevana. Jantung Zevana berdegup kencang karena terkejut.

"Hufft."

Zevana menghela nafas lelah. Dia berharap ketika dia capek begini, ada seseorang yang memeluknya, menanyai keadaanya, ataupun menawarkannya makan dan minum. Tapi nyatanya tidak, yang Zevana dapat hanyalah bentakan.

Apakah ini yang harus dia dapatkan? Apakah selamanya dia akan hidup begini? Sudahlah kepalanya pusing karena dia beraktifitas seharian, tapi mereka tidak ada yang peduli.

"KAMU KELUYURAN KEMANA VANA! TIDAK TAU INI UDAH JAM BERAPA!"

"KALO PULANG SEKOLAH ITU LANGSUNG PULANG! JANGAN KELUYURAN!" bentak Safira lagi.

Zevana mendongak dan memandang Safira teduh. "Mama bisa gak sih? Kalo Ze pulang itu gausah marah-marah dulu?" ucap Zevana dengan suara lirih.

"Mama marah aja kerjaanya. Ze selalu kena marah. Mama gak capek apa marah mulu? Ze aja capek asik Mama marahin," ucap Zevana lagi.

"Ze tuh capek tau Ma. Mama ngertiin Ze dikit dong. Kasih sedikit hak Ze sebagai anak Mama." Zevana berucap dengan lirih tak lupa dengan tatapan yang penuh dengan kelelahan.

"Jangan melawan ucapan Mama kamu ZEVANA ARIA HERNANDEZ." Tiba-tiba Damarion berucap dengan dingin.

"Ze gapernah ngelawan Pa. Ze mana berani, Ze hanya minta hak sedikit kok." Zevana membalas ucapan Papanya

"Berani menjawab kamu?" ucap Safira dingin.

"Gini deh. It's okey kalau Mama dan semuanya benci Ze. Fine, karena Ze pun gak berharap lagi rasa sayang kalian. Biarlah Ze hidup dalam kebencian." Ze menatap satu-satu wajah anggota keluarganya.

"Tapi hargailah Ze sedikit sebagai seorang anak dan  adik kalian. Dikit aja. Ini nggak. Belum apa-apa udah bentak-bentak Ze tanpa dengar dulu penjelasan dari Ze." Zevana menjeda kalimatnya. "Mending kalo bentak-bentaknya ditawari minum dulu," Zevana tertawa kecil karena merasa hidupnya sangat pahit.

"Ze merasa kayak gak berguna aja gitu hidup. Pengen mati tapi belum waktunya yakan. Kalo kalian muak sama Ze dan pengen cepet-cepet Ze mati, ya tunggu aja lah, mungkin masih lama," ucap Zevana dengan santainya.

Degh

Wajah mereka tetap datar tapi perasaan mereka campur aduk setelah mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Zevana.

"Jaga omongan kamu ya?" ucap Al Queenzee tidak suka dengan perkataan adiknya.

"Lah emang salah ya?" ucap Zevana dengan polos.

"Lucu nih Kakak. Dah ah, Ze mau ke kamar dulu ya. Nanti aja lanjut lagi marah-marahnya, Ze tidur dulu. Hoaaam," ucap Zevana sambil menguap menahan kantuk. Lalu berjalan sempoyongan. Tasnya sudah tidak berada di punggungnya lagi, tapi diseret.

Sampai di kamar Zevana mencampakkan tasnya asal dan membuka sepatu dan kaos kakinya. Lalu ia membanting dirinya kekasur dan tidur tanpa mengganti baju sekolahnya, karena saking ngantuknya.

Di ruang keluarga.

Terlihat Alfeno juga baru pulang karena habis kumpul dengan teman-temannya.

"Assalamualaikum." Alfeno menyalami tangan kedua orang tuanya dan duduk diantara mereka. Alfeno mengernyit heran kenapa suasananya sangat suram. Memang biasanya suasananya suram, tapi ini lebih suram.

Alfeno teringat esuatu. "Vana dah pulang?" tanya Alfeno.

"Udah," balas Damarion datar.

"Oh. Tadi dia jadi pembawa acara di acara pengajian di sekolah, terus Vana ekskul bela diri." Alfeno meminum air sebentar karena haus. "Yakan mana tau belum pulang, biar aku jemput," lanjutnya.

"Bener?" Tanya Zara dan Alano bersamaan.

"Iyalah, emangnya kalian tadi gak ikut pengajian?" tanya Alfeno lalu Alano dan Zara menggelengkan kepala.

"Cih, dasar," sinis Alfeno dingin.

"Aku mau ke kamar Vana." Alfeno bangkit lalu menuju kamar adik tersayangnya.

'Duh, bodoh bodoh.' Batin Alano sambil mengacak ngacak rambutnya.

'Bego banget sih lu Zara' batin Zara juga. Tanpa berkata apapun, dia beranjak dari tempat duduk dan pergi dari ruang keluarga.

Yang lain merasa amat sangat bersalah, terutama Safira dan Damarion. Bisa-bisanya mereka memarahi Zevana tanpa mendengar sedikit penjelasannya.

Bersambung~~~

This About Zevana | EndWhere stories live. Discover now