AXIS 3

2.8K 262 18
                                    


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Raiden terkekeh setelah mendengar penuturan Jingga. Kala itu, ia sedang melaporkan kondisi pasiennya pada perawat jaga, saat psikolog medis itu mendapatkan teguran keras dari Kalani.

"Lu gak bisa duga apa yang terjadi sama pasien itu?" tanya Raiden santai.

"Kayaknya ... dia ngalamin gangguan halusinasi visual dan sifatnya sebentar," jawab Jingga, "selain itu pasien juga jadi kasar. Tapi, aku gak lihat adanya gangguan dalam memahami kata-kata."

"Dokter Mulya udah ngasih anamnesanya?"

Jingga mengangguk. "Pasien mengalami gangguan pada lobus oksipital karena tumor dan tentunya memungkinkan ngalamin halusinasi visual."

"Kenapa lu tadi gak langsung bilang sama dokter van der Berg?"

Jingga mengembuskan napasnya.

"Grogi?" Raiden terkekeh. "Sabar. Kerja sama dokter van der Berg emang begitu."

"Semoga aja aku kuat mental. Bukan men-tal."

"Oh, iya. Enggak masalah kalo kita berbicara santai? Mengingat percakapan lu yang mungkin kaku dengan dokter van der Berg."

"Enggak masalah. Terima kasih, Dokter Kamndaka."

"Just call me ... Raiden." Dokter bedah traumatologi itu tersenyum hangat. "I called you, Jingga. Right?"

Setelah kepergian Raiden, Jingga memutuskan untuk berdiam diri sejenak di sebuah taman yang terdapat di lantai lima rumah sakit. Apa yang dialami lebih dari sekadar grogi. Tepatnya, terintimidasi oleh perkataan Kalani. Pengalaman yang nyaris membuat ia mengundurkan diri dari pekerjaannya.

Jingga mengatur napas, menenangkan diri, sebelum kembali memasuki lorong perawatan rumah sakit. Namun, harapan untuk tidak bersinggungan dengan Kalani kali kedua pupus sudah, saat ia berhadapan dengan wajah tegang Lily. 

"Dok, tadi dicari dokter van der Berg. Saya tidak bisa menghubungi dokter karena ternyata ponsel Anda tertinggal di ruangan," ujar Lily cepat.

Dengan dada berdebar, ia memasuki lorong ruang perawatan kelas satu diiringi oleh Lily. Tampak dari kejauhan Kalani sedang berada di depan meja perawat jaga. Dokter Mulya yang berada di sampingnya melihat Jingga dan menyapa ramah.

"Kemana saja?" tanya Kalani tanpa mengalihkan pandangannya dari gawai yang sedang dipegang.

Jingga tertegun membuat suasana hening sesaat.

"Dokter Natalegawa!"

"Sa-saya sedang ke kamar kecil, Dok."

"Bawa ponsel Anda!"

Jingga berusaha menelan salivanya meskipun sulit. Tugas menggantikan sahabatnya di rumah sakit ini untuk memberikan pelayanan kesehatan mental pada pasien pasca operasi. Namun, bagaimana bisa memberikan pelayanan kalau ia sendiri mulai terganggu kesehatan mentalnya, karena kehadiran seorang Kalani van der Berg

Displacement [END]Where stories live. Discover now