Better Than Almost Anything (2)

Start from the beginning
                                    

"Tidak. Dia memang telah meninggal belum lama ini. Semua salah Ibu. Ibu berhubungan dengan pria yang telah menikah saat itu hingga memiliki dirimu." Sophie menunduk, matanya menatap kukunya yang tidak terpulas warna.

"Berselingkuh?"

"Ya." Sophie menyahut pelan.

Angel menelan ludah. Masih berusaha menelan kenyataan pahit yang baru saja didengarnya. Dia anak hasil perselingkuhan, pantas saja dia tidak pernah menyandang nama belakang ayahnya. Tidak mengherankan kalau hidupnya selama ini buruk. Angel meremas jemari hingga buku-buku jarinya memutih. Pikirannya campur aduk sekarang, antara tidak percaya dan tidak terima.

"Itukah alasan Ibu menghabiskan hidup dari bar ke bar dan mengabaikanku, karena aku anak pria yang Ibu benci." Angel ikut menunduk sekarang untuk menatap perutnya sendiri. Anak pria yang dia benci kini juga tumbuh di dalam rahimnya. Sekarang posisinya dan Sophie nyaris sama.

"Ibu tidak membencinya, Ibu mencintainya."

"Lalu kenapa Ibu memperlakukanku seperti ini?" Angel mendengkus. "Kenapa Ibu tidak peduli padaku?"

"Matamu, rambutmu, sama dengannya, Angel. Ibu tidak sanggup melihatmu. Mencintai tapi tak bisa memiliki itu menyakitkan." Sophie menarik napas pelan.

"Tapi, Ibu tidak perlu mengabaikanku, kan? Tidak harus bersikap dingin." Angel masih melancarkan protes sementara matanya tidak lepas dari sosok Sophie yang kini tiba-tiba saja tampak rapuh di matanya. Ketegaran dan kesinisan wanita itu seakan hilang begitu saja.

"Maafkan aku soal itu. Ibu bukan orang tua yang baik dan mungkin terdengar seperti alasan, tapi tidak ada orang yang ahli di bidang menjadi orang tua, Angel."

"Ibu memang bukan orang tua yang baik."

"Maaf. Tapi, aku melakukan agar kamu membenciku, Angel," sahut Sophie lirih.

"Untuk apa?"

"Agar malaikatku tidak melakukan kesalahan yang sama denganku. Jika kamu membenciku, maka kau akan memiliki motivasi untuk menjalani kehidupan yang berbeda. Aku tahu kamu cukup angkuh dengan harga diri dan kesombongan yang kamu miliki, maka kupikir mendidikmu seperti itu akan jauh lebih efektif."

"Ya, Tuhan. Untuk apa?"

"Karena kamu malaikatku, putriku satu-satunya dan aku peduli padamu, Angel."

"Kalau begitu Ryan. Apa yang Ibu lakukan padanya?" Angel kembali mengungkit kala dia menemukan pacarnya tengah tidur bersama Sophie beberapa tahun silam. Perbuatan yang membuatnya sama sekali tidak pernah bisa mempercayai Sophie. Satu kesalahan yang membuatnya berpikir kalau siapa pun lelaki yang dekat dengannya pernah tidur dengan Sophie. Kecuali mungkin Elliot, pria itu berbeda. Ah, Elliot. Angel menggeleng, berusaha menghapus semua pikiran tentang pria itu lagi, entah berapa kali sepagian ini dia memikirkannya.

"Oh, Ryan. Ibu hanya ingin kamu menjauhi anak itu." Sophie kembali meraih cangkir di atas meja.

"Kenapa?"

"Anak itu pemakai, Angel. Pemakai obat terlarang, Ibu sering melihatnya di bar."

"Kamu melakukannya dengan menidurinya, haruskah sampai seperti itu?"

"Kenyataannya dia mau tidur dengan Ibu. Bukankah itu artinya dia tidak baik untukmu?" Sophie mengangkat bahu. Terlihat tanpa penyesalan, tanpa rasa bersalah.

"Haruskah Ibu melakukan itu? Bukankah Ibu tahu kalau aku akan semakin membencimu," tandasnya tajam.

"Entahlah. Hanya itu terpikirkan di otak Ibu kala itu." Sophie mengangkat bahu. "Agar kamu menjalani hidup yang lebih baik daripada Ibu. Menjadi lebih baik adalah balas dendam terbaik. Mungkin ini saatnya balas dendam bisa dibenarkan."

Better Than Almost AnythingWhere stories live. Discover now