AXIS 5

2.4K 228 16
                                    


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Peristiwa Kalani yang dipeluk oleh pasiennya menyebar begitu cepat ke seluruh penjuru rumah sakit. Selama hampir dua minggu, dinding-dindingnya membicarakan peristiwa itu. Jingga bahkan sengaja beberapa kali menjebak Kalani dengan meminta konsultasi bersama pasien tersebut. Hal ini membuat dokter spesialis syaraf itu semakin mudah tersinggung dan naik pitam.

"Mau sampai kapan lu ngerjain Kalani? Wanita itu pasien, bukan alat untuk mengerjai dia," ujar Raiden ketika bertemu Jingga di taman lantai lima rumah sakit. "Kena batunya nanti."

"Orang nyebelin kayak dia memang harus diberi pelajaran," jawab Jingga. "Kenapa dia harus semena-mena, main suruh ini itu sama siapa saja. Malah keliatan sengaja bikin aku kesal!"

Raiden terbahak. "Jingga, dia memang punya kuasa di sini."

"Terus? Karena punya kuasa jadi seenaknya aja gitu? Ya gak bisalah ...," protes Jingga. "Mau dia kepala bedah, kepala residen atau direktur rumah sa—"

"Pemilik," potong Raiden.

Jingga menautkan kedua alisnya.

"Kalani itu pimpinan sekaligus pemilik rumah sakit ini."

Netra Jingga membulat sempurna hingga Raiden mengira bola mata lawan bicaranya bisa keluar dari rongganya kapan saja. "Serius?"

Raiden mengangguk. "Setau gue, Kalani jadi pemilik rumah sakit karena gak mau meneruskan pekerjaan ayahnya."

"Ayahnya?"

"Alex van der Berg, pemilik Berg International. Ada hotel dan rumah sakit yang beroperasi di bawah perusahaannya pakai nama Oriona. Sementara, yayasan amal dibuat langsung sama pemilik."

Jingga mendengkus. "Lalu karena dia berasal dari strata sultan tanda kutip, jadi bisa seenaknya saja dengan orang lain? It doesn't make a sense."

"Bisa jadi bukan karena itu juga."

"Lalu?"

"Cari tau saja sendiri."

"Kenapa setiap aku mulai curiga sama dia, kamu selalu gak pernah ngasih tau aku?" protes Jingga lagi. "Kamu udah lama kenal dia 'kan?"

Raiden tampak berpikir sejenak, lalu berkata, "Enggak juga sih. Gue kenal Kalani secara gak sengaja. Dia lagi butuh dokter yang bisa menyeimbangi dia."

"Menyeimbangi?"

"Maksudnya, sama-sama lulusan luar negeri."

Jingga tersenyum sinis. "Ada apa dengan dokter lulusan luar negeri? Dokter lulusan universitas negeri sendiri banyak yang berkompeten."

"Itu 'kan pandangan lu. Kalani gak gitu."

Jingga mengembuskan napasnya. "Apa dia emang gitu orangnya? Maksudnya, sejak pertama kali kamu kenal."

Displacement [END]Where stories live. Discover now