AXIS 17

1.6K 171 14
                                    

"Ya Allah, sesak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya Allah, sesak. Ini ... ini ... apa?" Jingga terenggah sembari menggapai lehernya. Terasa sebuah kain terlilit di sana. Ia berguling hingga menimbulkan suara berdebam di kamarnya. Segera saja ia membuka lilitan sekaligus peniti yang bertengger di bawah dagunya. "Astaghfirullah! Kenapa aku ada di sini? Bukannya kemarin ...."

Jingga bergegas keluar kamar. Ia mengerjap melihat kondisi unitnya. Rapi. Meski tidak kehilangan ciri khasnya.

Seingatnya, ia tidak sempat merapikan unit apartemen kemarin. Keadaannya cukup rapi, tapi tidak seapik ini.

Jingga termenung sekejap, lalu tersenyum seraya mendengkus. "Enggak mungkin dia yang ngerapiin. Tapi ...."

Dengan langkah seribu, Jingga mencari ponselnya. Setelah berada dalam genggaman, ia mencari nama Kalani di daftar kontak.

Nada sambung terdengar hingga tujuh kali, sebelum empunya mengangkat telepon.

"Bagaimana saya bisa di dalam unit saya pagi ini?" tanya Jingga tanpa basa-basi.

Namun, tidak ada jawaban.

"Kalani!"

"Anda jalan sendiri."

Mata Jingga membulat. "Yang benar saja. Mana mungkin—"

Sambungan telepon pun diputuskan secara sepihak oleh Kalani. Jingga dibuat kesal olehnya. Namun, kekesalan itu menjadi berlipat ganda setelah beberapa notifikasi berita daring masuk di ponsel Jingga.

Tajuk beritanya sama : pernikahan pemilik Oriona International Hospital.

Jingga bergegas ke kamar mandi, menyiapkan diri menuju rumah sakit. Sementara pikirannya dipenuhi oleh pelbagai pertanyaan, mengenai bagaimana berita itu bisa muncul. Ia memiliki dugaan, tetapi harus dibuktikan dulu.

Setelah selesai berpakaian, Jingga keluar unit apartemen dengan ponsel menempel pada telinga. Ia harus menghubungi Kalani lagi. Malam sebelumnya, belum ada pembicaraan mengenai mengumumkan pernikahan mereka ke media massa. Lagipula, kesepakatan mereka belum bulat.

Namun, sampai ia tiba di stasiun MRT Kalani tidak menjawab telepon Jingga. Entah berapa kali menghubungi Kalani, hasilnya tetap sama. Mau tak mau, harus diselesaikan saat tiba di rumah sakit.

Malang, saat tiba di rumah sakit ia mendapat kabar kalau Kalani sudah berada di ruang operasi. Ia pun menanyakan perihal lama operasi pada perawat, tetapi jawabannya mengecewakan. Jingga harus menunggu hingga petang untuk bisa bertemu Kalani.

***

"Dok," panggil Lily yang berada di dekat Jingga.

"Eh iya?"

"Nyonya Septha baru saja bertanya pada Anda."

"Ah, maafkan saya," ujar Jingga sambil merutuki dirinya sendiri dalam hati.

Displacement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang