Part 10 : His Mother

12 5 0
                                    

Aku tak pernah meminta Tuhan mempertemukan kita. Itu di luar kendaliku.

~Ilana


Beberapa kali Ilana kehilangan fokusnya saat melayani para pelanggan. Sampai-sampai dia ditegur oleh Manajernya. Dia mengaku salah karena sudah bersikap tidak profesional. Pikirannya kacau semenjak pulang kampus tadi.

"Perasaan kemaren lo udah sedikit ceria. Kenapa sekarang malah makin murung?" tanya Siska yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Ilana.

Ilana menghembuskan nafasnya lelah. "Keliatan ya Kak?"

"Banget," jawab Siska tersenyum penuh kekhawatiran. "Ada apa?"

"Gue belum bisa cerita." Lebih baik Ilana mengatakan itu ketimbang dirinya berbohong pada Siska. Dengan harapan Siska akan mengerti keadaannya sekarang.

"Oke gak apa-apa. Tapi inget, lo harus tetap kerja profesional. Masalah lo itu sementara jangan lo inget dulu." Siska menepuk pelan pundak Ilana memberi semangat.

"Oke Kak."

Gara yang mendengar percakapan keduanya menjadi penasaran apa yang terjadi pada Ilana. Dia kini menjadi khawatir dengan keadaan gadis itu. Namun, dia juga harus tetap menunggu Ilana siap untuk menceritakannya.

Karena Siska sedang beristirahat jadi kali ini Ilana yang berada di kasir. Saat sibuk mencatat, ujung matanya menangkap bayangan seseorang sedang berjalan ke arahnya. Dengan cepat dia mengubah posisinya untuk berdiri menyapa pelanggan itu.

Ilana terdiam ketika melihat Cakra yang datang. Dia harus tetap bersikap profesional dalam pekerjaannya dan mengesampingkan sejenak urusan hatinya. "Hai. Mau pesan apa?"

"Hai, Na. Gue mau pesan Iced Latte, Hot Chocolava, sama Iced Chocolava," ucap Cakra menyebutkan pesanannya.

Ilana bingung mengapa dia memesan banyak. Apa dia bersama orang lain hari ini. Ataukah kekasihnya. Ilana berusaha mengenyahkan pikiran itu dalam pikirannya.

"Oke. Ini nomor mejanya. Nanti diantar ke sana."

"Boleh gak kalau lo yang anterin?" pinta Cakra.

Ilana menahan kekesalan dalam hatinya. Bagaimana bisa dia mengatakan seperti itu. Sungguh Ilana benci dengan posisi ini.

"Oke. Tapi, mungkin tunggu teman gue yang gantiin kasir gak apa-apa?"

"Gak apa-apa," jawab Cakra tak masalah. Kemudian dia berpamitan untuk menuju mejanya.

Dari sana Ilana bisa melihat jika Cakra bersama dengan 2 wanita. Yang satu terlihat seperti ibu-ibu dan satu lagi terlihat masih muda. Tapi, sepertinya lebih tua dari Cakra. Apa mungkin itu kekasihnya. Dan itu adalah ibu dari kekasihnya. Oh tidak. Mengapa juga Cakra meminta dirinya untuk mengantarkan pesanannya.

"Kak boleh gantiin lagi di sini gak? Gue harus nganterin pesanan punya temen gue. Dia yang minta," jelas Ilana sekembalinya Siska dari istirahatnya.

"Boleh. Yaudah sana."

Ilana langsung membawa pesanan yang ia terima dari Gara. Gara pun merasa aneh mengapa lelaki itu sering datang ke tempat ini dan menginginkan Ilana yang membawa pesanannya.

Tarikan dan hembusan nafasnya berkali-kali dia lakukan untuk menetralkan debaran jantungnya agar tidak terlalu berdebar. Sungguh ia sangat gugup menghadapi mereka semua. Padahal biasanya dia akan biasa saja berhadapan dengan pelanggan lain.

"Ini pesanannya," ucap Ilana menyimpan pesanan mereka.

"Terima kasih," jawab Raisa lembut.

Ilana mengangguk. "Ada lagi yang bisa dibantu?"

Feeling From The PastWhere stories live. Discover now