Sahabat lama.

2.1K 180 0
                                    

Malam hari di kediaman keluarga Hernandez sedang berkumpul di ruang keluarga, tapi tidak dengan Zevana. Gadis itu masih bergelung di selimut tebalnya, yap dia masih tertidur.

Ting tong.

Suara bel rumah terdengar, menandakan ada tamu yang datang. Pembantu rumah bergegas membukakan pintu.

"Maaf tuan dan nyonya. Ada tamu yang datang." ucap sang maid.

"Suruh masuk saja." Maid itu mengangguk. Tak lama masuklah dua paruh baya.

"Assalamualaikum wahai saudaraku." Seseorang mengucap salam.

"Waalaikum salam. Kenapa kau malam-malam datang kerumah?" tanya Damarion to the point.

Kedua orang yang datang itu duduk terlebih dahulu di sofa yang sudah di sediakan. Para anak-anak Hernandez hanya melihat saja.

"Santai lah bro. Kau tidak rindu dengan sahabat lamamu ini?" ucap pria paruh baya itu.

"Heh, kau memang tidak pernah berubah Heru." Walaupun Damarion berucap datar, tapi dia tetap memeluk sahabat lamanya itu. Sahabat yang tetap mendukungnya walaupun dia jatuh terpuruk.

"Bagaimana kabarmu Safi?" tanya istri Heru yang juga ternyata teman lama Safira waktu kuliah.

"Baik kok Wid," ucap Safi kepada istri Heru yang bernama Widia.

"Gini Yon. Aku 'kan mau pindah nih ke Medan. Jadi aku lagi carik rumah, jadi aku nginep dulu disini. Kantor pusat aku, aku pindahkan ke Medan. Jadi ya gitulah, carik rumah baru lagi," ucap Heru menjelaskan. Damarion mengangguk paham.

"Bi Sumi," panggil Damarion.

"Iya tuan?" Tanpa berlama-lama. Sumi tiba di hadapan Damarion.

"Tolong siapkan kamar untuk mereka berdua ya," ucap Damarion. Sumi langsung melaksanakan tugasnya.

"Baik tuan." Sumi pergi dari hadapan Damarion.

Lalu setelah itu mereka kembali ke kesibukan masing-masing. Damarion, Heru, Safira dan Widia mengobrol-ngobrol ringan. Heru menceritakan apa saja yang dia lakukan selama di Amerika. Safira dan Widia membahas masalah bisnis.

Anak-anak Hernandez semuanya sudah di rumah dan berkumpul di ruang keluarga. Ada yang bermain game, mengerjakan tugas, nonton tv, dan ada yang menyelesaikan masalah pekerjaan.

"Oh iya Yon. Anakmu si Vana mana? Gak keliatan tuh," tanya Heru matanya menyapu sekeliling.

"Tidur," jawab Damarion singkat. Entah kenapa moodnya turun mendadak kalau menyangkut masalah anaknya.

"Kau masih bersikap sama pada Vana?" Heru menyelidik. Perlu di ketahui, Heru adalah salah satu orang yang sayang pada Zevana, walaupun bukan anaknya.

"Tidak usah membahasnya," ucap Damarion datar. Suasana sekitar mendadak dingin.

"Hey Rion. Itu sudah sangat lama, kau tetap saja seperti ini. Sadarlah kawan, dia putrimu." Heru menggeleng tidak percaya dengan sahabatnya ini.

"Bertahun-tahun." Heru menjeda kalimatnya. "Bertahun-tahun Yon, kau mengabaikan dia. Apa kau mau kejadian lama terulang kembali?" Heru menatap Damarion dalam.

"Terserah apa yang ingin kulakukan! Dia anakku!" Damarion menaikkan satu oktaf suaranya. Sontak seluruh atensi mengarah pada mereka berdua.

Heru menatap Damarion miris. "Kau tidak kasihan padanya? Kau melimpahkan kasih sayangmu pada mereka." Heru menunjuk anak-anak Hernandez yang sedang menatap mereka. "Tapi tidak pada Vana? Di mana perasaanmu," ucap Heru menatap Damarion sendu.

Heru sangat kasihan pada Zevana. Kalau saja Zevana anaknya, sudah pasti dia melimpahkan kasih sayangnya sebanyak mungkin.

Damarion memalingkan wajahnya. Ekspresinya tetap saja datar. "Dia membutuhkanmu Rion. Dia membutuhkan kalian semua, tidakkah kau mengerti?"

"Dia membutuhkan kasih sayang." ucap Heru semakin sendu. Dadanya sesak ketika dia mengucapkan itu. "Empat belas tahun. Selama itu kau mengabaikannya. Di mana hati nuranimu sebagai Ayah." Heru memegang kedua bahu Damarion.

Perasaan Safira mendadak tidak karuan setelah mendengar perkataan Heru. Begitu juga dengan yang lainnya, terutama para saudara Zevana.

"SAYA TIDAK PEDULI HERU! DIA TIDAK PANTAS MENDAPATKANNYA!" bentak Damarion.

"Tidak pantas? Apa sebenarnya salahnya padamu? Dia anakmu Rion, anak perempuanmu. Bayangkan anak sepolos itu harus menghadapi dunia yang kejam ini, tanpa keluarga di sisinya. Pikirkan itu Rion," ucap Heru membuat Damarion memandang lantai dengan tatapan kosong.

"Apa kau tidak pernah berpikir. Apakah Vana sudah makan, dia sedang di mana, apakah dia sedang sakit, apakah dia sedang baik-baik saja?" cerocos Heru. "Aku tidak yakin dia bisa bertahan Rion. Mungkin suatu saat dia akan menyerah dan meninggalkan semuanya," lanjut Heru.

"Dia lemah!" sarkas Damarion.

"Nah itu, kau tau dia lemah. Bagaimana kalau dia benar-benar pergi?" tanya Heru. Damarion hanya bisa diam.

Heru menghela nafas lalu mengambil minuman yang sudah disediakan di atas meja dan meminumnya. Dia lelah menasehati sahabatnya ini.

"Berikan saja Vana padaku. Biar aku yang mengurusnya. Tenang saja, aku akan mengurusnya dengan baik, karena aku menginginkan anak perempuan," ucap Heru membuat perasaan Damarion dan Safira tidak terima.

"TIDAK AKAN!" ucap Safira dan Damarion bersamaan.

"GAK BOLEH!" Anak-anak Hernandez juga berucap secara bersamaan. Heru dan Widia melongo.

"Loh kenapa? Daripada dia di sini hanya bagaikan debu. Mending sama aku aja, aku akan merawatnya bagaikan porselen," ucap Heru santai.

"Gak! Dia anakku, tidak akan kuberikan pada siapapun. Dia akan tetap tinggal disini," ucap Damarion tegas.

"Kau tidak menyayanginya. Tapi ketika orang lain ingin membawanya kau malah tidak terima. Lucu kau ini." Heru berucap sinis.

"Daripada Vana menderita di sini. Mending Vana sama kita aja, kedua anakku juga tidak masalah. Malah mereka berdua menginginkan adik perempuan," Widia angkat bicara.

Heru dan Widia memang memiliki dua orang putra. Saat ini keduanya sedang menyelesaikan pendidikan S3 di Oxford.

"Aku juga gak masalah sih Vana tinggal dengan siapapun. Asalkan dia bahagia," ucap Alfeno juga menyetujuinya.

"Kebahagiaan Vana adalah kebahagianku juga," lanjut Alfeno.

"Itu tidak akan pernah terjadi," ucap Safira dingin. Dia tidak terima Zevana tinggal bersama orang lain, entah kenapa dia tidak rela kalau nantinya tidak melihat anak itu walau hanya sehari. Bagaimana kalau Zevana meninggalkanya selamanya?

Al Queenzee tiba-tiba berdiri lalu pergi naik kelantai dua. Auranya mendadak dingin.

Bersambung~~

This About Zevana | EndWhere stories live. Discover now