Dia Alfeno

2.6K 182 0
                                    

Benar kalau kesempatan tidak akan datang dua kali. Sekarang aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu, ini belum terlambat.

~Alfeno.

Alfeno PoV.

Aku tahu kalau selama ini aku memang salah, aku benar benar bodoh. Aku terus saja mengabaikannya selama bertahun-tahun dan tidak memperdulikannya sama sekali. Aku memang abang yang tidak berguna.

Pantas saja selama ini aku sulit untuk mendapatkan kebahagiaan. Ternyata kebahagiaanku adalah dia, adikku yang selama ini aku abaikan. Setiap hari hatiku hampa, tidak ada sedikit kesenangan di dalamnya. Tapi ketika aku melihat dia tertawa, dia menangis. Di situ aku merasakan apa yang dirasakannya.

Vana, maaf. Abang memang bodoh, abang telah gagal menjadi abangmu sendiri. Tapi, masih bisakah abang memperbaikinya? Memperbaiki hubungan kita.

Aku telah berhasil mengalahkan egoku sendiri. Sekarang seorang Alfeno tidak pernah mengabaikan Vana lagi, seorang Alfeno akan menjadi abang yang baik untuk adiknya.

Aku menyayanginya, sungguh. Sedetikpun aku tidak akan pernah mengabaikannya lagi mulai saat ini, dia adikku yang berharga dan aku sangat menyayanginya.

Alfeno POV end.

"Fen," panggil Faris yang sedari tadi jengah melihat Alfeno terus melamun.

"Hm?"

"Kau kenapa? Sedang memikirkan sesuatu?" tanya Faris.

"Aku sedang memikirkan Vana," jawab Alfeno jujur. Wajahnya tetap saja datar.

"Bagaimana keadaanya? Aku lihat, dua hari belakangan ini, kau sangat peduli pada anak itu." Faris menatap langsung kearah mata Alfeno.

Alfeno mengangguk. "Jelas, karena dia adikku," ucap Alfeno dingin.

"Sejak kapan kau peduli padanya? Dan sejak kapan kau menganggapnya Adik?"

"Kau lupa? Kita semua sama. Dia tidak terlalu penting di keluarga kita, karena dia lemah." Faris berucap datar, dan itu membuat Alfeno geram.

Alfeno tertawa sinis. "Huh! Mungkin suatu saat kau akan menarik kata-katamu kembali. Dia akan menjadi orang paling penting dalam hidupmu," ucap Alfeno dingin.

"Aku sudah sadar, kalau Vana sangat penting bagiku," lanjutnya.

"Kau yakin?" tanya Faris.

"Aku sangat yakin! Dan jangan lupa kalau Vana yang menyelamatkanmu Bang. Dia tetap menyelamatkanmu, meski sudah disakiti berkali-kali. Bagaimana aku masih bisa menyakiti hati kecilnya lagi?" ucap Alfeno tegas.

Faris terdiam mendengar perkataan adiknya. Muncul sedikit perasaan tak enak di hatinya, entah apa itu dia pun tidak tau.

"Aku pergi mau liat Vana. Jaga dirimu."

Setelah mengucapkan itu Alfeno keluar dari ruangan abangnya dan menuju ruangan Zevana.
.
.
.

Ceklek.

Seorang gadis memasuki ruang rawat Zevana. Dia menatap dalam Zevana yang sedang tidur dengan mata dinginnya.

Dia mendekati brankar Zevana lalu menyentuh lembut rambut halus itu. Zevana merasa sedikit terganggu lalu berbalik badan. Terlihatlah wajah polos imut dan menggemaskan Zevana ketika tertidur.

Gadis itu tetap berwajah datar memandangi wajah polos Zevana yang tertidur. Lalu gadis itu duduk di kursi yang tersedia di sebelah brankar.

Tiba-tiba Zevana menarik tangan gadis itu dan memeluknya seperti guling. Gadis itu hanya diam saja sambil menatap datar Zevana.

"Abang ... Ze pusing." Zevana mengigau dari tidurnya, gadis itu tetap saja diam sambil memandangi Zevana.

Cukup lama gadis itu memandang Zevana, tiba-tiba masuklah seseorang ke ruangan Zevana. Gadis itu dengan cepat menarik tangannya yang di peluk Zevana, tapi wajahnya tetap saja datar.

"Kakak?" ucap orang yang masuk tadi. Dia adalah Alfeno.

"Kak Al ngapain di sini?" tanya Alfeno heran. Dia tidak percaya kakaknya Al Queenzee memasuki ruangan Vana? Orang yang super sibuk itu?

"Hanya ingin melihatnya," ucap Al Queenzee datar dengan wajah datar dan dingin andalannya.

Alfeno menaikkan alisnya. "Tumben," ucap Alfeno sambil berjalan melewati Al Queenzee. Alfeno menaikkan selimut Zevana agar adiknya tidak merasa kedinginan.

"Hm." Al Queenzee berdehem dan ingin meninggalkan ruangan Zevana. Tapi langkahnya terhenti.

"Bukankah Kakak ada syuting pagi ini? Kenapa berada di sini?" tanya Alfeno tanpa menolehkan pandangannya dari Zevana.

"Tidak jadi," jawab Al Queenzee singkat. "Aku pergi," lanjutnya lagi lalu benar-benar meninggalkan ruang rawat Zevana.

Alfeno menaikkan sebelah alisnya lagi sambil berbalik memandang punggung kakaknya yang menghilang di balik tembok. Hei, sejak kapan kakaknya itu batal syuting? mungkin ini pertama kalinya. Agensinya itu tidak pernah membatalkan syuting ataupun pemotretan selama kakaknya menjadi aktris di agensi mereka.

"Cih, dasar tsundere."

SMK Medan Team.

"Kenapa sih Ra. Dari tadi kutengok kau gelisah. Cak sini cerita." Teman Zara sedari tadi melihat Zara yang tidak tenang jadi kesal, ada apa dengan temannya ini?

"Em, Adek aku sakit Mira," ucap Zara pada temannya itu yang bernama Amira atau dipanggil Mira.

"Adek? Vana maksudmu? Sejak kapan kau peduli padanya?" Mira heran dengan Zara. Sejak kapan Zara jadi tidak tenang gini karena adiknya? Hei, apakah kiamat sudah dekat?

"Wah wah, perlu dipertanyakan nih. Seorang Zara Putri Hernandez peduli kepada Adiknya? Sulit dipercaya, pasti kiamat sudah dekat," ucap Mira sambil meledek.

"Diamlah!" Zara kesal karena temannya ini malah memperkeruh suasana.

"Aku pun gatau, apa yang terjadi padaku. Kenapa aku peduli pada anak itu?" tanya Zara pada dirinya sendiri, hal itu membuat Mira menggeplak kepala Zara.

Puk.

"Masak?"

"Di dapur. Mati sukor," kesal Zara.

"Hahaha, Zara ternyata bisa receh ya gaes? Wah, bener-bener mau kiamat ini." Setelah mengucapkan itu, gantian Mira yang kena geplak Zara.

Puk.

Mira mengusap kepalanya, geplakan Zara tidak main-main. "Weh, selow lah wak. Santai lah dikit."

"Kau sama sekali tidak membantu." Setelah mengucapkan itu, Zara pergi meninggalkan Mira dengan mod yang semakin menurun.

"Eh malah ditinggalkan. Temen tidak ada akhlak kamu ini. ZARA TUNGGUI WOI."

Bersambung~~~~~

_________________________________________

Jangan lupa votmen ya we. Bantulah aku ini. Calon-calon 90 juta kali dibaca nih, tapi nol-nya gelinding satu-satu.

This About Zevana | EndWhere stories live. Discover now