AXIS 44

1.4K 196 6
                                    


Di sebuah sofa berukuran single, Jingga duduk dengan kaki ditekuk dan dirapatkan pada badannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di sebuah sofa berukuran single, Jingga duduk dengan kaki ditekuk dan dirapatkan pada badannya. Sofa itu terbuat dari bahan beludru halus berwarna hijau tua. Aroma lavender menguar dari setiap seratnya.

Jingga berusaha mengatur napas. Gemertuk gigi masih terdengar, sementara badannya gemetaran. Berulang kali ia menyebutkan kalimat untuk menenangkan dirinya, tetapi belum berhasil.

"Dok ... gi-gimana i-ini?" cicit Jingga dengan tatapan mengiba. "Ma-masih seperti ... ini."

Dokter Park berjongkok di hadapan Jingga. "Belum tentu penilaianmu benar. Tenang. Nanti kucoba berbicara dengannya."

"A-aku udah coba bu-buat nyingkirin ... itu. Ta-tapi, kenapa reaksi tu-tubuhku begini?"

Dokter Park menggenggam tangan Jingga. "Tanganmu dingin. Padahal pendingin ruangan sudah kumatikan dan jendela dibuka. Suhu udara normal. Coba tarik napas lebih dalam lagi. Hembuskan perlahan."

Jingga mengikuti perintah dokter Park. Beberapa kali ia lakukan, tetapi belum bisa mengubah keadaannya. Ia malah semakin panik dan makin memperburuk keadaannya. "D-dok ... mi-minta o-obat penenang."

"Tenang, Jingga. Jangan tergesa-gesa." Dokter Park mengamati Jingga yang mulai sesegukkan. "Apa kepalamu nyeri? Atau telingamu berdengung?"

Jingga menggeleng tidak teratur. "A-aku ... mi-minta o-obat ...."

"Jingga, coba kamu pejamkan mata sambil menarik lagi napasmu dalam-dalam. Bayangkan, kamu ada di sebuah tempat yang pernah kamu kunjungi. Tempat yang ada angin berembus ... bunga bermekaran. Cahaya matahari menerangi langkah kakimu.

"Kamu sedang berjalan, mencari makanan favoritmu. Hatimu sedang senang, bahagia, karena akan segera mendapatkan apa yang kamu inginkan."

Dokter Park mengamati napas Jingga yang mulai teratur. Gemetar tubuhnya berangsur menghilang. "Makanan apa yang kamu inginkan?"

"Es ... kacang merah."

"Baik. Rasanya sangat lezat. Aku juga suka," Dokter Park menjeda untuk melihat reaksi Jingga, "kamu sudah mendapatkannya?"

Jingga menggeleng, lalu tiba-tiba tubuhnya gemetaran lagi. Napas memburu dan keringat mengaliri pelipis. Giginya kembali bergemertuk. "Kamu mau apa?"

"Ada apa, Jingga?"

"Kembalikan! Itu hadiah dari bunda." Jingga semakin merapatkan tubuhnya. Air matanya mengalir. "Kembalikan! Appa ... appa ...."

Pintu ruang praktek Dokter Park terbuka. Kalani terkejut mendengar Jingga yang kini sedang menangis sesegukkan. "Dok, ada apa?"

Dokter Park berdiri, lalu menyingkir dari hadapan Jingga. Seolah-olah ia memberi ruang pada Kalani untuk memberikan kenyamanan pada Jingga. Jika Kalani bisa menenangkannya, maka terapi yang diberikannya pada Jingga bisa berdampak positif bagi dua orang.

Displacement [END]Where stories live. Discover now