TWENTY FIVE

24.6K 6K 1.8K
                                    

"Sejak cewek yang gue sayang mati ditangannya sendiri." Sebelum Altezza sempat berkata-kata lagi, Zee membekap mulut cowok itu. Untuk beberapa detik lamanya, Zee dan Altezza sama-sama bengong. Cewek itu melepaskan bekapannya dan mengusap perban luka di kepala Altezza, canggung. "Sakit banget ya, Ez?"

Altezza mengangguk lemah. "Elus sampai Ezza bobo, boleh?"

Zee terdiam lama, memikirkan hal apa yang mampu membuatnya terbebas dari Altezza. "Boleh. Tapi dengan satu syarat."

"Apa?"

"Setelah malam ini, tolong jauhin gue."

"Apa itu artinya, lo nggak akan mau peluk gue lagi?"

"Ya kalau cuman sebatas peluk sih, it's okay. Tapi untuk hal yang lain, gue nggak mau."

"Yaudah."

Zee melotot. "Lo setuju?"

"Ya," jeda sejenak. "Nggak lah."

_LUKA_

Altezza menyandarkan punggungnya di salah satu batang pohon yang tumbuh menjulang di pinggir trotoar. Matanya menatap tajam ke arah Zee yang juga sedang menatapnya tidak kalah tajam dari seberang jalan. Setelah melakukan perdebatan kecil beberapa waktu lalu, Altezza memutuskan berlari menjauhi Zee dan memeluk kucing kecil yang kala itu nyaris mati tertikam pisau. Untuk beberapa saat lamanya, Altezza dan Zee sama-sama bisu, tidak tau harus melakukan apa. Handphone keduanya mati mendadak. Entah karena kebetulan atau Tuhan sengaja ingin mereka berdua menghabiskan malam dibawah bentangan alam.

"Meow?" Kucing di pelukan Altezza mendongak, menatap cowok itu sayu.

"Gue nggak apa-apa."

"Meow!" Kucing itu terlihat marah. Dia menoleh ke belakang, menatap Zee tidak suka. "Meow, meow meow meow?"

Altezza mengangkat satu alisnya. Dia tidak mengerti apa yang dikatakan kucing itu. Tapi sebagian dalam dirinya menyuruhnya untuk mengangguk. Detik yang sama, Kucing itu memberontak dan melepaskan diri dari dekapan Altezza. Tanpa di duga, kucing kecil tersebut berlari ke arah Zee dan tanpa aba-aba langsung mencakar lengan cewek itu dengan kuku tajamnya. "Meow!"

"Woi!" Zee berdiri dan mundur menjauhi kucing yang mencoba untuk mencakarnya sekali lagi. Sementara di seberang jalan, Altezza terlihat cuek tidak peduli. "Ez, bantuin gue!" Zee berteriak saat kucing itu berhasil mencakarnya sekali lagi. "Sakit!"

Seperti terkena sihir, Altezza langsung berlari ke arah Zee dan menjauhi cewek itu dari kucing kecilnya yang terlihat marah. Altezza mengusap lembut leher kucing itu penuh perasaan hingga tenang. Dia melirik Zee sekilas. "Nggak apa-apa?"

"Gue kenapa-kenapa. Lihat? Kening gue luka. Punggung gue memar. Dan sekarang?" Zee menunjukkan luka cakarnya pada Altezza. "Ini."

Altezza menatap datar luka cakar di lengan Zee yang menurutnya tidak seberapa dengan luka yang setiap hari didapati Grace ketika latihan. "Cuma luka kecil."

Zee menipiskan bibir dan meraih ranselnya yang tergeletak di bawah trotoar. Altezza mengikuti Zee dari belakang. Dia mengerem langkah dan membanting ranselnya jatuh. "Gue ngantuk." Sedetik kemudian, terdengar suara janggal dari perut cewek itu.

"Oh." Altezza membuka resleting ranselnya dan mengeluarkan satu roti beserta air mineral.

