Bab 96 ~ Hari Yang Berat

Start from the beginning
                                    

William menggeleng, tak tahu lagi harus mengatakan apa. Di sampingnya Freya berdiri memandang jauh ke arah lautan di utara. Angin mulai bertiup cukup kencang, sangat terasa di tempat terbuka seperti ini. Mestinya lumayan dingin, walau tak begitu terasa bagi William.

Pikirannya lebih dipenuhi oleh hal lain. Ada Freya, ada Vida. William tahu, kali ini situasinya benar-benar tidak menguntungkan baginya. Freya bilang gadis itu sama sekali tidak ingin memaksakan apa-apa. Kenyataannya, William tetap merasa tidak bisa lepas begitu saja.

"Kurasa sudah waktunya kita kembali ke desa." Freya berusaha tersenyum. Tangannya terulur, mengajak William. "Sudah lewat tengah hari. Mau pulang bersamaku?"

"Aku masih ingin di sini. Sendiri. Bolehkah?"

Freya mengangguk. "Aku akan menunggumu di desa. Datanglah ke rumah. Kamu ikut makan malam bersama kami nanti. Jangan terlambat."

Gadis itu melangkah pergi.

Di belakangnya William kembali termenung. Lama, memandang jauh ke lautan putih di utara. Ini benar-benar hari yang berat, secara emosional.

Apa yang harus ia lakukan sekarang?

William menarik napas. Ia akhirnya baru kembali menjelang sore.

Cukup lama ia termenung di atas bukit, dan sekarang ia duduk di depan Rumah Tamu, berusaha memikirkan lagi semua yang baru saja terjadi.

Ia memikirkan Freya, yang sudah mengatakan secara jelas keinginannya. Ia memikirkan Vida, yang membuatnya gila karena telah mencintai gadis itu.

Ia juga memikirkan ayahnya, yang kelihatannya punya masa lalu yang lebih kabur daripada yang sebelumnya ia duga. Sekarang William bingung, masalah mana yang harus diselesaikannya lebih dulu.

Urusan dengan Vida adalah yang paling penting. William harus tahu kenapa gadis itu meninggalkannya. Ia sudah bertanya ke orang-orang di desa, ke mana gadis itu pergi, tetapi tak ada yang tahu. Setelah beberapa lama ia pun berhenti bertanya, karena jika Vida menghilang, mungkin dia memang ingin pergi sebentar, karenanya sebaiknya dibiarkan saja dulu. William percaya, gadis itu nanti akan muncul lagi. Ia masih percaya pada Vida.

Sementara itu, urusan menikah dengan Freya, belum ada yang bisa William lakukan saat ini. Ia harus menunggu apa yang akan dilakukan oleh si rambut merah, baru nanti bereaksi. Jika pada akhirnya Freya bicara pada ayahnya tentang keinginannya, baru William akan bicara juga.

Dengan demikian, masalah yang paling mungkin diselesaikan saat ini adalah mengenai ayahnya. William harus mencari orang yang tahu mengenai kejadian di masa lalu itu, dan mau bicara. Siapa kira-kira? Apakah sebaiknya ia langsung bertanya pada sang kepala suku? Laki-laki itu sudah pasti tahu. Dan kalau tidak salah, si kepala suku setiap hari juga menerima orang yang berkunjung ke rumahnya, sebagai bagian dari tugasnya. Mungkin tidak ada salahnya William melakukan hal itu juga. Berkunjung, lalu bertanya padanya.

Ya, sebaiknya begitu.

William berdiri dan memantapkan niatnya itu. Namun baru selangkah berjalan ia melihat sosok perempuan berdiri tak jauh darinya, di dekat anak tangga. Sekilas perempuan itu tampak seperti Vida, dan karenanya William sempat gembira. Baru kemudian ia sadar bahwa dia ternyata adalah perempuan berambut kuning yang semalam menerima kedatangannya.

"Selamat sore, mmm ... Nyonya," sambut William ragu.

Ia belum tahu apa panggilan yang pas buat perempuan itu. Mudah-mudahan Nyonya cukup pas.

"Selamat sore, William." Perempuan itu tersenyum, cukup manis.

Kalau saja Vida bisa lebih sering tersenyum seperti itu.

Perempuan itu melangkah naik ke teras. "Bagaimana keadaanmu? Mudah-mudahan rumah tamu kami bisa membuatmu betah. Kami minta maaf, jika seandainya rumah kami tidak senyaman rumah-rumah kalian di negeri selatan."

"Sama sekali tidak, Nyonya. Rumah kalian sangat nyaman, dan jauh lebih besar dibanding rumahku di selatan. Aku justru sangat berterima kasih."

"Aku senang mendengarnya. Aku berharap, kamu bisa betah di sini."

"Aku harap begitu juga."

"Kamu sempat berjalan-jalan ke desa tadi, kudengar."

"Ya. Aku tadi diajak Vida menemui Helga, lalu diajak Freya ke bukit."

"Kedua anak itu ... kelihatannya sangat senang bisa bersamamu."

William meringis. "Memang aneh mereka, mau saja menemaniku."

"William." Raut wajah perempuan itu berubah menjadi lebih serius. "Berapa lama rencananya kamu akan tinggal di Vallanir?"

William tertegun, coba menebak kira-kira apa yang mungkin ingin dibicarakan oleh perempuan itu.

Apakah ada kaitannya dengan Freya, atau Vida?

Northmen SagaWhere stories live. Discover now