AXIS 41

1.4K 169 21
                                    


Kalani tiba di griya tawangnya saat jarum jam menunjukan pukul sebelas malam

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Kalani tiba di griya tawangnya saat jarum jam menunjukan pukul sebelas malam. Ia yakin, Jingga sudah tidur. Namun, saat ia hendak berbelok menuju lorong kamarnya, tampak cahaya terang dari ruang tengah.

Kalani urung menuju kamar. Ia melangkahkan kaki menuju sumber cahaya. Di ruang tengah, tampak sosok Jingga yang sedang menuliskan sesuatu pada sebuah buku berukuran sedang.

"Belum ... tidur?"

Suara Kalani mengagetkan Jingga. "Ada ... pekerjaan."

"Klien?"

Jingga menggeleng. "Proyek hidup."

Kalani tertegun. "Proyek hidup?"

"Cita-cita, harapan, tujuan ... ya seperti itu."

Kalani terdiam. Perbincangannya dengan Jingga menjadi canggung. Ia merasa kembali pada awal mereka bertemu. Saling menutup diri. Bedanya kalau dulu ada pertengkaran, sementara sekarang hanya ada kesunyian.

Jingga bangkit lalu berjalan ke arah Kalani. "Aku istirahat dulu. Assa—"

"Jingga, tunggu." Kalani meraih tangan Jingga. "Maaf."

Jingga membalikan badannya lalu mengerutkan alis. "Maaf untuk apa?"

"Kemarin malam ... kita ...."

"Jangan ulangi." Jingga menepis tangan Kalani, lalu bergegas meninggalkannya.

"Alasannya?"

Jingga menghentikan langkahnya. "Kita ... hanya nikah kontrak. Bukannya kita membatasi sentuhan fisik?"

"Aku—"

"Kalau hanya untuk membantumu terbiasa memegang benda atau apapun tanpa handscoon, aku siap. Tidak lebih dari itu."

"Kamu seperti asisten dokter Park."

"Anggap saja begitu."

Kalani tertegun. "Kamu diminta bantuan oleh dokter Park?"

"Ya. Dokter Park memintaku untuk membantumu terapi. Aku menyanggupinya. Toh kita bukan pasangan betulan. Jadi, tidak ada bias kalau aku membantu terapimu."

Dada Kalani mendadak bergemuruh. Tiba-tiba, ia ingin melemparkan barang ke dinding. Mengacak-acak griya tawangnya hingga puas. Namun, suara lain di otak mengatakan kalau ia harus tahan. Jika tidak, imej yang sudah dibangun hancur. Bahkan parahnya lagi, bisa membuat Jingga terluka.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Kalani bergegas menuju kamarnya, membuka pintu, lalu menutup sekuat tenaga, hingga membuat suara keras yang menggema di seluruh penjuru ruangan. Perasaannya campur aduk. Merasa seperti dikhianati, karena ia pernah mengalaminya.

Sementara itu, Jingga bergegas menuju kamarnya. Menutup pelan, lalu merosot terduduk di lantai kayu. Ia menekuk kedua kaki, menyimpan kepalanya di sana. Kedua lengan mungil seolah menjadi peredam tangisan pilu.

Displacement [END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin