Bab 36 ~ Bodoh dan Gila

300 98 1
                                    

Morrin setuju dengan pendapat Taupin. "Sekarang baru akhir musim semi, masih ada waktu berbulan-bulan bagi mereka untuk datang lagi sebelum musim dingin tiba. Kemarin mereka datang dengan seratus lima puluh prajurit, selanjutnya mereka mungkin akan mengumpulkan lebih banyak orang dan datang dengan jumlah dua kali lipat. Mereka akan menganggap ini sebagai perang baru yang menarik. Aku yakin. Kalau kalian tidak percaya, kalian bisa tanya pendapat para tetua desa."

Rogas tertawa getir. "Kalau jumlah mereka sebanyak itu, lebih baik kita pergi saja. Kita tidak mungkin menang."

"Betul." Taupin maupun Morrin mengangguk-angguk setuju, kemudian keduanya menoleh ke arah William.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Taupin. "Kita mengungsi saja? Bertahan lebih jauh di selatan, dan menyerahkan desa ini pada orang-orang itu?"

"Jumlah mereka belum sebanyak itu," tukas William, "jadi kita belum perlu menyerahkan apa-apa. Tapi kita tetap harus hati-hati. Menurutku, seratus prajurit Hualeg yang selamat kemarin itu masih berada di sekitar sini, tak jauh di utara. Mereka sudah mengetahui titik-titik pertahanan kita, kemudian mungkin mengirim satu perahu tadi malam untuk menguji kewaspadaan kita. Aku percaya mereka tidak langsung pulang. Mereka akan coba menyerang kita satu kali lagi."

"Benar," Morrin mengakui. "Itu lebih sesuai dengan sifat mereka. Siapa pun yang memimpin pasukan Hualeg ini pasti akan malu jika pulang ke negerinya dengan membawa kekalahan. Mereka akan menyerang lagi."

"Atau sebaliknya?" tanya Rogas. "Mereka tahu Thaluk sulit ditaklukkan, jadi mereka bisa saja memilih melewati kita, lalu terus menyusuri sungai untuk mencari desa-desa lain yang lebih mudah ditaklukkan di selatan."

"Itu tidak sesuai dengan sifat mereka," kata Morrin. "Mereka suka merampok, tetapi tidak suka melakukannya jika tanpa bertempur."

"Kemungkinan itu tetap ada," kata Taupin. "Dan kalau mereka sampai lolos, akan terjadi bencana di selatan."

"Kalau begitu tahan mereka di sini," sahut William. "Jangan sampai lolos."

Ketiga rekannya menatapnya.

"Maksudmu?" Rogas bertanya.

"Ikat seluruh jaring-jaring ikan kalian, setebal mungkin, lalu bentangkan dari tepi sini sampai ke seberang sungai," jelas William. "Kalau pasak-pasaknya kuat, dan jaring-jaring itu disatukan, perahu mereka tak akan bisa lewat. Kalau mau lebih dahsyat, kalian bisa juga membuat perangkap. Cari batang-batang pohon yang besar dan kuat, runcingkan ujungnya, lalu pasang di dasar sungai tanpa kelihatan. Perahu-perahu mereka bakalan rontok."

Rogas tersenyum lebar. "Itu jebakan yang bagus!"

"Ya, kita bisa melakukannya," Morrin menyambutnya.

"Akan butuh waktu lama membuat itu semua," kata Taupin. "Tiga sampai lima hari. Jika orang-orang Hualeg datang lebih cepat, semuanya percuma."

"Kita bisa mencobanya. Itu tetap rencana yang bagus," tukas Morrin. Ia menatap yang lainnya bergantian. "Bagaimana? Kalian setuju?"

Rogas dan Taupin mengangguk.

"Tuck?"

"Tentu saja," tukas William. "Itu 'kan usulku. Lakukan saja. Aku hanya sedang memikirkan rencana lain, yang kalau berhasil, akan membuat mereka menunda serangan lebih lama, atau bahkan ... mungkin membatalkannya sama sekali."

"Apa itu?"

"Aku ingin coba berdamai dengan mereka."

"Apa?!" Yang lainnya langsung terbelalak. "Itu tidak mungkin!"

"Kenapa tidak?" kata William. "Aku pernah dengar cerita, ada orang yang dulu berdagang dengan orang-orang Hualeg. Artinya, kemungkinan itu ada!"

"Mungkin, dulu, tapi jelas tidak mungkin lagi sekarang!" kata Taupin. "Kau baru saja membunuh puluhan prajurit mereka kemarin. Kau pikir mereka akan memaafkanmu begitu saja dan berdamai dengan kita? Tidak mungkin!"

Rogas mendengus seraya mengerutkan dahi, berusaha menahan kekesalannya. "Oke, Tuck, bagaimana caranya? Apa yang ada di otakmu?"

"Gadis itu. Aku akan membebaskannya, dan menyerahkan pada mereka."

Rogas tertawa. "Mereka tak akan peduli padanya! Kau pikir apa yang akan mereka lakukan setelah kau menyerahkan gadis itu? Berterima kasih?"

"Kenapa tidak? Mungkin mereka akan sangat berterima kasih. Mungkin mereka bahkan akan membatalkan serangan dan kembali ke utara."

"Kau ... kau bercanda, kan? ... Kau sedang bermimpi!" Rogas tertawa semakin keras, sementara Taupin dan Morrin terpana bingung.

"Terserah kau bilang apa," William justru semakin keras. Ia menatap Rogas tanpa berkedip. "Aku akan ke utara bersamanya, dan mencari orang-orang Hualeg. Selanjutnya, semoga keberuntungan bersamaku."

"Kau benar-benar gila!" kata Rogas kesal. "Kau tahu? Kau gila! Siapa prajurit yang mau ikut menemanimu ke utara? Tidak akan ada!"

"Aku bisa jalan sendiri, kalau memang harus begitu. Lagi pula kalau aku membawa pasukan, orang Hualeg malah akan menganggapnya sebagai ancaman. Lebih baik aku jalan sendiri. Kalau perlu diam-diam."

"Aku tak mungkin membiarkanmu pergi sendiri!" Rogas berseru. Dadanya naik turun menahan kesal. Setelah beberapa lama suaranya mereda. "Bawa orang! Sepuluh orang. Kalau ada yang mau. Aku tidak yakin bakal ada—"

"Lima saja," potong William. "Dan aku akan mencari sendiri siapa yang mau ikut. Jika memang tidak ada, aku akan menjaga diriku sendiri."

Taupin terus menatapnya, belum percaya, "Tuck, coba pikirkan lagi, kau benar-benar tahu resiko yang kau hadapi?"

"Ya. Kalau aku tidak beruntung, aku tak akan kembali."

"Benar! Dan aku tidak mau seperti itu!" seru Taupin kesal. "Ingat, aku membayarmu untuk berjaga di sini! Bukan mencari mati ke sana!"

"Kau membayarku untuk membuat desa ini aman dari serangan orang-orang Hualeg. Mungkin dengan cara ini aku justru bisa berhasil."

"Tapi, bagaimana mungkin?" Taupin memegangi kepalanya tak percaya. "Mungkin ... dengan bayaran lebih, kau bersedia tinggal?"

William menggeleng. "Simpan dulu uangmu. Aku akan mengambilnya nanti."

"Kau memang keras kepala. Menyia-nyiakan nyawamu sendiri!"

"Tidak juga. Aku bisa menjaga nyawaku dengan baik. Kau pikir aku benar-benar bodoh, pergi begitu saja tanpa rencana?"

"Kalau tidak bodoh, mungkin gila." Taupin menggeleng. "Ya, kau gila!"

"Tuan Tuck," Morrin berkata hati-hati, sepertinya tak ingin memancing kemarahan William. "Aku benar-benar belum paham. Apa yang kau lakukan kemarin sudah benar. Kau bertempur, dan mengalahkan orang-orang Hualeg itu. Sekarang, kenapa kau mau berdamai dengan mereka? Aku tidak mengerti!"

""Aku hanya tak ingin ada lebih banyak yang mati."

"Kau yakin ... tidak menyembunyikan sesuatu dari kami?" Taupin menatap curiga. "Beberapa orang bilang ... kau keturunan Hualeg. Ya, kurasa itu sudah menyebar dan jadi omongan banyak orang. Jangan salah sangka, itu bukan sesuatu yang buruk, mereka justru mengagumimu. Mereka yakin itulah yang membuatmu menakutkan di medan tempur. Tapi ... apa itu benar?"

William menatap Taupin tajam. "Asal-usulku bukan urusanmu."

"Itu jadi urusan kita, jika mempengaruhi caramu membuat keputusan!"

"Kau tidak percaya kepadaku?"

"Bukan begitu! Bagaimana mungkin aku tak percaya pada orang yang sudah membunuh puluhan orang Hualeg dalam sekali tempur? Kami tentu saja percaya! Kami hanya tidak ingin kau membuat keputusan ceroboh, lalu melakukan sesuatu yang bisa membahayakan nyawa kami semua!"

"Jika memang percaya, percayalah dengan lebih baik! Aku mengambil resiko melakukan ini adalah demi semua orang. Jika aku tidak peduli, aku takkan mau repot-repot melakukannya! Aku sudah mengatakan alasanku. Kita lihat nanti apakah aku memang sebodoh yang kalian duga, atau tidak. Siapkan saja uangmu, Tuan Taupin. Aku akan kembali."

Northmen SagaWhere stories live. Discover now