Kedatangan Sehan.

1.2K 96 0
                                    

Dunia yang terlalu kejam, atau aku yang terlalu lembek?

-Zevana-

Prok prok prok.

Sabiru dan Zevana terkejut karena seseorang bertepuk tangan dari arah belakang mereka. Dia Sehan Finanda. Zevana tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Bagus."

Nada bicara Sehan terdengar tenang, tapi percayalah, dia sedang marah. Zevana merinding ketakutan melihat Sehan yang mendadak datang menghampiri mereka berdua.

"B-bang Sehan? Ke-kenapa ada di sini?" batin Zevana. Dia memegang tangan Sabiru erat, begitu juga dengan Sabiru.

Sehan menatap dingin Zevana. "Kenapa sayang? Kau terkejut aku mengetahui keberadaanmu? Dan lihat, kau selingkuh di belakangku sayang." Lalu Sehan tersenyum miring.

Sehan menyentuh dagu Zevana, sehingga membuat Zevana mendongak. "Awalnya aku berpikir untuk bersikap lebih lembut. Tapi ... kau memancingku untuk berbuat lebih kasar lagi." Mata Sehan meredup. Zevana semakin takut melihat mata Sehan, dia memalingkan wajahnya.

Sabiru emosi, dia menarik kerah baju Sehan dan memukulnya dengan brutal. Sehan juga membalas dengan menendang Sabiru.

Bugh.

Bugh.

Bugh.

Sabiru berhasil mengelak dan balik menendang wajah Sehan. Mereka saling memukul satu sama lain. Tapi Sehan tidak bisa mengimbangi Sabiru, dia terlalu kuat.

"Bang Biru berhenti! Dia bisa mati." Zevana berteriak, dia takut Sabiru masuk penjara kareba membunuh Sehan. Tapi Zevana tidak bisa berbuat apapun.

Sabiru tidak menghiraukannya, dia tetap memukuli Sehan, padahal Sehan terlihat sudah tidak bisa melawan lagi.

Bugh.

Buagh.

"Sialan, dia kuat sekali." Sehan masih bisa membatin seperti itu walaupun sedang dipukulin. Dia semakin tidak bisa melawan karena sekarang posisinya sedang ditimpa Sabiru.

"ZE MOHON BERHENTI! BERHENTILAH."

Sontak Sabiru menghentikan aksinya itu. Tangan kanannya hampir memukul wajah Sehan kembali, dan tangan kirinya mencengkram kerah Sehan.

"Hah hah hah."

Cengkraman Sabiru mengendur, matanya meredup memandang Sehan. "Ingin sekali rasanya aku membunuhmu, bajing*an. Tapi kau lihat, dia menghentikannya. Dan kau masih tega untuk menyakitinya?" Sabiru memandang sayu Sehan.

"Kalau kau sayang padanya. Jangan menyakitinya, dia sudah cukup tersakiti. Dan kau ingin menambahnya lagi? Dimana hati nuranimu?" Mata Sabiru berkaca-kaca. Dia hanya ingin melindungi Zevana, tapi Sehan malah membuatnya terluka.

"Persetan dengan hati nurani." Sehan menatap benci pada Sabiru.

Zevana tiba-tiba memeluk Sabiru dari belakang. Dia menarik Sabiru agar melepaskan Sehan.

"Udah ... ," lirih Zevana.

"Dia sudah menyakitimu, Ari. Biar saja aku bunuh dia!" Sabiru berucap emosi. Apalagi mendengar kalimat terakhir Sehan.

"Jangan gitu. Kalau Abang membunuhnya. Apa bedanya Abang dengan dia."

Mendengar kalimat itu, Sabiru tertegun. Lalu dia menunduk. "Benar, bahkan mungkin aku yang lebih brengs*k dari dia," batin Sabiru.

"Kau orang paling tidak punya hati yang pernah aku temui. Egois! Kau menyakiti Aria hanya untuk kepentinganmu sendiri!" Sabiru berbicara tanpa berbalik melihat Sehan. "Kuharap kau sadar."

Zevana melotot karena melihat Sehan tiba-tiba bangkit dan memegang suntikan di tangannya. "AWAS BANG."

"Asshh."

Tapi sayangnya tidak sempat. Sehan sudah menyuntikan cairan bening itu ke leher Sabiru. Itu adalah obat bius, Sabiru melemah seketika.

"Kau benar, aku memang egois. Dan kau tidak akan pernah bisa menang melawan orang egois seperti aku." Sehan menarik Zevana lalu memeluknya possesive.

"Sialan kau. Pergilah ke neraka." Sabiru berusaha tetap sadar.

"Sudah kubilang sayang. Kau tidak bisa lepas dariku." Sehan berucap dingin pada Zevana. "Apa kau rindu dengan ruangan itu, hm?"

Zevana menggeleng, tubuhnya bergeter mengingat perlakuan Sehan tempo hari, yang hampir merenggut nyawanya. Sehan malah tersenyum manis melihat Zevana ketakutan seperti itu.

Zevana berusaha melepaskan diri, tapi Sehan menahannya semakin erat. "Kau tahu? Aku sangaaat mencintaimu. Saking cintanya aku sampai ingin membunuhmu."

Wah memang gila, kegilaan Sehan sepertinya semakin hari semakin parah. Dia perlu dibawa ke psikolog. Zevana sudah menangis kembali, tubuhnya melemas.

"Jangan lakukan itu lagi ... " Zevana memohon dengan suara lirih. Tapi sepertinya Sehan tidak mendengarkan.

"Hukuman seperti apa lagi yang cocok untuk orang sepertimu?" Sehan tampak pura-pura berpikir. "Sepertinya membuatmu tertidur selamanya itu jauh lebih menyenangkan. Atau membuatmu tidak bisa lagi berbuat apapun, dan hanya bisa bergantung padaku." Sehan tersenyum seperti psikopat, itu sangat menyeramkan.

"J-jangan sakiti dia." Sabiru tidak bisa lagi menahan pengaruh obat bius itu. Diapun pingsan.

Sehan mengambil satu suntikan obat bius lagi. "Istirahatlah sebentar," kata Sehan sambil ingin menyuntikkan itu kepada Zevana.

Zevana memberontak, tapi percuma. Sehan pun dengan cepat melakukan aksinya. "Ughh."

"Selamat tidur sayang. Setelah kau bangun, kita akan bermain." Mata Zevana memburam, lalu rasa kantuk menyerang dirinya. Setelah dia tidak sadarkan diri, Sehan menggendongnya ala bridal style dan membawanya ke mobil.
.
.
.

"Maaf tuan, kami tidak bisa menemukan nona." Di mansion Hernandez kembali kacau karena Zevana tidak pulang lagi. Hari sudah hampir maghrib.

"Dasar tidak berguna. Kalian bertiga saya pecat!" teriak Damarion. Di mansion hanya ada dia dan istrinya. Damarion meninggalkan segala pekerjaanya dan pulang setelah mendengar kabar, kalau bodyguardnya kehilangan jejak putrinya.

"T-tapi tuan." Bodyguard itu ingin protes.

"Pergilah sebelum kepala kalian yang saya penggal. Ambil gaji kalian pada Han."

Han adalah asisten pribadi Damarion. Dia yang mengatur segala kegiatan Damarion. Dia orang terpenting kedua di perusahaan Hernandez.

Mendengar itu, ketiga bodyguard itu lantas pergi meninggalkan mansion itu.

"Huh, kemana lagi anak itu. Ketika dia selalu menghilang seperti ini? Apakah ketika kita tidak mempedulikannya, dia sering tidak pulang seperti ini?" Safira memijat pelipisnya, dia pusing memikirkan putrinya itu.

"Setelah ini, aku pastikan dia tidak akan berani membantah lagi."

Bersambung .....


This About Zevana | EndWhere stories live. Discover now