AXIS 35

1.5K 169 3
                                    

Lampu jalan mulai menerangi jarak pandang Kalani keesokkan harinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lampu jalan mulai menerangi jarak pandang Kalani keesokkan harinya. Awalnya, mereka akan pergi saat toko buku sudah buka. Namun, kondisi pasien paska operasi Kalani memburuk. Ditambah lagi, ada beberapa pasien yang mendadak dirujuk untuk konsultasi dengan Jingga.

Meskipun demikian, rencana mereka tidak berubah. Bahkan, Kalani menepati janjinya. Meski jalanan lenggang, ia tetap melajukan kendaraan dengan tenang. Sesekali diliriknya Jingga yang sedang mengerjakan laporan mendadak dari dokter Park di gawai.

"Klien yang mana?" tanya Kalani memecah keheningan.

"Nyonya Septha, ingat?"

"Ya. Bagaimana kabarnya?"

"Beliau masih rutin mengkonsumsi obat dari dokter Park. Meskipun tidak seintens sebelumnya. Beliau juga punya jadwal rutin menemui Hana."

"Hana siapa?"

Jingga mengembuskan napas. "Psikolog yang baru kamu rekrut setelah aku pulang dari Korea. Ingat?

"Memang kamu tidak bertemu dia seperti saat aku baru pertama kali menginjakkan kaki di Oriona?"

"Kita sudah sampai," sahut Kalani mengalihkan pembicaraan. Ia membelokkan mobil menuju tempat basement dan memarkirkannya dengan sempurna. "Siap?"

Jingga mengerutkan dahinya. "Bukannya kamu yang harus bersiap? Dan jangan pakai sarung tangan."

"Jingga—"

Jingga memberikan sebuah botol kecil dengan semprotan pada ujungnya, berisi cairan pembersih tangan. "Jika kamu merasa benda yang akan kamu pegang tidak steril, semprotkan ini dulu," ia mengeluarkan dua pack tisu basah, "kalau bendanya kotor, lap pakai ini."

"Kalau begitu, aku ambil longcoatku dulu."

"Untuk apa?"

"Benda yang kamu berikan ini butuh tempat."

"Baiklah. Tapi, ingat, hanya longcoat."

Setelah kesepakatan itu, mereka berjalan beriringan menuju lift yang akan membawa mereka ke sebuah toko buku. Jingga sengaja mengarahkan Kalani untuk mengunjungi toko buku yang berada di dalam mall. Menurutnya, kalau mau belajar untuk bisa berada di tempat umum jangan tanggung-tanggung.

Saat memasuki area tujuan, Kalani menghela napas lega. Tidak seperti bagian lain di dalam mall, toko buku tampak sepi. Seolah pengunjung sebanyak itu, tidak berminat memasukinya.

"Untunglah."

Jingga melirik sebal Kalani. "Kamu beruntung kali ini. Tapi, tidak setiap kali kamu bisa beruntung seperti ini. Cari buku apa?"

"Yang menarik."

Jingga melonggo.

"Jangan jauh-jauh."

"Toko buku ini sepi, Kalani."

Kalani melirik tajam Jingga, sebelum melangkah lebih jauh ke dalam toko buku. Sementara Jingga, hanya bisa mengekori Kalani kemana pun ia melangkah. Hingga sebuah ide—yang menurutnya brilian—menghampiri.

Displacement [END]Where stories live. Discover now