Part 14 : Memories

11 5 0
                                    

"Banyak pertanyaan yang ada di pikranku yang tak bisa ku pertanyakan langsung padamu."


Sekarang di sinilah Ilana. Di kediaman megah milik Cakra. Hanya ada mereka bertiga di sana. Sedari tadi dia mati-matian menahan degupan jantungnya yang semakin berpacu ketika Raisa meninggalkannya berdua bersama Cakra. Yang membuatnya lebih heran adalah Cakra sama sekali tak membuka suara.

Mereka berdua sibuk dengan isi kepala masing-masing. Hingga kedatangan Raisa membuat Ilana kembali berusaha senormal mungkin.

"Kenapa pada diem aja?" tanya Raisa yang kemudian duduk di samping Ilana. Raisa datang tidak dengan tangan kosong. Melainkan membawa beberapa tumpukan map yang tak Ilana ketahui isi dari map-map itu.

"E—nggak apa-apa kok, Tante."

"Tante mau kasih lihat foto pertama kamu waktu baru lahir." Raisa membuka sebuah map. Kemudian mengambil beberapa foto yang berada di sana.

Ilana tak menyangka jika Raisa adalah dokter yang membantu Bundanya melahirkan dirinya. Mengapa Bunda tidak pernah bercerita padanya. Atau mungkin karena kesibukan Bunda jadi melupakan hal ini.

Ilana ikut tersenyum melihat foto-foto yang Raisa tunjukan padanya. "Ilana gak pernah lihat foto ini. Atau memang Bunda gak punya?" tanya Ilana menunjukan salah satu foto. Di sana terlihat Bundanya yang sedang menggendong dirinya di bangsal rumah sakit, dan Dokter Raisa yang berdiri di sebelahnya.

"Oh iya, memang Tante yang minta buat berfoto bareng Bunda kamu."

Cakra yang penasaran kemudian duduk di samping Maminya. Sudut bibirnya ikut terangkat ketika melihat foto Ilana bayi.

"Oh iya Mi. Berarti waktu Ilana lahir, Cakra masih bayi juga dong?" tanya Cakra saat melihat tanggal lahir Ilana di dalam map itu.

"Iyalah. Kalian beda 7 bulan. Makanya Mami bisa bantu Bunda Ilana melahirkan. Kalau kamu masih di dalam perut Mami bisa-bisa ikutan keluar juga," balas Raisa diiringi gurauan.

Ilana tertawa pelan mendengar jawaban Raisa. Sementara Raisa teringat sesuatu mengenai kejadian di masa lalu.

"Iya juga ya, Mi."

"Ilana Tante boleh telpon Bunda kamu?" pinta Raisa.

"Boleh, Tante," jawab Ilana kemudian melakukan panggilan video dengan Bundanya.

Reaksi Anindira ketika mengetahui Ilana bertemu dengan Raisa adalah sangat terkejut dan senang tentunya. Terbukti dari mereka yang langsung cair membahas banyak hal.

Anindira sangat bersyukur jika Ilana bertemu dengan Raisa. Dia sedikit lega karena ada seseorang yang bisa dipercaya untuk menitipkan anak kesayangannya itu. Ilana benar-benar bahagia karena bisa melihat Bundanya tersenyum dan tertawa seperti ini. Seakan-akan tidak ada beban dipundaknya.

"Sorry ya nyokap gue nahan lo di sini," ujar Cakra berpindah tempat duduk menjadi di samping Ilana.

"Gak apa-apa kok." Tak sengaja Ilana melihat notifikasi yang muncul di ponsel Cakra yang berada di atas meja tepat di depannya.

Nama kekasihnya muncul, kemudian dengan cepat Cakra mengambilnya dan membalas pesan itu. Jika dia bertukar pesan dengan Ilana sepertinya tak akan secepat itu. Sudah terlihat jelas bukan, memang Cakra tidak memiliki perasaan pada dirinya. Jadi, untuk apa dia mempertahankan perasaan itu.

Terlihat Raisa mengakhiri panggilan video itu, lalu memberikan ponsel Ilana. "Na, Tante minta nomor Bunda kamu ya. Kirim ke nomor Tante."

"Boleh Tante."

Raisa menyebutkan nomor ponselnya. Kemudian Ilana mengirimkan nomor Bundanya.

"Terima kasih ya Ilana."

"Iya sama-sama, Tante."

"Maaf nih jadi bikin kamu pulang malam. Atau enggak kamu nginep di sini aja," tawar Raisa.

"Terima kasih Tante. Tapi, Ilana pulang aja," tolak Ilana dengan halus. Tidak mungkin jika dia harus bermalam di rumah Cakra.

"Daripada kamu ngekos mending di sini aja bareng Tante. Ada kamar kosong kok." Raisa masih bersikeras menginginkan Ilana untuk tinggal bersamanya.

Ilana tidak ingin nantinya akan terjadi kesalahpahaman di rumah ini. terlebih lagi dengan kekasih Cakra.

"Aduh, terima kasih banyak tawarannya Tante. Tapi, aku gak bisa nerima tawaran Tante," jawab Ilana dengan senyum canggungnya takut jika Mami Cakra akan tersinggung.

"Iya gak apa-apa. Tante ngerti kok. Cuma Tante seneng aja kalau ada temen lagi di sini. Soalnya Tante suka ditinggal sendirian kalau malem. Cakra kadang main, asisten rumah tangga juga jarang nginep di sini."

Ilana hanya mengangguk pelan.

Mami kenapa tiba-tiba minta Ilana nginep si? Nyaranin buat tinggal di sini juga? Heran Cakra.

"Mi Cakra antar Ilana pulang ya. Kasihan udah malem."

"Iya. Pakai mobil aja jangan naik motor."

"Iya Mi."

"Ilana pamit ya, Tante."

"Sering-sering main ke sini ya, sayang." Raisa memeluk Ilana dengan hangat.

Ilana terkejut dengan panggilan yang Raisa berikan padanya. Dan juga pelukannya membuat dirinya semakin merindukan Bundanya yang jauh di sana.

"Iya, Tante."

"Tante tahu kamu kangen kan sama Bunda kamu. Anggap Tante sebagai Bunda kamu juga gak apa-apa kok," ucap Raisa sungguh-sungguh.

Ilana tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya saat ini. Sekarang ada juga yang menerimanya selain teman-temannya.

"Terima kasih Tante."

Cakra melihat Maminya sangat menyayangi Ilana. Terlihat dari matanya yang menatap Ilana penuh dengan kasih sayang.

"Ayo, Na."

"Ilana pamit ya Tante."

"Hati-hati ya kalian."

Pikiran Cakra tiba-tiba teringat dengan kekasihnya. Apakah Maminya akan melakukan hal yang sama pada Tifani seperti apa yang Maminya lakukan pada Ilana.

Ilana lagi-lagi harus menahan degupan jantungnya saat berdua dengan Cakra. Seharusnya dia tidak boleh senang. Cakra milik orang lain. Dia hanya sebatas teman masa kecilnya saja tidak lebih.

Perih mengingat semua ini. Sekuat apapun dia menahan untuk tak jatuh cinta, namun akhirnya dia menyerah juga untuk menerima apa yang dia rasakan.

Keheningan di antara mereka semakin menjadi. Hanya ditemani terangnya lampu gedung pencakar langit dan suara bising dari jalanan yang hadir di tengah keduanya. Lagi-lagi tidak ada yang mau membuka suara terlebih dahulu.

Ilana masih sibuk dengan memaki dirinya karena terjebak dengan perasaannya sendiri. Sementara Cakra berusaha mencari topik untuk berbicara dengan Ilana.

"Lo masih kontakan sama temen TK lo yang lain?" tanya Cakra yang akhirnya membuka suara.

"Sama Mily doang."

"Mily? Yang dulu sering banget bareng lo?" tebak Cakra.

"I-ya," jawab Ilana terheran. Cakra mengetahui lagi apa yang dia lakukan di masa lalu.

"Di mana sekarang?"

"Dia kuliah di Malang."

"Giliran lo ke Jakarta dia yang ke Malang," ujar Cakra terkekeh geli.

"Iya bener." Ilana menimpali ucapan Cakra.

"Temen lo yang lain gimana?"

"Yang gue inget ya yang satu sekolah waktu SMA sama ada satu jurusan sekarang. Sisanya gue lupa."

Tapi, kenapa lo inget gue? Pertanyaan itu tertahan dalam hatinya. 



~~~


25-09-2021

Feeling From The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang