Part 15 : Izin

9 4 0
                                    

Hanya dengan seizin Tuhan semua ini terjadi.


Biasanya mahasiswa melepas penat setelah ujian adalah dengan jalan-jalan, berkemah, atau sekadar istirahat lebih lama di rumah. Tentu juga dengan teman-teman Ilana, mereka berniat untuk berkemah setelah ujian akhir ini.

"Mau kemping di mana nih?" tanya Yeza pada teman-temannya.

"Puncak?" saran Samuel.

"Bosen," jawab Cakra.

"Bandung gimana? Ke Lembang," usul Hani.

"Wah boleh tuh." Yeza mengangguk setuju.

Ilana hanya diam mendengarkan mereka berdiskusi. Lagipula dia tidak akan ikut, untuk apa juga dia berkomentar bukan.

"Siapa aja yang ikut?" tanya Samuel.

"Tadi si anak-anak yang lain mau ikut juga," jawab Hani.

"Vi, kalian mau ikut kan kemping?" Hani memastikan pada Viona dan teman-temannya perihal itu.

"Ikut dong."

"Tuh ikut, Za."

"Oke anak-anak cowok si pasti ikut," sambung Samuel.

"Gue gak bisa ikut." Ucapan Ilana membuat semuanya menatap ke arah dirinya.

Hani menatap sedih ke arah Ilana. "Na, ih kenapa gak ikut? Lo tega ninggalin gue sendiri?"

Sebenarnya dia tak enak juga jika tak ikut. Hanya saja dia harus tetap bekerja dan dia sedang berusaha menghindar dari Cakra.

"Sorry. Gue kan kerja. Bukan maksud gue mau ninggalin lo, Han," jelas Ilana dengan tatapan yang bersalah.

"Cuma 2 hari, Na. ikut ya please. Nanti gue bilang ke Manajer lo. Lagian lo gak pernah ambil libur kan?" Hani masih saja bersikeras membujuk Ilana agar ikut berkemah dengan mereka.

"Iya, Na. Lo juga jarang ikut ngumpul bareng kita," timpal Samuel. "Apa karena omongan gue waktu itu?"

"Bukan kok, Sam. Emang gue gak bisa ninggalin pekerjaan gue. Apalagi kan gue cuma part time."

"Na ya ikut. Kapan lagi coba?" ucap Hani memohon. Kedua tangannya memeluk lengan Ilana layaknya anak yang takut kehilangan ibunya.

Gue takut perasaan gue semakin jauh buat Cakra, gumamnya dalam hati.

Ilana menarik nafasnya dalam. Dia sudah memutuskan mengenai hal ini. "Oke. Gue izin dulu sama Manajer kafe." Ilana mencoba untuk berbicara terlebih dahulu dengan Manajernya.

"Yess!" sorak Hani ketika mendengar jawaban dari Ilana.

"Jum'at siang kita berangkat ya!" Yeza berteriak agar seluruh kelas dapat mendengar suaranya.

"Lo bakal tetep pulang buat nemuin kedua orang tua lo?" tanya Cakra.

"Gue gak tahu. Gimana nanti aja deh."

"Apa lo terima aja tawaran nyokap gue?" pertanyaan Cakra membuat Ilana langsung menggelengkan kepalanya.

Dia tidak mau mengambil resiko karena tinggal satu atap dengan orang ini. "Gak usah Cak."

Samuel mendengar percakapan dua orang di depannya ini. Sangat mencurigakan bagi Samuel. "Tawaran apa?"

"Kepo," jawab Cakra malas.

"Gue nanya serius juga," kesal Samuel pada sikap Cakra yang seperti itu. Tetapi, walau begitu juga Cakra adalah temannya.

Ilana harus meminta izin pada Manajernya hari ini. Serba salah memang jika hatinya ingin ikut dan setengahnya tidak ingin.

Feeling From The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang