Rainbow Cake (2)

Mulai dari awal
                                    

Semua memang terjadi di luar kehendaknya dan dia bisa saja menggugurkan anak itu, toh dia bukan pribadi religius yang takut pada Tuhan. Tentu saja, dia sudah mencoba dengan berbagai cara. Meminum obat-obatan, melakukan olahraga ekstrim yang dilarang untuk wanita hamil. Namun, pada kenyataannya bayi itu tidak mati juga. Dia hanya sakit sesaat, tetapi janin itu tetap tumbuh dengan sehat.

Saat melihat anak panti asuhan. Rasanya dia sungguh tidak ingin anak itu akan berakhir di tempat yang sama layaknya panti saat lahir nanti. Mati tanpa kasih sayang. Dia bisa memberikan pelukan hangat pada anak-anak itu dan mengatakan kalau mereka tidak pernah kekurangan cinta. Jika dia membunuh darah dagingnya sendiri maka dia sama saja dengan seorang hypocrite. Tidak lebih dari pendosa. Entah bagaimana, ada rasa sayang yang tumbuh tanpa disadari pada anak itu. Ketika dia mengusapnya setiap pagi. Ketika merasakan janin berdenyut pertama kali di ujung jemari. Dia sendiri tidak tahu cara mendeskripsikan rasa itu, rasa seolah dia terikat. Rasa yang membuatnya tiba-tiba berhati-hati setiap hari saat bekerja, takut anak di dalam perutnya merasa tidak nyaman.

Selain itu, melihat kelembutan Elliot selama ini. Menggugurkan anak ini sama dengan membunuh. Mungkinkah Elliot akan tetap mencintai pembunuh seperti dirinya. Mungkinkah pria itu bisa menerimanya apa adanya? Pria yang tidak akan membuang dirinya seperti pria yang membuang Sophie. Namun, dia tetap saja merasa sakit hati ketika melihat reaksi Elliot sekarang. Pria itu terlihat sangat terguncang.

"Kamu kaget?" Angel tersenyum tipis.

"Hamil?

"Ya, aku hamil. Sudah beberapa minggu."

Angel membuka mantel. Kepalanya menunduk dan jemarinya mengusap perut. Perasaan teriris itu menusuk hatinya saat memikirkan ada kehidupan yang sama sekali tidak diinginkannya kini tumbuh di dalam tubuhnya. Akhirnya dia harus mengatakan semua ini pada pria yang mulai disukainya sejak beberapa minggu belakangan.

"Apa kamu tetap akan menikah denganku meski aku mengandung anak pria lain, El?"

Elliot terdiam. Tangannya terkulai lemas. Angel melirik ke arah pria yang kini tampak menatap perutnya yang kini tampak membulat di balik kaos.

"Ba—bagaimana bisa?"

"Selama ini aku memang menyembunyikan kehamilanku dari semua orang. Tapi, beberapa minggu lagi, aku tidak akan bisa melakukannya. Perutku akan semakin besar dan semua orang akan tahu termasuk dirimu. Sekarang kamu tahu alasannya, bukan?" Angel menarik napas berat. "Itu juga alasan aku marah karena Orange dream beberapa waktu lalu, Becca tahu semuanya. Kupikir kamu juga tahu."

"Apa maksudmu?"

Angel melepaskan genggaman Elliot. Menatap pria itu dengan sorot menuduh. "Memo itu, dia mengatakan untukku yang ragu untuk menyambut mimpi terbaik. Apalagi mimpi terindah seorang wanita, menjadi Ibu, Elliot. Apa kamu tidak tahu itu?"

"Maaf, aku benar-benar tidak tahu."

"Becca melihatku muntah saat menerima pai strawberry itu. Mungkin Becca menebak dari kejadian itu. Wanita yang mendadak mual dan muntah itu mungkin sedang hamil. Sekarang kamu sudah tahu, apa yang akan kamu lakukan?"

"Angel, aku—"

"Apa kamu cukup mencintaiku hingga bisa menerima semua ini? Menjadi ayah bagi bayi yang bukan darah dagingmu?"

Angel menyipitkan mata untuk menahan air mata saat Elliot hanya terdiam. Pria itu tampak ragu sekarang. Cinta pria itu bahkan tidak cukup untuk menerima wanita kotor sepertinya. Rayuan itu hanya kebohongan semata. Dia selama ini hanya tertipu.

"Aku tidak tahu," ucap Elliot akhirnya.

"Kamu tidak menginginkan anak ini?"

Elliot masih terdiam. Kepalanya terkulai, matanya tampak masih menatap rerumputan.

"Apa aku harus melakukan aborsi untukmu agar kita bisa menikah?"

"Angel, hentikan. Kumohon."

"Jika kamu bahkan tidak bisa menjawab maka berhentilah mengejarku. Aku sudah cukup lelah dengan persoalan ini." Angel beranjak berdiri.

"Angel." Elliot menarik pergelangan tangan Angel.

Angel urung melangkahkan kaki. Menunduk menatap Elliot. Bibirnya terlipat rapat, sementara batinnya ingin sekali mengambil alih percakapan ini.

"Kamu juga merasa jijik denganku, El?" Kata-kata pedas yang meluncur dari bibirnya.

"Bukan, hanya saja ini terlalu mengejutkan."

"Kamu terbanting kenyataan kalau aku tidak sebaik yang kamu kira?" tukas Angel.

"Tidak."

"Lalu apa?"

"Entahlah, aku sendiri bingung Angel."

Angel mendengkus. "Bingung karena terlalu mengerikan? Bukankah hamil bukan noda?"

"Memang bukan. Aku hanya kaget."

"Kaget?" Angel membuka mulutnya tak percaya dengan ucapan Elliot. "Selama ini kamu memanggilku malaikat dan aku menolaknya. Alasannya karena tidak ada malaikat yang hamil saat kegiatannya hanya bernyanyi di surga. Aku juga tahu kalau aku tidak pantas bersanding denganmu setelah kamu tahu semua ini."

"Kamu ingin bersanding denganku?" Mata Elliot melebar.

Angel membelalakkan mata. Buru-buru melepaskan genggaman tangan pria itu. Elliot bahkan masih bertanya. Tentu saja, dia ingin bersanding bersama pria dicintainya. Mana ada wanita yang menolak berada di sisi pria yang berarti untuk hatinya? Bisa-bisanya pria itu bertanya kalau dia ingin bersanding bersamanya setelah sederetan kata-kata manis yang mungkin memenuhi seluruh jalan raya di kota kalau ditulis tangan. Setelah dia menjawab pinangannya tadi. Jadi selama ini pria hanya bermain-main. Hanya karena belas kasihan itu. Betapa bodohnya dia selama ini.

"Aku mungkin kotor tapi aku cukup tahu diri, El."

"Angel, jawab dulu pertanyaanku!"

"Kalau kamu membawa cinta bukan belas kasihan."

"Belas kasihan? Kamu ini ngomong apa sih?"

"Kamu hanya kasihan padaku, kan?"

"Apa maksudmu?"

"Kamu tahu semuanya sejak awal. Namun, kau berada di sisiku selama ini hanya karena rasa kasihan, bukan?"

"Kasihan untuk apa? Karena kamu hamil?" Elliot menyahut. "Kamu yang aneh Angel. Jika semua yang kamu tuduhkan itu benar, maka setelah Becca memberikan memo padamu maka aku tidak pernah mengatakan kalau aku merindukanmu. Jangan bilang kamu lupa itu?"

"Ekspresi wajahmu saat ini berbeda dari kalimat yang meluncur dari bibirmu, El. Aku benci dikasihani." Angel menggigit bibir setelah mengucap kalimat itu. "Kamu tidak mencintaiku, Elliot."

Kenapa lagi-lagi lidahnya berkhianat? Ekspresi wajah Elliot sekarang benar-benar membuat hatinya sakit. Pria tampak sangat kaget dan kehabisan kata-kata. Mungkin itulah yang membuatnya ingin meluncurkan kata-kata mengerikan itu, karena wajah Elliot sungguh mengesankan kalau pria itu juga tidak siap dengan semua fakta ini. Meskipun, dia tidak bersalah dalam hal ini. Mimik belas kasihan itu membuatnya marah. Seolah dia telah menjadi korban tragedi bencana alam. Seharusnya, Elliot setidaknya mengatakan kalau kehamilan bukan hal besar yang menghalangi cintanya. Ke mana rayuan maut yang selama ini dilancarkannya itu menghilang?

"Bukan begitu." Elliot menyanggah. "Beri aku waktu!"

Angel menatap mata biru yang bersinar redup itu. Jantungnya kembali berdegup kencang. Jika saja Elliot merengkuhnya sekarang, mengatakan kalau dia menginginkannya setelah semua yang terjadi. Tetap mengucapkan kalimat manis detik ini juga maka dia ingin menyambut uluran tangan itu. Hanya saja, ekspresi kaget, tidak percaya sekaligus kecewa itu terpampang di wajah pria itu membuatnya sedih.

"Aku akan memberikanmu waktu, El. Pikirkan semua ini. Jika aku cukup pantas untukmu, maka datanglah dengan membawa cinta, bukan rasa kasihan." Angel melangkahkan kakinya dan berjalan pergi. Bergerak pergi tanpa menoleh lagi. Angel kini menghapus air mata yang sudah terlanjur turun.

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang