AXIS 21

1.6K 175 6
                                    

Suara pintu kamar yang dibanting, terdengar memenuhi kamar hotel

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara pintu kamar yang dibanting, terdengar memenuhi kamar hotel. Jingga kesal pada pria yang belum genap 1x24 jam jadi suaminya. Pertama, mengacaukan ketenangan menikmati alunan nada lagu Perfect Ed Sheeran. Kedua, Kalani banyak melakukan kebohongan pada teman dekatnya.

Di luar pintu kamar, Kalani berdiri bergeming. Jujur, ia tidak tahu harus berbuat apa. Raut wajah Jingga tampak tidak bersahabat, saat mereka kembali ke hotel. Bahkan, wanita itu merapatkan mulutnya.

Kalani sendiri terlalu gengsi untuk menanyakan penyebabnya pada Jingga. Selama ini, ia tidak pernah peduli akan perasaan orang lain. Entah sejak kapan Jingga mulai tampak berbeda di matanya.

Tangan Kalani—yang masih berbalut sarung tangan dari kulit—terulur mengarah pintu kamar Jingga. Berharap saat suara tangan beradu pintu terdengar, otaknya dapat memikirkan cara untuk membuat Jingga berbicara padanya. Belum sempat mengetuk, pintu sudah terbuka.

Sang pemilik kamar sempat terkejut sebelum menatap tajam Kalani. "Mau apa?"

Blank. Suatu hal yang tidak pernah terjadi pada Kalani. Tangannya masih menggantung di udara, sementara syaraf otaknya mendadak gagal berfungsi.

"Anda tidak peka. Jadi, tidak usah repot mempedulikan saya!" Jingga berlalu meninggalkan Kalani, menuju ruang tengah. Jemarinya membuka kulkas kecil, lalu mengambil sebotol air mineral dan meminumnya.

"Duduk."

Jingga melirik sebal Kalani sebelum meminum air mineralnya lagi.

"Jangan minum sambil—"

Sebelum sempat Kalani menyelesaikan kalimatnya, Jingga tersedak. Ia terbatuk-batuk hingga mengeluarkan air mata. Wanita itu tampak panik.

Kalani bergegas menghampiri, memintanya agak menunduk, lalu menepuk kuat punggung Jingga. "Keluarkan lebih baik."

"Tertelan ...," jawab Jingga parau.

Setelah dipastikan tidak ada yang serius, Kalani mendudukan Jingga pada sofa. "Tenggorokanmu sakit?"

"Sudah tau nanya!" Jingga berdeham lagi. "Anda tidak pernah tersedak? Kalau pernah pasti tau rasanya 'kan? Kenapa Anda nanya lagi?"

"Sebagai dokter—"

"Ah, ya. Anda memang dokter. Terima kasih. Selamat malam!" Jingga beranjak menuju kamar tidurnya.

Baru saja hendak membuka jilbabnya, pintu kamar Jingga terketuk. Dengan malas ia menyeret kaki dan membuka pintu. "Apalagi?"

Kalani mengangkat tas kertas berisi cokelat yang dibeli Jingga di supermarket. "Punyamu."

Jingga mengambil kasar dari tangan Kalani, mengucapkan terima kasih sebelum menutup pintu dengan keras. Jingga masih berdiri di balik pintu, hingga suara langkah kaki Kalani menjauh.

Jingga meletakkan tas kertas di meja kecil yang terletak di samping kasurnya, sebelum merebahkan diri di atas kasur.

Matanya terpejam sesaat, sebelum terperanjat menyadari sesuatu. Kalani memanggilnya dengan kata ganti 'kamu', bukan 'anda' lagi.

Displacement [END]Where stories live. Discover now