"Buat gue?"

Altezza tidak menjawab. Dia berjongkok dan meletakkan kucingnya dibawah kaki Zeegrey. Cowok bermarga Gillova itu menyobek bungkus roti itu dan memberikannya kepada kucing tersebut. "Meow meow!" Kucing itu langsung melahap roti yang disodorkan Altezza.

Zee menatap cowok itu geram. "Gue lapar, Ez. Gue butuh makan."

Altezza mengangkat wajahnya sedikit, menatap Zee dingin. Dia menyerahkan bungkus rotinya. Zee menerimanya. "Ini?" Dia meremas bungkus roti ditangannya kesal. "Memangnya bisa dimakan?"

"Coba aja."

Ragu, Zee menggigitnya dan mengunyahnya. "Nggak ada rasanya."

"Telan."

"Nggak apa-apa?"

"Ntahlah. Tapi, coba aja."

Zee mencoba menelan bungkus rotinya. "Susah."

Altezza melotot dan dengan cepat berdiri kemudian menangkup kedua pipi cewek itu. "Sialan. Keluarkan!"

Zee terbatuk dan mengeluarkan bungkus roti yang nyaris masuk ke tenggorokannya. Mata cewek itu memerah dan napasnya mendadak sesak. Altezza menghela napas kasar dan menarik kepala cewek itu bersandar di dadanya. Sementara Zee menggigit bibirnya kala merasakan detak jantung Altezza berdetak tidak karuan. "Bego."

Zee tidak mengatakan apapun.

Altezza mengangkat wajahnya sedikit, menatap Zee yang nyaris memejamkan mata tidak sadarkan diri. "Jangan."

"Apa?" Zee mendongak, menatap Altezza dengan mata menyipit. Bukannya menjawab, Altezza malah melepaskan pelukannya, membuat Zee yang belum sempat menahan jatuhnya terjatuh dengan kepala membentur kanstin trotoar terlebih dahulu. Suara hantaman keras antara kepala dan trotoar kala itu seakan mampu membekukan waktu. Detik selanjutnya, mata Zee kembali membuka. Dia mendesis. Cewek itu menyipitkan mata kala melihat sepasang kaki manusia berjongkok di depannya. Ragu, Zee mendongak dan mendapati seorang cowok menatapnya dengan netra memerah.

Pupil yang bergetar, dahi yang berkerut, bibir yang digigit—

Terluka.

Benar. Itu adalah ekspresi orang yang terluka.

"Apa lo terluka, Ezz?"

"Jangan bicara omong kosong," ekspresi Altezza berangsur dingin. Sebab untuk sepersekian detik, cowok itu merasa dirinya bukanlah sosoknya.

Tanpa berkata, cowok itu kembali membenturkan kepala Zee ke atas trotoar, membuat Zeegrey kembali jatuh pingsan. Setelahnya, Altezza menyelipkan tangannya ke ketiak serta punggung Zeegrey, menggendong tubuh cewek itu ala koala, lalu menyeret langkah mengikuti rute menuju halte. Tanpa sadar, seekor kucing kecil membuntuti langkah Altezza diam-diam. Ketika Altezza menoleh ke belakang, kucing itu terlentang, pura-pura pingsan.

Cowok itu terkekeh. "Bangun atau gue tinggal?"

Kucing itu spontan terbangun dan berlari mengejar Altezza, berharap cowok itu mau menjadikannya hewan peliharaan. "Meow!"

Altezza mengangguk kemudian tertawa kala kucing itu menggigit kakinya -seakan tidak terima jika dia hanya menggendong Zeegrey.

Saat senja, sebelum matahari terbenam. Seluruh langit berwarna jingga. Altezza mendekap Zee semakin erat —berharap Tuhan mau membekukan waktu walau hanya sesaat. Karena dia sadar akan waktunya di dunia ini -terbatas.

TBC.
828 word.

CACAT LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang