AXIS 33

1.4K 178 23
                                    

"Baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baik. Terima kasih, Dok. Assalaamualaikum." Jingga mengakhiri panggilan teleponnya dengan salah satu dokter jaga IGD Oriona International Hospital. Ia membalikkan badan, menatap Kalani yang sudah tertidur tenang di atas ranjang.

Beberapa menit yang lalu, Jingga bersusah payah mencari obat anti alergi di kotak obat milik Kalani. Sebelah tangannya mengenggam ponsel yang terhubung dengan salah satu dokter jaga IGD Oriona. Bersiap jika kondisi Kalani bertambah parah. Belum lagi, tenaganya nyaris terkuras habis saat menuntun Kalani ke kamar.

Meskipun kondisi pria itu sudah stabil, tetap saja Jingga belum bisa meninggalkannya. Kondisi Kalani yang tak berdaya masih lekat dalam ingatan. Menambah lagi kenangan tidak menyenangkan dalam hidupnya.

Jingga duduk di samping ranjang Kalani. Sekotak obat antihistamin, epinephrine, dan suntikan steril bertengger manis pada meja di dekat Jingga. Ia cukup terkejut melihat betapa banyaknya obat persediaan Kalani di apartemen mereka.

Mendadak tangan Jingga dipegang erat oleh Kalani. Napasnya seperti orang yang baru saja lari maraton. Wajahnya pucat pasi.

"Kamu baik-baik saja? Mau minum?" Jingga menyodorkan segelas air putih pada Kalani. Kalani meminumnya beberapa teguk. "Ada yang terasa?"

Kalani menggeleng seraya memberikan gelas dengan hati-hati pada Jingga. "Jam berapa?"

Jingga melihat jam pada layar ponsel. "Setengah satu pagi."

Kalani menyibakkan selimut, hendak turun dari ranjang. Namun, Jingga mencegahnya. "Mau kemana?"

"Oriona." Kalani berdiri terhuyung. "Ada operasi."

"Sudah kubatalkan."

Kalani menoleh pada Jingga dengan tatapan tidak suka. "Apa hakmu membatalkannya!"

"Kondisimu belum stabil setelah sesak napas karena alergi. Kalau masih nekat melakukan operasi, lalu salah prosedur apa bukannya jadi malpraktek?"

"Aku Kalani. Tidak pernah salah." Kalani membalikkan badannya menuju kamar mandi.

"Kamu bukan Tuhan!"

Kalani menulikan telinga dan melangkah cepat menuju kamar mandi. Namun, tiba-tiba saja ia terhuyung dan nyaris terjatuh jika Jingga tidak sigap menahan berat tubuhnya.

"Lihat! Berdiri aja kamu belum bisa. Masih mau mengoperasi orang? Gimana perjalanan ke rumah sakit? Kalau ...." Jingga mendadak bungkam. Susah payah ia menelan salivanya, saat bayangan Kalani mengalami kecelakaan lalu lintas sekelebat hadir.

Kalani mengangkat kedua alisnya, menantikan argumen Jingga. Akan tetapi, lawan bicaranya memilih untuk merapatkan mulut. Kalani menatap lurus Jingga, mencoba meyakinkannya. "Tidak akan terjadi apa-apa."

"Tetap di rumah!"

"Tanggungjawabku, Jingga."

Jingga menatap kesal Kalani. "Oke. Aku ikut!"

Displacement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang