SEVENTY SEVEN

9.7K 2.3K 920
                                    

"Ya. Gue Nasrani."

Lautan menyentuh lehernya. Dia memajukan bibirnya, cemberut. Altezza yang paham segera melepaskan kalung salibnya dan memakaikannya di leher Lautan. Anak itu menyentuh kalungnya dan tersenyum. Sementara Cadenza yang melihat kedekatan Altezza dengan Zee tanpa sadar menendang bak sampah di bawahnya, membuat semua orang disana kompak mengalihkan atensinya ke arah cewek itu.

Cadenza memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, mengangkat satu alisnya seolah berkata, 'apa?'

Altezza mundur selangkah, terlihat menjaga jarak. Cadenza sedikit kecewa. Tapi, raut wajah cewek itu sama sekali tidak bisa ditebak. Tanpa berkata sepatah kata pun, dia berjalan melewati Altezza, diikuti Lautan di belakangnya. Cowok itu menatap punggungnya yang perlahan menjauh.

Antara memicingkan mata -curiga. "Lo suka Cadenza?"

"Nggak."

"Kenapa lo cium dia?"

Altezza menghela napas. Dia memutar mata ke arah Zee yang tatapannya kini terarah lekat ke arahnya, "Gue mencoba membuat cewek gue cemburu."

Zee terbatuk dan Altezza tanpa sadar menekan dada cewek itu. Semua anak Trigger yang berstatus jomblo kompak membanting helm. "Dahlah. Cabut," salah seorang dari mereka memberikan instruksi.

Altezza terkekeh, menatap punggung teman-temannya yang perlahan menjauh.

"Woi. Mau kemana lo semua?!" Buana berteriak, membuat mereka semua menoleh kompak serta mengangkat jari tengahnya tinggi-tinggi.

Fuck you, Ezz- adalah gerakan bibir mereka yang sangat jelas bisa cowok itu baca. Dan sialnya malah membuat Buana tertawa terbahak-bahak. "Get the fuck out of here!" seru salah seorang dari mereka tanpa emosi. Sedetik setelah itu, sebuah helm langsung mendarat keras di kepala Buana. "What the fuck are you doing?" Cowok itu meringis sambil menekan benjolannya. "Oh, shit. Don't do that!"

Percakapan mereka berubah English.

"Why though?"

"You stupid! Can't you see? That's fucking dangerous."

"I don't give a fuck."

"Shut the fuck up!"

Filosofi dan Antara tertawa keras. Dua cowok yang berdiri di barisan para jomblo tersebut mengintruksikan teman-temannya untuk berjalan menuju tempat ibadah terdekat dari RS ketika Adzan tiba-tiba berkumandang memenuhi langit.

_LUKA_

Altezza menyandarkan punggungnya di salah satu kursi memanjang di taman belakang RS. Cowok dengan hodie hitam dan celana training itu mengusap keringatnya yang menetes ke mata. Dia mendongak, menatap langit malam dan ke gedung-gedung yang tersebar di sekelilingnya. Rokok diantara jari-jarinya perlahan terbakar habis. Altezza tidak menginginkannya lagi dan pikirannya menjadi lebih gelap.

Rokok direbut dari tangannya dan Altezza mendongak guna melihat seorang cowok yang dia kenal sedang menghisap rokoknya sendiri. Dia bersandar ke batang pohon dan menghembuskan asapnya dari mulut.

"Rokok nggak baik buat kesehatan lo, Ezz," kata Filosofi yang masih terus menghisap rokok bekas Altezza. Dia terkekeh saat cowok itu menatapnya ganas..

"Sejak kapan lo peduli tentang kesehatan, Los?" sahut cowok lainnya yang entah kapan berdiri di belakang Filosofi.

Meteor, Zero, dan Purnama yang baru keluar dari tempat ibadah mendekat kemudian duduk di sebelah Altezza. Keempat cowok itu saling menatap tajam, kemudian tertawa. Filosofi menatap wajah Altezza dari dekat. Sudah beberapa hari berlalu sejak dia dipukuli dan bekasnya masih ada meskipun bengkaknya berkurang. "Gue masih penasaran sama cowok yang menjebak lo di bar malam itu."

CACAT LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang