Part 24 : Keputusan

19 6 0
                                    

"Semoga keputusan yang diambil tidak menimbulkan masalah. Justru membawa kebahagiaan untuk semua orang"


Akhir-akhir ini memang Ilana memikirkan apa yang saat itu orang tua Cakra katakan padanya. Dia juga sudah berbicara dengan kedua orang tuanya mengenai hal ini. Mereka benar-benar menyerahkan semua kepadanya.

Cakra dan Ilana masih saling menjauh di kampus. Mereka membutuhkan waktu untuk meyakinkan hati mereka mengenai keputusan yang akan mereka pilih nantinya. Terlebih lagi dengan Cakra. Jika menikah nanti dia yang akan menjadi kepala keluarganya.

Hati mereka sama-sama terasa campur aduk malam itu. Antara senang dan bingung menjadi satu. Cakra tak yakin jika Ilana memiliki perasaan padanya, karena Ilana tahu dia memiliki kekasih.

"Lo masih jauh-jauhan sama Cakra?" tanya Hani.

"Masih."

"Parah banget emang ceweknya dia. Padahalkan lo cuma berteman sama dia."

"Enggak usah dibahas, Han." Dia tidak berminat dengan pembahasan itu, karena ada hal berat yang harus dia putuskan.

Raisa sudah berjanji tidak akan menghalangi keinginan dan cita-cita Ilana nantinya. Yang terpenting bagi Raisa sekarang adalah Ilana menjadi bagian dari keluarganya.

Ilana pun berpikiran jika dia menikah dengan Cakra apa orang-orang akan berpikiran yang tidak-tidak terhadap mereka. Tunggu dulu, sepertinya dia tidak perlu memusingkan hal itu.

Samuel berbisik pada Yeza yang duduk di sebelahnya. "Si Cakra sama Ilana masih marahan ya? Tapi, keliatannya mereka berdua punya beban yang berat banget."

"Iya masih ngejauh si Cakra. Ada masalah kali mereka. Atau masih karena masalah itu."

"Kita harus tanya Cakra!" ujar Samuel yakin.

"Cakra lo kenapa si? Kayak gak ada gairah gitu buat hidup," ucap Yeza menepuk pelan pundak Cakra yang berada di samping kanannya.

"Gak apa-apa. Males aja."

"Masih karena cewek lo?" tebak Samuel.

"Iya si." Dia belum bisa menceritakan yang sebenarnya kepada dua teman dekatnya itu. Walaupun dia percaya mereka tak akan memberitahu yang lain lagi, tapi rasanya dia belum siap.

"Cerita sama kita. Biasanya juga gitu," timpal Yeza.

"Nanti deh, kalau mood."

Sudah hampir sebulan dia belum juga memiliki keputusan akan hal ini. Mentalnya pun belum siap menghadapi kehidupan nyata itu. Apakah dia harus menerimanya? Tapi, bagaimana caranya untuk melepaskan Tifani. Dia pasti tidak akan terima jika diputuskan begitu saja.

***

Enam bulan sudah Ilana menunda untuk menjawab pertanyaan itu. Hatinya kini benar-benar yakin dan siap untuk menerima semuanya.

Cakra merasa dirinya akan menerima perjodohan itu. Dia tidak ingin membuat Maminya merasa jika mengingkari janji yang telah ia buat, dan dia pun memang mencintai Ilana walaupun dia masih belum bisa melepaskan Tifani.

"Caka sampai kapan kamu nunda lagi?"

Cakra menarik nafasnya panjang. Dia akan mengatakannya sekarang. "Cakra udah siap, Mi."

Mata Raisa berbinar mendengar jawaban Cakra. Dia sangat tidak sabar untuk segera memberitahu ini pada suaminya dan juga Anindira.

"Malam nanti, ajak Ilana ke sini. Kamu udah putusin Tifani kan?" tanya Raisa memastikan.

Feeling From The PastOnde as histórias ganham vida. Descobre agora