41. Menuju Kehancuran

Start from the beginning
                                    

"Maaf!" ucap Arsen suara amat pelan dengan mata yang fokus kerah jalanan.

"Buat apa?"

"Maaf buat gue yang selalu ikut campur."

Asya tersenyum pahit. "Lo nggak salah! Yang salah itu gue. Dari awal gue yang salah, Sen."

Cowok itu menoleh sebentar lalu kembali memfokuskan perhatiannya arah jalanan. Arsen tidak menjawab, ia bingung harus untuk merespon apa lagi. Ini untuk kedua kalinya Arsen melihat Asya kembali bersedih dengan alasan yang masih sama.

"Setelah perceraian gue sama Arka nanti gue akan pergi!" tutur gadis itu membuat Arsen tersentak.

"Pergi, maksud lo pergi kemana?

"Singapura!"

Arsen kembali terdiam. "Lo mau ninggalin gue, ninggalin Bunda, ayah bahkan teman teman lo? Sya, hubungan lo boleh berakhir sama Arka tapi bukan berarti lo harus pergi ninggalin kita semua disini!" ucap Arsen seolah olah tidak ingin kehilangan gadis itu.

"Sen kota ini terlalu menyakitkan bagi gue! Sebenarnya gue nggak mau ninggalin kalian semua tapi, semakin lama gue disini maka semakin sakit. Lagian gue udah lama nggak ketemu kedua orang tua gue di sana!" balas perempuan itu membuat Arsen berdecak.

"Sya! Kenapa harus pergi," lirihnya. "Kan lo belum bujukin ayah sama Bunda buat beliin gue kambing," ujar lelaki itu sambil fokus menyetir mobilnya.

Asya terkekeh lalu menarik napas dalam-dalam. "Besok gue bujukin Bunda sama Ayah. Lagian lo nggak tau tempat banget sih ngomong gitu. Gue lagi sedih ini tapi lo malah mikirin Kambing,"gerutu gadis itu sambil menyekat air matanya sambil tertawa kecil.

Arsen tersenyum saat melihat gadis disampingnya itu kembali tertawa. Sungguh ingin rasanya ia menonjok muka song ganteng kembaranya tadi.

"Lo lebih cantik kalo lagi ketawa gini, Sya! Lagian Arka bego banget sih buang berlian hanya demi sampah kayak gadis ulat!" celetuk lelaki itu membuat Asya tertawa.

"Lagian gue heran, kenapa bukan gue yang nikah sama lo. Kenapa harus Arka? Gemas gue sama tuh bocah." kata Arsen lagi.

"Ya, gue juga nggak tau."

Arsen menoleh, "Apa perlu gue nikahi lo, Sya?"

"Jangan gila."

"Gue nggak gila Asya. Harusnya yang patut lo bilang gila itu suami lo. Kenapa lo milih Arka jadi suami lo? Kenapa nggak gue aja dulu? Kan hidup lo pasti anak dan damai."

Asya mendengus kesal mendengar ucapan cowok yang berstatus kakak iparnya itu. Sungguh, dari awal ini juga kesalahannya. Sejak kecil Asya hanya mencintai Arka bukan Arsen, itu sebabnya ia menikah dengan Arka. Tapi, kenyataan takdir tidak merestui hubungan mereka lebih lama karena sebentar lagi semuanya akan berakhir.

"Ya, mungkin lo bukan jodoh gue." balas Asya.

Lelaki di samping Asya tentu saja berdecak sebal.
"Kenapa nggak gue aja sih."

Asya hanya tersenyum. Jauh di dalam lubuk hatinya ia tahu kalau Arsen sedang mencoba menghiburnya. Jika di kasih pilihan antara memilih Arka atau Arsen, ia pasti akan memilih suaminya karena sedari dulu Asya sudah jatuh cinta sedalam samudera pada Arka. Walaupun kenyataannya tidak seindah ia bayangkan.

ARKASYA Where stories live. Discover now