Gala terkekeh pelan. "Ravin-ravin, lo tuh ya kalau udah ngehina orang jujur abis, nyelekit banget sumpah."

"Bodo."

"Hahaha. Tapi lo beneran gak tau sama tuh cewek?"

"Engga. Bantuin gue napa!"

"Bantuin! Sejak kapan lo peduli sama hal-hal remeh kayak gitu? Biasanya juga lo acuh gitu aja."

"Serius dikit bisa? Pernikahan gue di pertaruhkan ini. Bisa-bisa gue di cerein."

"Bagus. Gue bakal dukung kakak gue. Biarin aja kakak gue jadi janda juga dari pada punya suami tapi gak seperti punya suami, di acuhin terus."

Ravin tercengang mendengarnya, entah kenapa emosi dan sakit langsung bercampur menjadi satu, perkataan Gala bagai pisau bermata dua, biasanya pemuda tersebut selalu mendukung bahkan berusaha menyatukan mereka.

Tapi kali ini lain lagi ceritanya, walau perkataannya di selingi oleh candaan tapi entah kenapa rasanya sakit sekali, perkataan itu sangat menyayat-nyayat hatinya.

Apa mungkin perasaannya terlambat? Apa hatinya akan hancur sebelum perasaannya terucap? Entahlah. Ravin sungguh tidak bisa membayangkan nasibnya kalau sampai perkataan Giska waktu itu memang sungguh-sungguh.

Kalau sampai itu terjadi, mungkin Ravin akan menyandang status duda muda di umurnya yang baru menginjak tujuh belas tahun.

"Gue saranin lo baik-baikin kakak gue deh. Kakak gue orang baik, dia pasti mau dengerin lo."

"Hmm. Pusing pala gue anjir."

"Ceritanya lo galau nih?"

"Bukan urusan lo."

Gala tersenyum jail mendengarnya, ini kali pertama ia melihat Ravin galau seperti itu, selain itu ia juga bersyukur karna kakaknya menjadi penyebab Ravin galau, itu artinya Ravin mulai mempunyai perasaan terhadap kakaknya.

"OI GUYS! RAVIN GALAU NIH!"

Teriakan dari Gala langsung membuat satu kelas riuh. Rendi dan Juan yang sedang sibuk dengan siswi cewek langsung berlari balik ke meja mereka, bukan cuma mereka berdua tapi seisi kelas langsung mengerumuni meja tempat Ravin.

"Sumpeh lo? Ravin galau!"

"Sejak kapan tuh orang bisa galau?"

"Oh my waw! Ravin galau? Berasa mimpi sumpah."

"Bisa juga lo galau bro! Biasanya bikin orang lain galau."

"Memang the best deh yang udah bisa bikin Ravin galau."

"Pro itu mah namanya, haha."

Ravin langsung menghembuskan napas kasar saat melihat itu semua, temannya itu memang sungguh laknat sekali, dirinya sampai di buat pusing oleh pertanyaan dari siswa satu kelas.

-----

"Jadi benar kak Ravin sudah punya pacar?"

"Iya. Di lihat dari raut wajahnya sih gitu."

"Kak Damar serius? Gak bohongin Clara 'kan?"

"Astaga. Gue serius. Kita udah temenan hampir tiga tahun, jadi gue tau tabiat Ravin seperti apa. Lagian apa segitu cintanya elo sama Ravin? Lo sampai nanyain banyak hal ke gue mengenai Ravin."

"Aku udah suka sama kak Ravin sejak SMP."

"SMP? Lo serius?"

"Heueum. Clara sama kak Ravin satu sekolah dulu, aku suka sama kak Ravin karna dia cold, apa lagi kak Ravin anggota osis di SMP."

"Astaga. Kenapa lo gak kejer dia pas SMP dulu?"

"Udah. Tapi kak Ravin gak bisa di sentuh sama sekali."

"Tunggu-tunggu. Lo kenal Ravin sejak SMP, terus kalian juga sering ketemu, tapi kok Ravin seperti gak kenal ke elo sih!"

"I-itu... Dulu aku pakai kacamata, dan lagi dulu penampilan aku cupu engga seperti sekarang."

"Oh. Pantes."

Saat ini Damar sedang berbincang dengan Clara di belakang sekolah, bukan cuma mereka berdua tapi ada Michel dan Billa kedua sahabat Clara yang ikut juga, cuma mereka tidak ikut berbincang karna sedang asik dengan makanan masing-masing.

Saat jam kosong tadi tiba-tiba Damar di hubungi oleh Clara minta bertemu di belakang sekolah, waktu itu mereka sempat bertukar kontak makanya mereka bisa dengan mudah saling berkirim pesan.

Damar yang pada dasarnya buaya tidak terlalu keberatan berbagi informasi mengenai Ravin kepada Clara, apa lagi Clara cantik dengan body yang lumayan, masuklah ke dalam tipe dari seorang Damar.

"Lo segitu cintanya sama Ravin?" Damar kembali bertanya seperti itu.

"Jangan di tanya lagi, kak. Seribu persen kita yakin kalau Clara sangat cinta ke kak Ravin." Ini yang jawab Michel sesudah menghabiskan makanannya.

"Bener itu. Tiap hari Clara ngomongin kak Ravin terus, kepala kita sampai mau pecah dengernya," sambung Billa sambil terkekeh.

"Billa!" pekik Clara.

"Hihi. Gosah malu-malu Cla, biasanya juga malu-maluin."

"Michel!" Clara kembali memekik, ia merajuk karna perkataan Michel dan Billa.

Damar sedikit terkekeh melihat itu semua, entah kenapa jiwa playboy nya memberontak, jiwa buaya nya seakan meminta keluar dari dalam sangkar yang sudah cukup lama di kunci rapat oleh seorang Sivia.

Damar menatap lamat-lamat ketiga gadis di depannya, harus ia akui kalau ketiganya cantik, dan mempunyai body yang lumayan ok, tapi ia menilai Clara lebih, keimutan nya menjadi nilai plus bagi Clara.

"Cla, kenapa lo gak nyari cowok lain aja? Kenapa juga harus Ravin?" tanya Damar tiba-tiba.

Clara menoleh sekilas ke arahnya. "Karna kak Ravin yang ada di hatinya Clara saat ini dan untuk selamanya."

"Kak Damar kenapa tanya begitu?" tanya Michel penasaran.

"Jangan-jangan kak Damar suka sama Clara ya?" todong Billa.

"Eh!" Clara terkejut mendengarnya.

Damar juga tersentak mendengarnya, namun karna ia adalah seorang playboy ia gengsi untuk mengakuinya walau pun pada dasarnya ia memang tertarik kepada Clara.

"Hahaha. Ya engga lah, gini-gini gue gak suka bocah," elak Damar.

"Bocah? Kita bukan bocah kak! Kita udah gede kok!" bantah Michel dan Billa.

"Gede apanya nih? Kok otak gue rada traveling ya!" kekeh Damar.

"KAK DAMAR!" pekik keduanya sadar akan jalan pikiran Damar kemana.

Damar kembali terkekeh, ia sangat senang bisa menggoda para adik kelasnya yang cantik, ia sangat puas karna bisa menebar pesona di depan mereka bertiga.

"Oh ya gue lupa. Akhir pekan kita bakal touring ke puncak, jika lo mau cari kesempatan, lo bisa lakuin itu di puncak," ucap Damar kepada Clara.

Clara mengangguk pelan. "Makasih kak!"

"Nope."

* * *

...TO BE CONTINUE...

(NOT) BEST MISTAKE ✅ [SELESAI]Where stories live. Discover now