Part 16 : Camping

12 5 0
                                    

"Maaf jika diriku egois. Karena aku meminta pada Tuhan agar sebentar saja membiarkan dirinya berdua dengan seseorang yang dia cinta."

~Ilana


Ilana sudah menyiapkan kebutuhannya untuk berkemah hari ini. Tidak banyak barang yang dia bawa. Hanya satu tas berisi pakaian ganti. Mereka bilang sudah menyiapkan semuanya di sana. Jadi, saat sampai nanti mereka tinggal mendirikan tenda saja.

Ilana dijemput oleh Hani yang diantar oleh Papanya. Teman-temannya yang lain mungkin sudah menunggu di tempat janjian mereka.

"Nih dateng juga si rempong," sindir Yeza pada Hani.

"Sorry." Hani tersenyum tanpa merasa bersalah.

"Yaudah ayo kita berangkat!" ucap Samuel dengan semangat.

Hani dan Ilana masuk ke dalam salah satu mobil travel sewaan mereka. Namun sayangnya tidak mendapat tempat.

"Gimana si Za. Kok gue sama Ilana gak dapet tempat duduk?" kesal Hani pada Yeza selaku penanggung jawab keberangkatan.

"Masa si?"

"Iya itu lo liat sendiri. Harusnya sewa bus."

"Oh iya gue lupa. Cakra bawa mobil. Kalian sama dia aja. Ada Samuel juga. Gue di sini soalnya."

"Dari tadi dong ngomong."

"Lo juga diem aja bawa mobil," lanjut Hani kesal pada Cakra yang hanya diam sedari tadi.

"Gue gak tahu kalau lo gak dapet bangku."

"Yaudah kita ikut lo ya."

"Iya."

Ilana membenci situasi ini. Mengapa hal ini selalu terjadi padanya. Bisakah dia menjauh dari Cakra saat ini juga.

Samuel tersenyum senang dengan situasi ini. Dia bisa mengamati keduanya dalam waktu yang bersamaan. Rasa penasarannya masih belum berkurang, melainkan semakin menjadi ketika melihat Cakra saat itu mengejar Ilana yang dibonceng seseorang.

Cakra menyalakan alunan musik untuk memecah keheningan diantara mereka. Beberapa kali juga Samuel mengajak Cakra mengobrol. Sedangkan Ilana dan Hani mereka memilih menonton series di ponsel Hani dengan headset bertengger di sebelah telinga mereka.

Tak jarang mereka berdua tertawa karena adegan lucu dari yang mereka tonton. Diam-diam Cakra melirik dari kaca spion tengah untuk memperhatikan apa yang mereka lakukan di belakang sana. Lalu, matanya kembali memfokuskan pada jalanan di depannya.

Ilana merasa jika ada seseorang yang melihat ke arah mereka. Apa mungkin Samuel? Atau Cakra? Segera dia tepis hal itu dari dalam pikirannya. Dia harus seminimal mungkin tidak memikirkan lelaki itu.

***

Perjalanan mereka yang cukup melelahkan belum sepenuhnya selesai. Mereka harus berjalan lagi menuju tempat perkemahan. Beruntung suasana di sana sangat sejuk, jadi mereka tidak terlalu merasakan gerah dari tubuh mereka.

Lelah mereka benar-benar terbayarkan karena pemandangan yang tersuguhkan sangat indah memanjakan mata. Sudah lama Ilana ingin merasakan hal ini lagi. Terakhir kali saat dia sekolah dasar, Ayah dan Bundanya mengajak Ilana dan Mahen ke Puncak. Dia semakin merindukan keluarganya.

Selepas istirahat, mereka langsung mendirikan tenda karena hari mulai sore. Bisa dibayangkan bukan, suasana sore hari dengan semburat senja yang kian bersemi. Membuat pemandangan jauh lebih indah.

Hani meninggalkan sejenak pemasangan tenda untuk berfoto bersama Ilana dan teman-teman perempuan lainnya. Jarang sekali mereka bisa bersama seperti ini. Jika tidak ada interupsi dari Yeza dan Samuel mungkin tenda mereka tak akan pernah siap.

Cakra membantu Ilana dan Hani untuk mendirikan tenda mereka.

Ada 7 tenda yang melingkar dengan api unggun ditengahnya. Satu tenda berisi 4 orang. Di tenda Ilana dan Hani ada Viona dan juga Gea. Tenda perempuan hanya 3, sisanya adalah milik laki-laki.

Karena hari beranjak malam mereka memutuskan untuk makan malam. Semuanya nampak akrab satu sama lain. Memang sepertinya harus diadakan hal semacam ini agar mereka lebih saling mengenal lagi. Ilana pun tak ragu untuk berbincang bersama yang lain, termasuk Cakra.

Dia menganggap tidak pernah ada perasaan di hatinya saat ini. Karena rasanya percuma juga jika dia terus menerus dihadapkan dengan perasaannya yang sudah jelas tidak akan berbalas.

Cakra senang karena Ilana sudah mau berbicara lagi dengannya. Dia sempat berpikir jika Ilana menjauhinya, ternyata tidak.

Ngomong-ngomong soal berkemah, bukankah saat sekolah dasar dulu dia pernah ikut perkemahan akbar. Apakah Cakra mengikuti juga perkemahan itu. sepertinya dia harus menanyakan hal ini padanya.

Saat dia menoleh, ternyata Cakra berjalan menjauh dari kawasan tenda. Pikirannya menerka jika dia menerima telepon dari kekasihnya. Kembali lagi rasa sakit itu menjalar di hatinya. Sudah dia tekankan pada hatinya, bahwa Cakra memiliki kekasih. Namun, tetap saja hatinya tidak mendengar. Karena memang hati tak bisa mendengar, ia hanya bisa merasakan.

Simpan saja pertanyaan itu. Boleh jadi itu akan menjadi topik dirinya berbincang dengan Cakra nanti.

Ilana menatap bintang-bintang yang bersinar menerangi alam ini. Terlihat berdampingan dengan bulan, namun kenyataannya mereka saling berjauhan. Sama seperti Ilana dan Cakra.

***

Suhu di sana benar-benar dingin, terlebih lagi di pagi hari. Sepagi ini teman-temannya belum ada yang bangun. Dia bangkit dari tidurnya kemudian membuka resleting tendanya untuk keluar dari sana.

Rasanya sangat sejuk saat mengambil nafas panjang. Refleks dia mengeratkan jaketnya karena udara dingin yang menembus sampai ke kulitnya. Ternyata Yeza dan beberapa teman lainnya memilih untuk tidur di luar tenda. Entah apa tujuannya, Ilana tak tahu.

Dia mendekat ke arah dapur umum yang sengaja mereka buat. Ilana berniat untuk membuat cokelat panas. Memang dia biasa bangun sepagi ini. Setelah minumannya siap, dia berjalan menuju tempat duduk yang disediakan oleh pengelola untuk menikmati matahari terbit di sana.

Ilana menyesap cokelat panasnya. Siapapun yang membawa ini, dia berterima kasih karena rasanya sangat lezat.

Saat Cakra keluar dari tenda untuk membuat kopi dia terkejut karena sudah ada air panas di sana. Sepertinya ada seseorang yang baru saja memasak air. Karena penasaran dia mencari dan menemukan seseorang yang dia kenal sedang duduk sendirian.

Cakra menghampiri Ilana. Dia sama sekali tak menyadari kehadirannya di sana. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.

Ilana terkejut bukan main saat melihat ada Cakra di sisinya. "Lo ngagetin aja."

"Maaf. Lagian gue kira lo sadar ada orang yang mendekat," ucap Cakra sambil tertawa ringan.

Hanya gelengan sebagai jawaban dari Ilana.

"Yang lain belum bangun?" tanya Cakra lagi.

"Belum. Gak enak juga mau bangunin."

"Iya juga si."

Ilana teringat akan pertanyaan yang hendak dia tanyakan semalam. "Oh iya Cak. Dulu waktu SD, lo ikut perkemahan akbar gak?"

"Kelas 6?"

"Iya."

"Ikut. Kenapa?"

"Serius? Gue juga ikut."

Cakra benar-benar tak percaya ini. Selama ini dia dan Ilana berada dalam lingkup yang sama, hanya saja mereka tak tahu. Tiba-tiba Cakra berandai jika dia bertemu Ilana saat itu.

"Gue gak nyangka."

"Gue juga."

Sinar matahari perlahan mulai terbit dari ufuk timur. Ilana selalu dibuat takjub dengan keindahan yang Tuhan ciptakan. Dia tidak akan melupakan momen ini. Melihat matahari yang indah dan ditemani dengan seseorang yang ... dia cintai. 


~~~


26-09-2021

Feeling From The PastTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon